Brilio.net - Dalam kehidupan bermasyarakat, kita dituntut untuk selalu menerima kenyataan yang ada. Kita harus tersenyum dan pura-pura bahagia meski masalah ada di depan mata. Komplain sering dipandang hal yang tidak sopan. Wajar saja, kita hanya memendam semua unek-unek daripada menyuarakan lewat komplain.

Bagaimana sih komplain dilihat dari sisi pandang psikologi? Berdasarkan seorang profesor psikologi, Robin Kowalski, komplain dibedakan menjadi dua macam, dikutip oleh brilio.net dari wemd.com, Kamis (28/5). Dua jenis komplain itu adalah instrumental dan ekspresif komplain.

Jenis komplain yang pertama ditujukan untuk memperbaiki keadaan. Sebagai contohnya adalah ketika kamu protes dengan layanan hotel. Kamu melakukan protes tersebut karena berharap pihak hotel meningkatkan kualitas pelayanannya. Ekspresif komplain lebih menjurus ketika seseorang yang sebal dengan keadaan tertentu.

Dari pendapatnya Kowalski ada dua efek positif dari sebuah komplain. Pertama, saat protes, kamu mempunyai rasa menghargai terhadap diri sendiri yang tinggi. Karena itulah kamu mempunyai kepercayaan diri yang kuat. Jadi, komplain merupakan simbol bahwa kamu mempunyai confident yang tidak rendah.

Efek positif yang kedua adalah komplain bisa menjadi media untuk mempengaruhi pandangan orang terhadap sikap tertentu. Dengan melakukan protes, kamu bisa menjelaskan mengapa kamu melakukan suatu hal. Dari sisi inilah, kamu bisa mempengaruhi bagaimana mereka menghargai tindakanmu.