Melanjutkan kuliah di luar negeri dengan fasilitas pendidikan kelas dunia, kurikulum berstandar internasional, dan jaringan pergaulan sangat luas adalah impian ribuan pelajar di Indonesia. Tak heran, jumlah pelajar Indonesia yang melanjutkan kuliah di luar negeri terus meningkat setiap tahun. Menurut organisasi Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional Indonesia, terdapat 50.000 pelajar Indonesia yang belajar ke luar negeri pada tahun 2012 dengan tren pertumbuhan sekitar 20% setiap tahun. Pada tahun 2013, jumlah pelajar Indonesia di Australia sekitar 13.000 orang.

Berikut enam mitos tentang kuliah di luar negeri yang masih diyakini oleh para orang tua Indonesia:


1. Kuliah di luar negeri pasti mahal
Salah satu inovasi penting di industri pendidikan adalah international pathway program yang telah sukses diselenggarakan di banyak negara. Melalui pathway program, Anda tidak hanya dapat menghemat hingga 900 juta rupiah. Anak anda pun akan jauh lebih siap menempuh pendidikan di luar negeri, karena pathway program juga melengkapi mahasiswanya dengan berbagai program pemantapan. Program ini memungkinkan mahasiswa belajar selama satu atau dua tahun di dalam negeri. Satu sampai dua tahun berikutnya, ia dapat melanjutkan kuliah di universitas bergengsi di luar negeri. Dan yang terpenting semua mata pelajaran kuliah yang mereka ambil di Indonesia dapat diterima oleh universitas di luar negeri. Ini karena penyelenggara program pathway tersebut telah membuat perjanjian dengan kampus – kampus ternama di luar negeri.


2. Saat anak saya sakit, administrasi dan biaya rumah sakit di luar negeri bisa merepotkan dan mahal
Banyak negara menyediakan fasilitas kesehatan yang baik dan mudah diakses mahasiswa asing. Di Australia, misalnya, mahasiswa asing wajib mempunyai asuransi kesehatan, disebut Overseas Students Health Cover (OSHC). Karena itu, kenali berbagai opsi tentang asuransi di negara tujuan. Yang tak kalah penting adalah soal bank. Dalam kondisi darurat, anak Anda mungkin membutuhkan uang tunai. Cara terbaik adalah memiliki rekening Bank di domisili negara tersebut.


3. Memantau perkembangan anak di luar negeri pasti sulit.
Meskipun Anda akan terpisah ribuan kilometer dengannya, teknologi akan mendekatkan dan meredam kekhawatiran Anda. Aplikasi video chat seperti Skype akan memungkinkan Anda melihat, berbicara langsung dan jauh lebih murah daripada telepon. Jadwalkan waktu untuk berkomunikasi via Skype, sehingga Anda dapat memantau perkembangan dan aktivitasnya.


4. Anak saya harus sekolah di negara dengan tingkat kriminalitas paling rendah, agar ia dapat belajar dengan aman dan nyaman.
Tenang saja. Kebanyakan kampus di luar negeri memiliki sistem keamanan yang baik untuk melindungi peserta program. Bahkan pemerintah Australia mewajibkan pihak kampus untuk mengantarkan mahasiswanya pulang, jika mahasiswa tersebut tinggal sampai larut malam di area kampus dan membutuhkan bantuan untuk pulang. Orang tua, misalnya, harus rajin mencari informasi tentang keamanan di lingkungan sekitar kampus dan tempat tinggal anak dengan memantau website kampus atau koran lokal. Dan juga memilih tempat tinggal dengan lingkungan yang aman dan nyaman. 


5. Mengurus tempat tinggal anak saat kuliah di luar negeri membutuhkan waktu lama dan biaya besar
Memang tidak semua mahasiswa dapat tinggal di asrama internasional yang disediakan kampus. Tetapi jangan khawatir. Masih banyak opsi lain, seperti homestay (tinggal di rumah warga dengan asal negara yang sama), students lodge (akomodasi di luar kampus yang tersedia untuk mahasiswa internasional) atau apartemen khusus mahasiswa sekitar kampus. Proses aplikasi tinggal di asrama kampus maupun opsi akomodasi yang lain dibuat sangat mudah bagi para mahasiswa internasional. Bahkan sejak mengisi formulir aplikasi universitas, sudah tersedia opsi pilihan akomodasi sehingga Anda dapat merencanakan sejak awal.


6. Proses pengajuan visa untuk sekolah di luar negeri sangat sulit.
Beberapa negara mempunyai proses pengurusan visa yang berbeda, dan yang harus disiapkan, antara lain surat dari kampus yang dituju bahwa anak telah diterima, bukti keuangan yang cukup, Kartu Keluarga, paspor dan dokumen pendukung lain. Dan jika Anda memilih pathway program, maka proses pengajuan visa akan jauh lebih mudah karena akan dibantu sepenuhnya oleh penyelenggara program. Praktis, kan?