Brilio.net - Jumlah kasus Corona di Indonesia semakin hari kian bertambah. Pemerintah telah mengumumkan ada sekitar 369 pasien yang positif Corona atau Covid-19, per jumat (20/3). Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk menangani penyebaran virus ini.

Presiden Jokowi menerapkan melakukan rapid test secara massal untuk mendeteksi awal virus Corona. Selain itu, juga menyiapkan obat dari hasil riset dan pengalaman beberapa negara agar bisa digunakan untuk mengobati infeksi akibat virus SARS-Cov-2 tersebut.

Hal tersebut diumumkan Presiden Jokowi pada konferensi pers saat mengumumkan bahwa Indonesia akan mendatangkan beberapa obat tersebut untuk menyembuhkan pasien virus Corona.

"Obat pertama yang akan didatangkan adalah obat flu Avigan. Kita telah mendatangkan lima ribu, akan kita coba dan dalam proses pemesanan dua juta. Sementara itu, obat kedua adalah chloroquin yang telah disiapkan sebanyak tiga juta," katanya, saat temu media di Istana negara, Jumat (20/3).

Lalu seperti apa Avigan dan Chloroquine obat yang dipesan Presiden jokowi untuk Covid-19. Berikut dilansir brilio.net dari liputan6.com, pada Sabtu (21/3), 4 fakta Avigan dan Chloroquine obat untuk Covid-19.

 

1. Avigan telah diuji coba kepada manusia yang terinfeksi virus Corona.

Avigan (Favipiravir) adalah agen anti-virus yang secara selektif dan berpotensi menghambat RNA-dependent RNA polimerase (RdRp) dari virus RNA. Fujifilm Toyama mengembangkan obat ini pada tahun 2014 dan telah diuji coba kepada manusia yang terinfeksi virus Corona Covid-19 sejak Februari.

Uji klinis dilakukan pada 200 pasien di rumah sakit Wuhan dan Shenzen. Dari Shenzhen sendiri, menyumbang 80 pasien, 35 pasien yang menerima perlakuan obat oral favipiravir, dan 45 orang dalam grup kontrol (tidak minum obat favipiravir), mengutip dari Xinhuanet.

Otoritas medis di Cina mengatakan obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati jenis baru influenza ini tampaknya efektif pada pasien Covid -19.

Zhang Xinmin, seorang pejabat di kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi China, mengatakan favipiravir, memberikan hasil yang menggembirakan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.

"Pasien yang diberi obat di Shenzhen berubah status menjadi negatif setelah rata-rata empat hari setelah menjadi positif, dibandingkan dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diobati dengan obat," katanya.

Selain itu, sinar-X mengkonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91 persen pasien yang diobati dengan favipiravir, dibandingkan dengan 62 persen atau mereka yang tidak menggunakan obat.

Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa pasien yang menerima obat teruji negatif dalam waktu singkat, sedangkan gejala pneumonia sangat berkurang. Hingga kini, obat Avigan masih terus dikembangkan. Para ilmuwan juga tengah menunggu hak paten obat tersebut agar bisa mengembangkan obat generiknya.

 

2. Chloroquine diklaim efektif dalam memerangi virus Corona.

Chloroquine merupakan obat anti malaria yang telah digunakan selama sekitar 70 tahun. Obat ini merupakan kandidat potensial untuk obat SARS-CoV-2, atau yang lebih kita kenal dengan virus Corona, virus penyebab Covid-19.

Obat ini tampaknya dapat memblokir virus dengan mengikat diri ke sel manusia dan masuk untuk mereplikasi. Obat ini juga merangsang kekebalan tubuh. Pada 4 Februari, sebuah studi di Guangdong, China, melaporkan bahwa chloroquine efektif dalam memerangi virus Corona.

Para dokter di Marseille, bagian selatan Prancis mengklaim pasien berhasil diobati dengan obat malaria chloroquine. Pada sebuah studi, 20 dari 36 pasien diberikan obat tersebut. Setelah 6 hari, 70% pasien tersebut dinyatakan sembuh, virus tidak lagi ada di sampel darah, dibandingkan 12,5% pasien grup kontrol.

Dokter di Australia dan China juga telah melihat hasil yang menjanjikan dari chloroquine dan berharap bisa memulai uji coba dalam beberapa minggu ke depan.

 

3. Cara kerja chloroquine dapat mengubah kemampuan virus untuk mengikat bagian luar sel inang.

Robin May, profesor penyakit menular di University of Birmingham, mengatakan bahwa prosesnya belum dipahami dengan baik. Namun, ia berspekulasi bahwa proses yang disebut "endositosis", yaitu virus masuk ke inang, mungkin ada hubungannya dengan itu.

"Ini berarti bahwa virus pada awalnya dimasukkan ke dalam 'kompartemen' intraseluler yang biasanya bersifat asam. Chloroquine akan mengubah keasaman kompartemen ini, yang dapat mengganggu kemampuan virus untuk melarikan diri ke sel inang dan mulai mereplikasi,” katanya.

"Kemungkinan lain adalah bahwa chloroquine dapat mengubah kemampuan virus untuk mengikat bagian luar sel inang, yang merupakan langkah penting pertama untuk masuk."

4. Anti-virus chloroquine sudah diuji sekitar 10 tahun.

Selama sekitar 10 tahun telah ada penelitian yang melaporkan efek anti-virus chloroquine dan itu digunakan untuk mengobati pasien dalam wabah sindrom pernapasan akut (Sars) yang parah dari tahun 2002 hingga 2003.

"Chloroquine menerima perhatian yang relatif sedikit ketika wabah Sars menghilang. Menyadari bahwa virus Covid-19 saat ini adalah kerabat dekat, beberapa peneliti telah menguji apakah klorokuin mungkin digunakan untuk terapi pandemi saat ini," kata Dr Andrew Preston, peneliti microbial pathogenesis di University of Bath, seperti dikutip Telegraph.