Brilio.net - Jogja sebagai suatu provinsi yang menyediakan pendidikan tinggi berkelas membuatnya menjadi pilihan bagi banyak masyarakat Indonesia dari berbagai provinsi di Indonesia untuk menyekolahkan anak-anaknya. Dengan banyaknya mahasiswa pendatang ini maka penyediaan pemondokan pun harus ditingkatkan, sehingga kos-kosan pun menjadi bisnis yang cukup menggiurkan.

Jogja yang dikenal terpelajar dan berbudaya kalau nggak dipertahankan bisa jadi akan tinggal slogan. Budaya asli Jogja jadi sedikit demi sedikit mengalami pergeseran karena adanya budaya dari luar yang dibawa mahasiwa perantauan. Penyikapan masyarakat kepada mahasiswa pendatang yang asalnya sosial oriented bergeser menjadi material oriented.

Belakangan, berkembang kos-kosan bebas yang nggak lagi disertai induk semang ataupun penanggung jawab. Kos bebas adalah kos yang penyewanya bisa keluar masuk tanpa ada batasan jam malam maupun pengawasan dari bapak/ibu kos (induk semang). Ini secara aturan sebetulnya menyalahi, tapi nyatanya masih banyak ditemukan praktiknya di beberapa wilayah tertentu.

Usaha menertibkan usaha kos-kosan mulai digiatkan di Kota Jogja. Dikutip dari sumber lain, Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi Dinas Ketertiban (Dintib) Kota Jogja Totok Suryonoto menyebutkan bahwa pada akhir Januari lalu, Pemkot Jogja sudah merampungkan materi rancangan peraturan daerah (raperda) Pondokan sebagai pengganti Perda Nomor 4/2003 tentang Pondokan. Perubahan baru tersebut di antaranya pemisahan antara pondokan tradisional dengan modern. Selain soal perizinannya, juga dalam praktiknya.

"Pondokan modern ini kan bangunan yang sengaja didirikan untuk usaha kos, sehingga harus beda dengan pondokan tradisional," kata Totok.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Jogja Sujanarko meminta agar pengawasan kos-kosan bisa dijalankan secara maksimal. Terutama keberadan induk semang yang bertanggung jawab terhadap kos-kosan. Jika tidak diawasi secara ketat, dikhawatirkan bisa menjadi citra buruk bagi Kota Jogja.

"Sekarang tinggal bagaimana yang diberi wewenang menjalankan perda," ujar Sujanarko.

Jika perda itu dijalankan dengan baik, maka kos bebas sebetulnya tidak akan ada lagi di Kota Jogja. Peraturan ini juga bisa diadopsi oleh kabupaten lain di provinsi DIY untuk bisa memertahankan kearifan lokal Jogja. Ngikutin tunutan zaman boleh, tapi kearifan lokal tetap dijaga. Jangan sampe Jogja kehilangan budaya aslinya.

Dikutip brilio.net dari Gunarso dalam S Hafsah Budi A, pondokan adalah tempat sementara bagi siswa agar mendapatkan ketenangan dan sukses dalam belajar. Peran induk semang (pemilik kos) sebenarnya tidak kalah pentingnya dengan guru dan orang tuanya sendiri, karena sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap suksesnya pendidikan. Salah satu peran induk semang terhadap anak kos adalah mengupayakan komunikasi efektif agar terjalin ikatan emosional sehingga ada rasa tanggung jawab dan saling menghargai. Melalui komunikasi, orang tua (pemilik kos) dapat memberi pelajaran tentang ilmu hidup kepada anak.

Bali bisa dijadikan contoh pengelolaan kos-kosan yang baik. Sehabis kejadian Bom Bali beberapa tahun lalu, pemilik kos-kosan punya sepakat dengan pemerintah adat. Setiap penghuni kos diharuskan menyerahkan data diri berupa foto dan KTP/paspor sebelum diperbolehkan menginap. Bahkan mereka dianjurkan bikin KTP sementara jika mau stay di dalam selama lebih dari sebulan. Ini diterapkan uuntuk mengantisipasi adanya ancaman teroris.

Usaha kos-kosan nggak cuma diorientasikan sebagai bisnis, tapi perlu juga diperhatikan tentang keamanan diri pemiliknya maupun warga sekitar, juga hubungan sosial penghuni kos dengan pemilik maupun warga sekitar.