Brilio.net - Pakar kuliner Bondan Winarno meninggal dunia pada Rabu (29/11) pagi. Pria yang pernah memandu acara Wisata Kuliner di Trans TV ini dikabarkan wafat di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta karena sakit.

Sebelum tutup usia, Bondan ternyata sudah sakit sejak tahun 2005 silam. Belakangan ia sempat menceritakan perjuangannya melawan penyakit lewat 'surat', yang ia posting  di grup komunitas Jalansutra.

Berikut cerita lengkap perjuangan Bondan Winarno melawan penyakitnya.

"1. Tahun 2005, dalam penerbangan SIN-JKT, saya merasakan ujung-ujung jari tangan kanan saya ba'al alias kesemutan. Begitu mendarat di CGK, saya telepon minta advis Dr. Sindhiarta Mulya. Saya disarankan segera menuju RS yg dekat dgn rumah saya untuk menjalani pemeriksaan MRI. Karena waktu itu saya masih tinggal di Bintaro, saya langsung ke RS Premier Bintaro. Eh, ternyata Dr. Sindhi sudah menunggu saya di sana. Setelah MRI, saya disarankan observasi di RSP Bintaro selama 3 hari. Kesimpulan: Cardiologist strongly suspected penyumbatan arteri jantung dan saya harus menjalani kateterisasi sesegera mungkin. In contrary, neurologist di RS yg sama mengatakan bahwa yg saya alami sama sekali bukanlah penyakit jantung.

2. Saya mencari second opinion di RSPI. Kesimpulan sama: Cardiologist bilang harus kateterisasi segera. Neurologist RSPI juga bilang: bukan masalah jantung.

3. Dalam kebimbangan, saya tidak menjalani kateterisasi. Saya hanya minum Plavix ( pil pengencer darah) untuk menghindari penyumbatan arteri.

4. Setahun setelah minum Plavix terus-menerus, saya nyaris pingsan di rumah Yohan Handoyo setelah minum wines dan makan steaks masakan Adi Taroe. Untung rumah Yohan di Bogor itu dekat dengan RS Azra. Dokter jaga yg berpengalaman menemukan diagnosa: Tekanan darah terlalu rendah karena darah terlalu encer.

5. Sejak saat itu saya ke HSC di Kuala Lumpur untuk annual check up. Di sana dikonfirmasi dgn MSCT bahwa saya memang tidak mengidap penyakit jantung.

6. April 2015, sewaktu Annual Medex di HSC KL, ditemukan dilatasi (penggembungan) pada aorta saya pada tahap awal. Dlm bahasa medis, penyakit ini disebut aorta aneurysm. Menurut Dr. Soo, tiap tahun perlu diawasi apakah membesar dan perlu tindakan operasi. Katanya, saya seperti membawa bom waktu yang setiap saat bisa pecah dan mematikan saya. Dr. Soo juga mengaku bahwa dia bukan ahlinya di bidang aneurysm. Bila perlu pembedahan, dia harus mengundang dokter bedah dari Jepang. Biaya diperkirakan Rp 600-700 juta.

7. April 2016, saya sudah appointment dgn Dr. Soo di HSC Kuala Lumpur. Tapi pas hari itu justru dia dilarikan ke RS untuk operasi. Tim dokter yang menangani saya tidak memuaskan saya dalam memberi info tentang aneurysm saya.

8. April 2017, saya appointment lagi untuk konsultasi dgn Dr. Soo. Eh, ternyata dia mendadak sakit. Saya langsung jalan-jalan ke tempat adik saya di Penang. Di sana saya mengalami semacam pencerahan. 'Kenapa saya pasrahkan masalah kesehatan saya kepada orang yg bukan ahlinya?' Dr. Soo adalah salah satu ahli kateter di Asia, tapi bukan ahli aneurysm. Saya segera berkomunikasi dengan Dr. Sindhi yg langsung saja membanjiri saya dengan berbagai info bagus dan penting. Saya putuskan untuk mengikuti saran Dr. Sindhi.

