Brilio.net - Baru-baru ini kasus pembunuhan bocah di Jakarta Pusat sempat mengejutkan publik. Pasalnya aksi pembunuhan itu dilakukan oleh seorang gadis remaja yang masih berusia 15 tahun. Menurut pengakuan NF membunuh balita yang berinisial APA berusia 6 tahun itu karena terinspirasi oleh karakter film horor yang sering ia tonton. Korban dibunuh saat sedang bermain bersama pelaku.

Menariknya, pelaku menyerahkan dirinya sendiri ke kantor polisi usai melakukan aksi pembunuhan. Aparat kepolisian kemudian bergerak ke lokasi dan menemukan mayat seorang anak di dalam lemari.

Dilansir brilio.net dari Merdeka.com, Senin (9/3), berikut fakta terbaru kasus remaja pembunuh bocah di Jakarta Pusat.

 

1. Terinspirasi dari film horor.

<img style=

foto: Merdeka.com

 

Lebih mencengangkan pelaku mengaku mendapat inspirasi dari film horor. Melansir dari merdeka.com, Kombes Heru Novianto selaku Kapolres Metro Jakarta Pusat mengatakan perilaku pelaku dipengaruhi oleh adegan-adegan kekerasan dalam film yang ditontonnya.

"Pengakuan dari seorang NF, dia melakukannya dengan kesadaran dan terinspirasi oleh film. Si anak diajak ke kamar mandi lalu disuruh ambil mainan yang ada di dalam. Setelah anak itu berada di dalam bak baru ditenggelamkan hingga korban meregang nyawa," ungkap Kombes Heru Novianto seperti dikutip dari merdeka.com.

 

2. Pelaku akan menjalani tes psikologi.

<img style=

foto: YouTube/Jorge Cogollo

 

Pelaku berinisial NF kemudian langsung dibawa ke RS polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Tujuannya untuk memeriksa kesehatan jiwa sang pelaku. Hal ini berdasarkan laporan dari Kapolres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Pol Budhi Herdi Susianto.

"Iya benar, tes psikologi nya dokternya di sana," kata Budhi dihubungi Liputan6.com lewat sambungan telepon, Minggu (8/3).

Lebih lanjut, Budhi menjelaskan nantinya pelaku akan menjalani serangkaian tes kejiwaan. Itu berarti proses akan dilakukan tergantung dengan kesiapan pihak rumah sakit. Termasuk dengan hasil pemeriksaan.

"Jadi hasil tesnya tidak langsung keluar, kita menunggu pihak rumah sakit. Kan kita juga harus lihat kesehariannya remaja tersebut, jadi nanti kita tanya dokternya," jelas dia.

 

3. Terkena UU Peradilan Anak.

<img style=

foto: Merdeka.com

 

Melansir dari merdeka.com, Senin (9/3), pihak kepolisian akan menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak untuk menangani kasus pembunuhan tersebut. Kejadian ini terjadi pada, Kamis (5/3) di Sawah Besar, Jakarta Pusat.

"Ini masih kita lakukan pendalaman. Perlakuan anak di bawah umur berbeda dengan dewasa karena terkait sistem peradilan anak," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Jakarta, Sabtu(7/3).

Pelaku pembunuhan kini didampingi oleh orang tua, pengacara serta petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas) selama proses pemeriksaan. Bapas merupakan salah satu unit pelaksana teknis di bidang pembinaan luar lembaga pemasyarakatan. Nantinya terdapat empat azas yang terkait tentang hak anak selama menjalani proses pidana.

"Ada empat azas, praduga tidak bersalah, anak sebagai korban, pendampingan orang tua kandung atau asuh, keterlibatan pengacara dan Bapas," kata Yusri seperti dikutip dari Merdeka.com.

 

4. KPAI ikut mendampingi.

<img style=

foto: Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra

 

Kasus pembunuhan seorang anak berusia 6 tahun oleh gadis remaja ini ternyata mendapat perhatian dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut perwakilan KPAI, Jasra Putra, kasus pembunuhan ini harus menjadi pembelajaran bagi orangtua dan pihak terkait lainnya.

"Ini pembelajaran bagi kita para stake holder perlindungan anak untuk banyak belajar agar dapat mendeteksi kecenderungan ini bisa diantisipasi lebih awal lagi dengan melihat sisi psikisnya mengapa anak melakukan hal itu," ujar Jasra saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (8/3).

Jasra juga menambahkan, KPAI akan terus melakukan pendampingan terkait kasus pembunuhan tersebut. Pihaknya akan memastikan, aparat penegak hukum akan memakai undang-undang yang sesuai dengan usia pelaku.

"Kita berharap polisi menggunakan UU 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak di mana di situ ada hak anak yang diperhatikan, khususnya didampingi penasihat hukum," jelas Jasra.

 

5. Respons Kak Seto: indikasi ketidakstabilan kejiwaan pelaku.

<img style=

foto: Merdeka.com

 

Terkait kasus pembunuhan tersebut, Psikolog Anak, Kak Seto menilai lemahnya peran lingkungan di sekitar kediaman pelaku. Menurut pria bernama lengkap Seto Mulyadi ini, tidak ada peran aktif dalam lingkungan sosial di tempatnya tumbuh dan berkembang.

"Saya kira anak ini mengalami gangguan kejiwaan di mana tak ada lagi perhatian dan dukungan dari lingkungannya, jadi pelariannya ke gawai menonton tayangannya yang berpengaruh kekerasan itu," kata Kak Seto saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (8/3).

Lebih lanjut, Kak Seto juga memaparkan indikasi ketidakstabilan kejiwaan pelaku dilihat dari pengakuannya yang tidak merasa menyesal sama sekali.

"Dia tak berempati sama sekali tak merasa bersalah juga, dia hanya melakukan apa pun untuk memberi kepuasan," sesal dia.

Peristiwa ini harus menjadi peringatan keras bagi semua orang. Pengawasan pertumbuhan psikologis anak menjadi sangat penting di tengah era digital ini.

"Ini menjadi peringatan keras kepada kita semua, karena dampaknya bisa seperti ini, karena ada reaksi. Jadi dalam teori hukum terhadap anak, selain menjadi pelaku, anak juga sebagai korban, korban yang menjerumuskan mereka menjadi pelaku kriminal, kita harus intropeksi," tutupnya.