Brilio.net - Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak signifikan di berbagai sektor kehidupan. Bukan hanya sektor kesehatan, sektor ekonomi pun terpuruk. Namun orang tak ingin lama-lama terkungkung kesulitan. Hingga muncullah berbagai gerakan untuk bangkit.

Gerakan bangkit di tengah pandemi ini dapat dilihat dari aksi-aksi warga desa untuk bahu-membahu membantu sesama. Sejumlah desa di Indonesia berusaha bangkit dan melakukan upaya mengatasi kesulitan di tengah hantaman pandemi virus corona. Tak terkecuali dengan Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

Lewat inisiasi sejumlah relawan pemuda yang tergabung dalam Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) desa setempat, muncullah sebuah kegiatan Early Recovery (Pemulihan Dini) masa pandemi Covid-19, yaitu memulihkan ekonomi bagi warga terdampak Covid-19.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 dinyatakan sebagai salah satu bentuk bencana yang dikategorikan sebagai bencana non alam. Pihak FPRB pun terdorong ikut terjun mengawasi desanya masing-masing.

Ketika ditemui brilio.net, Mart Widarto, ketua FPRB Desa Jambidan serta Fembi Yulianto, sekretaris FPRB, mengakui bahwa sektor ekonomi menerima dampak yang cukup serius.

"Yang paling terasa memang ekonomi. Awal dulu semua jenis kegiatan ekonomi kan terhenti selama satu bulan," ujar Fembi membuka obrolan dengan brilio.net belum lama ini.

Liputan Pasar Covid Jambidan © 2020 brilio.net

foto: Twitter/BPBD Bantul; Istimewa

Terhambatnya aktivitas perekonomian secara otomatis membuat pelaku usaha melakukan efisiensi guna menekan kerugian. Akibatnya, banyak pekerja yang dirumahkan atau bahkan diberhentikan (PHK).

Melihat peta ekonomi yang ada, warga Jambidan didominasi oleh Pekerja (Penglaju) dan juga pelaku usaha mikro. Untuk itulah, FPRB Jambidan menghadirkan Pasar Covid Jambidan (Pasadan). Konsep Pasadan ini dipilih karena pasar merupakan salah satu media untuk mempertemukan penjual dan pembeli. Apalagi saat itu, banyak orang yang khawatir pergi ke pasar karena menghindari kerumunan.

Lokasi Pasadan berada di selasar barat Lapangan Desa Jambidan dan buka setiap sore pada Sabtu dan Minggu. Pasar ini dibuka pukul 16.00-22.00 WIB. Pihak FPRB juga terlebih dahulu melakukan uji coba Pasadan selama dua bulan.

"Pasar Covid itu sempat kita uji coba selama dua bulan. Itu dari 18 Juli-18 September 2020," tambah Mart Widarto.

Proses seleksi dan kriteria pedagang.

Liputan Pasar Covid Jambidan © 2020 brilio.net

foto: Twitter/BPBD Bantul

Inovasi Pasar Covid Jambidan serta rencana awal pelaksanaan mendapat banyak apresiasi. Karena itulah tak sedikit yang tertarik ikut mendaftarkan diri sebagai pedagang di pasar ini. Lewat grup WhatsApp, Fembi sempat kewalahan karena banyak pihak dari luar Jambidan yang mengajukan diri.

Sebenarnya tidak ada syarat menyusahkan dalam hal kriteria pedagang yang boleh menempati stand. Pihak FPRB menyeleksi dengan mengutamakan warga Jambidan yang usahanya terdampak Covid-19.

"Syaratnya bukan pengusaha besar, bukan pelaku usaha baru, jadi mereka sudah ada usaha tapi terdampak Covid-19. Dan, mereka harus asli warga Jambidan atau sudah lama tinggal di Jambidan," tambah sekretaris FPRB kelahiran 1985 ini.

Sementara itu, salah seorang pedagang menyebut bahwa ia tertarik ikut berjualan supaya bisa mengenalkan dagangannya kepada masyarakat luas.

"Awalnya daftar memang karena aku ada usaha kecil dan ternyata bisa kepilih buat jualan di sini. Pengennya daganganku bisa dikenal lah sama masyarakat luas, baik warga Jambidan dan yang lain. Siapa tahu dari berjualan di pasar Covid ini ada yang tertarik buat pesan," ungkap Elya, pedagang bakso aci.

