Brilio.net - Para lansia sering kali menderita nyeri tulang, sendi dan penurunan kemampuan gerak disebabkan oleh penyakit osteoarthritis. Osteoarthritis sendiri merupakan penyakit pada tulang yang sering menyerang mereka yang berusia lanjut dikarenakan proses degeneratif dari tulang, khususnya untuk tulang penumpu badan. Sehingga, penderita akan mengalami kesulitan dalam bergerak.

Pengobatan untuk penyakit osteoarthritis ini terbilang masih cukup minim, kalau pun tersedia itu masih berupa obat-obatan yang jika dikomsumsi secara terus menerus akan mengakibatkan efek samping yang berbahaya bagi jantung dan organ pencernaan. Sebenarnya di Indonesia terdapat berbagai obat tradisional yang sering digunakan untuk mengobati rasa nyeri tulang, namun biasanya masih berupa ramuan jamu dan tidak praktis.

Berbagai permasalahan inilah yang mendorong lima orang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) untuk memanfaatkan obat tradisional yang diolah menjadi krim sehingga lebih praktis. Jahe merah merupakan salah satu yang bisa menjadi obat nyeri tulang yang sangat baik, sehingga mahasiswa UMY ini berinisiatif untuk membuat sebuah krim untuk mengobati rasa nyeri dengan bahan dasar jahe merah.

Adalah Jamaluddin Ahmad Ali Mas'ud, Chamim Faizin, Amalia Rahmawati, Yullytia Franika Maryati dan Kusumaningrum Wijayanti. Kelima mahasiswa ini memang sedang menempuh pendidikan dokter, sehingga pemahaman tentang ilmu kesehatan memang cukup baik. Penemuan mahasiswa UMY ini merupakan hal baru di Indonesia, untuk penelitian dan pembuatan krim jahe merah aromaterapi belum pernah ada sebelumnya. Mereka menamai krim tersebut JAMORA yang diambil dari singkatan Jahe Merah Aromaterapi.

"Manfaatnya krim JAMORA ini mampu mengurangi rasa nyeri pada lutut maupun sendi pada pasien osteoarthritis. Sehingga rasa nyeri hilang dan dapat beraktivitas kembali dengan baik," jelas Chamim kepada brilio.net, Rabu (5/8).

Proses pembuatan dari krim sendiri bermula dengan mencari bahan dasarnya yaitu jahe merah yang kemudian diolah menjadi ekstrak. Setelah ekstrak diperoleh, barulah dicampurkan dengan basis krim yang sudah tersedia dengan menggunakan metode air dalam minyak (W/O). Untuk membuat krim lebih disukai, maka ditambahkan aromaterapi yang beraroma lavender. Setelah krim dibuat, kemudian dilakukan uji kualitas dari krim.

Namun, tetap saja mereka mengalami kesulitan saat proses pengenalan krim ini ke masyarakat, seperti sulitnya mencari pasien osteoarthritis yang mau dijadikan responden. Memang tidak mudah mendapatkan kepercayaan masyarakat, namun pada akhirnya kelima mahasiswa ini berhasil menyakinkan masyarakat dengan penelitian mereka.

"Harapannya, krim ini dipatenkan dan bisa kerjasama dengan pihak perusahaan farmasi untuk dimasukkan sebagai obat pilihan terbaru. Tentunya perlu proses lama dan verifikasi yang lebih ketat sebelum dipasarkan secara umum. Selain itu, dari krim ini mungkin bisa digunakan untuk obat nyeri lainnya selain osteoarthritis," harap Chamim dan timnya.

Penemuan anak Indonesia ini membuktikan bahwa Indonesia mempunyai generasi muda yang kreatif dan mampu melakukan inovasi untuk penyelesaian permasalahan di lingkungannya.