Belakangan ini, isu mengenai pengunduran diri Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan (Menkeu) menjadi topik hangat di media sosial dan berbagai outlet berita. Namun, hingga saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari Sri Mulyani atau pihak terkait lainnya.

Meski begitu, kabar yang beredar menyebutkan bahwa Sri Mulyani masih aktif menjalankan tugasnya. Dia bahkan baru saja bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto untuk melaporkan perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pertemuan tersebut berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Rabu kemarin.

Menurut laporan dari Antara pada Kamis (13/3), setelah pertemuan dengan Presiden, Sri Mulyani ditanya oleh wartawan mengenai rumor pengunduran dirinya. Dengan senyuman lebar, dia memilih untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut.

Selama pertemuan yang berlangsung kurang lebih dua jam, Sri Mulyani juga sempat berbuka puasa bersama Presiden. Dia menyatakan, "Ya, melaporkan saja mengenai APBN dan lain-lain."

Namun, saat ditanya lebih lanjut, Sri Mulyani segera pergi menuju kendaraannya tanpa memberikan keterangan tambahan.

Sri Mulyani juga memberikan penjelasan terkait penundaan laporan APBN KiTa untuk periode Januari dan Februari 2025. Penundaan ini menjadi sorotan banyak pihak, termasuk media, yang mempertanyakan alasan di balik keterlambatan tersebut.

Dia menjelaskan bahwa penundaan ini diperlukan untuk memastikan stabilitas data terkait pelaksanaan anggaran negara. Menurutnya, berbagai faktor yang memengaruhi kinerja APBN di awal tahun membuat data yang ada belum cukup stabil untuk disampaikan ke publik.

"Banyak pertanyaan dari media, waktu itu bulan Februari tidak dilakukan (penyampaian APBN KiTa) untuk bulan Januari. Mungkin untuk menjelaskan beberapa hal yang memang terkait pelaksanaan APBN di awal tahun kita melihat datanya belum stabil, karena berbagai faktor," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers.

Lebih lanjut, dia menekankan bahwa penundaan laporan bertujuan agar informasi yang disampaikan memiliki dasar yang lebih stabil dan dapat dibandingkan secara akurat. Ini penting untuk mencegah terjadinya interpretasi yang keliru terkait pelaksanaan APBN.

"Ini semua kita pertimbangkan untuk menunggu data cukup stabil sehingga kami bisa memberikan suatu laporan mengenai pelaksanaan APBN KiTa 2025 dengan dasar yang jauh lebih bisa stabil dan diperbandingkan, sehingga tidak terjadi salah interpretasi," jelasnya.