Pasar Covid Jambidan ini memang tidak menyediakan banyak stand. Hanya ada 32 stand booth dengan berbagai macam makanan-minuman serta kerajinan yang dijual. Jumlah stand ini juga sudah disesuaikan dengan tempat yang ada.

Pelaksanaan protokol kesehatan di Pasar Covid Jambidan.

Liputan Pasar Covid Jambidan © 2020 brilio.net

foto: Twitter/BPBD Bantul

Sebelumnya, FPRB sudah melakukan beberapa kali sosialisasi kepada masyarakat terkait virus corona dan cara meminimalisir penyebaran. Bentuk sosialisasinya tentang Penanganan Menghadapi Pandemi dan Disiplin Protokol Kesehatan. Kegiatan ini menjadi agenda rutin di setiap Satgas Gugus Pedukuhan. Komunikasi antaranggota FPRB terus terjalin dengan baik, sehingga bisa saling memantau keadaan.

Pengurus FPRB mengakui bahwa tidak mudah menanamkan pemahaman pada masyarakat untuk selalu memperhatikan protokol kesehatan pada awal masa pandemi Covid-19. Terlebih menyingkirkan stigma-stigma yang sudah terbangun lebih dulu di masyarakat. Baik stigma yang terlalu abai terhadap protokol kesehatan, maupun yang takut jika melihat ada pasien positif Covid-19.

"Beberapa kali kita mendampingi, kita melihat sendiri stigma di masyarakat. Setiap ada warga yang terkena, kita datangi, kita dampingi. Kita kasih pengertian soal Covid kepada masyarakat. Kita juga menekankan bahwa orang yang terinfeksi Covid ini bukan aib yang harus ditutupi. Malah harus mendapat dukungan," terang Mart.

Berangkat dari fenomena tersebut, FPRB ingin memastikan bahwa inisiasi terbentuknya Pasar Covid Jambidan ini juga berjalan sesuai protokol kesehatan. FPRB sudah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi. Termasuk aturan bagi para pedagang dan pembeli yang masuk ke Pasar Covid.

Setiap pedagang dan pembeli diwajibkan untuk menggunakan masker maupun face shield, memeriksa suhu badan, serta mencuci tangan. Semua fasilitas tersebut juga sudah disediakan oleh panitia.

Sebagai salah satu upaya penerapan physical distancing, tiap lapak diatur dengan jarak 1-2 meter. Bahkan untuk transaksi pembayaran, terdapat nampan khusus menaruh uang. Dengan begitu, penjual dan pembeli tak langsung bersentuhan.

Dalam pasar ini, pembeli diwajibkan untuk mengantre dan menjaga jarak aman. Alur keluar-masuk pembeli telah diatur dengan jalur yang berbeda. Dalam proses mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di Pasadan, sejumlah tim dikerahkan untuk mendampingi proses berjalannya kegiatan.

Tugas tim ini memastikan posisi pedagang sesuai dengan site plan (rencana tapak), mengatur posisi pedagang dan antrean pembeli, serta menertibkan pengunjung sesuai jalur keluar-masuk.

Ada pula tim kesehatan yang senantiasa melakukan pengecekan suhu serta memastikan ketersediaan air, sabun cuci tangan, dan hand sanitizer. Biasanya mereka sudah berada di depan gapura lalu mengingatkan setiap pengunjung untuk langsung mencuci tangan dan mengecek suhu.

Pelaksanaan Pasar Covid ini dinilai sebagai kegiatan positif yang bisa progresif ke depannya. Namun konsep pasar ini tidak permanen. Ada beberapa pedagang yang konsisten, ada pula yang memutuskan tidak lagi berjualan di stand Pasadan.

"Kita paham lah kalau mungkin tidak semua mau bertahan. Sisi positifnya kita berpikir pedagang yang berhenti ini sudah ada pekerjaan lain, ekonominya sudah jalan lagi," tutur Fembi yang juga pemilik bengkel las Budi Jaya di Desa Jambidan.

Meski demikian, Fembi mengaku sudah memahami situasi serta tidak menjadikan hal tersebut sebagai masalah. Sebab, tujuan utama adanya Pasar Covid Jambidan ini adalah agar perekonomian tetap berjalan sekaligus menjadi pembelajaran tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sesuai protokol kesehatan.