9. Bulan Juli 2017, saya jalan-jalan seharian dgn Dr. Sindhi di sekitar Tangerang, diakhiri dgn makan siang kuliner Betawi di Mpok Kuni. Eh, ternyata Dr. Sindhi mengantar saya ke RS Siloam Karawaci dan sudah membuat appointment untuk ketemu Dr. Iwan Dakota, ahli vaskuler, adik Kapolri Tito Karnavian. Saya bahkan disambut oleh Dirut RS Siloam Karawaci, sahabat Dr. Sindhi.

10. Dalam pemeriksaan oleh Dr. Iwan, setelah memeriksa hasil medical record terakhir di HSC KL, HANYA dgn stetoskop, Dr. Iwan menemukan masalah lain: Katup aorta saya bocor. Saya diminta untuk segera ke PJN Harapan Kita keesokan harinya utk pemeriksaan echo. Dlm pemeriksaan echo di Harkit, 65% confirmed bahwa katup aorta saya bocor. Saya kemudian menjalani TEE (endoscopy) utk mendapatkan 90% konfirmasi. Demikianlah, dlm waktu singkat tim dokter Harkit menemukan kelainan lain yg perlu segera ditangani.

11. Dr. Iwan me-refer saya kepada tim bedahnya, Dr. Dicky Alighiery Hartono, ahli bedah vaskular lulusan Korsel. Ini adalah pembedahan paling berat, rumit, dan sulit, berlangsung 5-6 jam. 'Mumpung Pak Bondan sedang fit, kita lakukan segera, ya?'

12. 27 Sept 2017 pagi saya menjalani 2 operasi sekaligus: Penggantian katup aorta dan penggantian aorta yang mengalami dilatasi. Operasi berlangsung selama 5 jam dan dinyatakan berhasil. Saya siuman di ICU sore hari dan dirawat selama 24 jam di ICU. Dari ICU saya dipindah ke Intermediary Ward.

13. Normalnya, bila operasi berhasil, 24 jam sesudah di Intermediary Ward, maka akan dipindahkan ke kamar perawatan biasa. Dalam operasi besat seperti yg saya alami, ada 2 hantu komplikasi: 1. perdarahan, 2. aritmia (denyut jantung tidak beraturan). Saya terbebas dari perdarahan. Tapi, Sabtu dini hari saya kejang-kejang dalam tidur saya. Ternyata saya mengalami komplikasi aritmia. Saya dipasangi TPM (Temporary PaceMaker) sambil dimonitor penyebabnya (biasanya karena peradangan).

14. Utk aritmia ini, saya ditangani Dr. Dicky Hanafy, lulusan Jerman. Karena setelah 72 jam tidak tampak progress dari TPM, Selasa siang Dr. Dicky memutuskan untuk memasang TPM lain di pangkal paha. Terus terang, saya ketakutan.

15. Miracle happens. Selasa malam, ketika perawat sedang mempersiapkan saya untuk didorong ke kamar operasi, tiba-tiba denyut nadi saya berirama kembali. Operasi dibatalkan. Saya lega setengah mati.

16. Demikianlah, kejadian demi kejadian telah saya alami. Untuk sementara saya belum dapat dijenguk di Intermediary Ward. Tapi, bila keadaan membaik, Jumat ini saya akan dipindah ke kamar perawatan. Tempatnya terlalu kecil untuk Anda menjenguk.

Karena itu, sambil GR akan banyak yg menjenguk saya, saya sudah mengatur tempat di lobby Wisma Fits, di dalam kompleks RSIB dan PJN Harapan Kita untuk 1 sesi bezoeksutra Minggu, 8 Oktober pk 13-15 untuk 10 orang.

Mohon mendaftar ke Lidia Tanod dan Harry Nazarudin utk mengatur kunjungan. Di luar waktu tsb, mohon maaf, tidak dapat saya terima.
Mohon doa Anda semua agar pemulihan saya tuntas dan lancar.

Salam,
Bondan Winarno,"

Bondan merupakan sosok serba bisa yang telah menjajal sederet bidang selama hidupnya. Pria kelahiran Surabaya, 29 April 1950 ini merupakan penulis, wartawan, pengusaha, dan pernah menjadi konsultan untuk Bank Dunia di Jakarta.

Selamat Jalan Pak Bondan!