Brilio.net - Pemadam kebakaran (damkar) memang bukan pekerjaan yang mudah. Seorang pemadam kebakaran bekerja dengan taruhan nyawa, sehingga profesi ini membutuhkan orang-orang pemberani.

Muzakir (59), pensiunan petugas pemadam kebakaran, mengisahkan bagaimana menjadi seorang pemadam kebakaran. Dia telah merasakan suka maupun duka sebagai petugas pemadam kebakaran selama lebih dari 30 tahun.

Semasa kecil, Muzakir beranggapan pekerjaan paling mulia adalah guru, tukang pos, dan pemadam kebakaran. Oleh sebab itu, sejak kecil dia bercita-cita menjadi pemadam kebakaran. Pada tahun 1983 dia pertama kali bergabung dengan Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

Berbagai pengalaman tidak enak pernah dialami oleh Muzakir dan rekan-rekannya. Mulai dari kesetrum, tertimpa bangunan, dan cedera-cedera fisik lainnya yang menimpanya saat berusaha menyelamatkan korban kebakaran. "Hal paling membahagiakan tentu saja ketika kita berhasil mengevakuasi seluruh korban tanpa ada korban jiwa," ujarnya kepada brilio.net Selasa (19/5).

Muzakir mengaku kejadian paling pedih adalah ketika dia harus kehilangan seorang anak buahnya yang tewas saat bertugas. Saat itu anak buahnya yang bernama Suyatno, tewas akibat tertimpa bangunan pada tahun 1990. Muzakir yang saat itu juga sempat tertimpa bangunan berhasil selamat walau mengalami cedera yang cukup berat.

Selang sembilan tahun kemudian, kebakaran besar terjadi di Yogyakarta. Yaitu ketika bioskop Regent terbakar, tepatnya pada tanggal 21 April 1999. Saat itu Muzakir bersama regunya telah mengerahkan sekuat tenaga, namun api yang terlalu besar tidak dapat dihentikan dan menelan korban jiwa sebanyak 15 orang. "Itu kebakaran dengan korban paling besar yang pernah saya tangani, yah saat itu hanya bisa kecewa dan sedih," kenang lelaki dengan tiga anak tersebut.

Tugas yang dihadapinya sebagai petugas pemadam kebakaran tidak hanya memadamkan kebakaran saja, Muzakir bercerita pernah diminta untuk menyelamatkan seorang anak yang tercebur sumur. Karena memang setiap petugas pemadam kebakaran selalu dibekali dengan pengetahuan teknik penyelamatan korban.

Menjadi petugas pemadam kebakaran juga tidak hanya berhadapan dengan api saja, namun yang sulit adalah berhadapan dengan masyarakat sendiri. Sesampainya di lokasi kadang petugas disambut umpatan kekecewaan warga karena dianggap terlambat datang dan bekerja sangat lamban. Tak jarang petugas harus berhadapan dengan kepanikan warga yang cenderung brutal dan membahayakan jiwa petugas.

"Padahal terlambat itu terjadi gara-gara keadaan lalu lintas yang tidak mendukung. Saya juga sering kesal kalau di jalan sudah tahu ada mobil pemadam kebakaran dengan sirine bunyi, tapi banyak kendaraan yang tidak mau segera minggir," katanya lagi.

Bagi para penakluk api itu, kebanggaan sebagai pemadam kebakaran tak ternilai harganya. Mereka merasa menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Meski penghasilan mereka tak sebanding dengan resiko kerja yang harus mereka hadapi, balasan berupa pahala lebih mereka harapkan.