Brilio.net - Pada masa sekarang, mendongeng menjadi hal yang jarang dijumpai. Kebanyakan cerita telah diolah dalam bentuk video film. Tontonan semacam ini lebih menekankan pada aspek hiburan, sedangkan lemah dalam penanaman nilai-nilai moral di dalamnya dibandingkan dongeng secara langsung.

Pada masa lalu, ketika kita lebih banyak mendapatkan cerita rakyat secara oral atau dagelan dari para pendongeng, imajinasi kita bisa menggambarkan cerita tersebut secara berbeda-beda. Imajinasi kita memberikan latihan kreativitas, di samping serapan pesan moral yang selalu ditekankan oleh pendongeng. Sayangnya budaya mendongeng itu sudah luntur sekarang ini.

Salah satu penggiat dongeng, kang Ali Syafaat menyayangkan lunturnya budaya mendongeng terhadap anak-anak pada masa sekarang. "Ketika dongeng sudah tidak lagi bergema seperti sekarang ini, kita bisa membayangkan masa depan bangsa kita 30 tahun mendatang, masih kah ada peluang menjadi bangsa yang kuat?," katanya kepada brilio.net, Kamis (17/9).

Dongeng sanggup membentuk karakter manusia, sayangnya kini dilupakan

Ali Syafaat, pemerhati dongeng.

Ia beranggapan bahwa kunci pembentukan mental dan karakter bangsa ada pada institusi-institusi pendidikan dasar, salah satunya lewat materi-materi dongeng. Ia yang aktif di organisasi pemerhati dongeng FAAI (Forum Aku Anak Indonesia) ini menganggap betapa pentingnya sebuah dongeng dalam membangun karakter bangsa. "Di negara-negara barat, folklore dikelola dengan baik oleh pemerintahnya," tandasnya.

Sementara di Indonesia, belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk menggalakkan dongeng sebagai wacana politiknya. Bahkan berdasarkan pengalamannya dalam menggiatkan dongeng di kalangan anak-anak sekolah, ia mengaku masih kesulitan untuk menembus institusi-institusi formal pendidikan dasar tersebut. "Apalagi untuk menjadikan dongeng sebagai kurikulum," sambungnya.

Bukan saja bagi anak-anak, sebenarnya dongeng juga penting buat orang dewasa. "Tetapi karakternya berbeda, dongeng untuk orang dewasa lebih kritis dalam menyajikan pesannya. Beberapa tokoh besar, atau sering pula para dosen dan pengajar menerapkan dongeng di sela-sela ceramahnya karena dengan dongeng menyampaikan pesan lebih mudah," imbuhnya.

Ia berharap ke depan dongeng-dongeng Indonesia kembali populer sebagaimana tahun 80-90an, supaya tidak ada lagi rantai yang terputus antara generasi sekarang dengan generasi berikutnya.