Brilio.net - Hemofilia merupakan salah satu penyakit yang masih awam di tengah masyarakat. Hemofilia sendiri merupakan penyakit yang menyebabkan darah sukar membeku. Meski termasuk penyakit langka, penderita hemofilia ternyata bisa dideteksi sejak bayi.

Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia, Prof dr Djajadiman Gatot, SpA, mengatakan penyakit ini diturunkan secara genetik lewat perempuan yang hanya berperan sebagai pembawa sifat atau carrier. Dan penyakit ini ternyata lebih banyak menyerang laki-laki ketimbang perempuan.

"Secara genetika, kromosom manusia terdiri dari dua macam. Laki-laki kombinasi X dan Y, sedangkan perempuan X dan X. Di dalam kromosom X, terdapat instruksi atau kode untuk membuat faktor pembekuan. Namun pada penderita hemofilia, kromosom X menderita kerusakan sehingga tidak memiliki faktor pembekuan darah," ujarnya.

Seorang anak laki-laki bisa terkena hemofilia bila ibunya memiliki sifat bawaan (carrier). Sifat bawaan tersebut didapat dari ayah sang ibu yang juga terkena hemofilia. Dengan demikian hemofilia merupakan penyakit genetik dan tidak menular. Namun penyakit ini juga bisa terjadi karena faktor lain yaitu mutasi gen yang tidak diketahui penyebabnya.

Sayangnya, hingga saat ini pengetahuan mengenai penyakit hemofilia ini masih sangat rendah. Dan kebanyakan orangtua yang datang ke rumah sakit membawa anaknya sudah dalam keadaan yang cukup parah.

Nah, tapi sebenarnya gimana sih, tanda-tanda jika orang terkena hemofilia?

Tanda hemofilia ternyata sudah bisa dilihat dari anak sejak kecil saat mulai belajar duduk, merangkak, dan berjalan. Orangtua perlu waspada jika melihat anaknya mengalami lebam atau memar tanpa sebab yang jelas. Atau tanda tersebut muncul ketika anak terkena benturan yang pelan. Tanda lainnya adalah perdarahan yang tak kunjung usai sehabis cabut gigi, dicubit, atau tergores.

Bertepatan dengan Hari Hemofilia Dunia, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), meluncurkan aplikasi 'Hemofilia Indonesia' berbasis Android yang dikembangkan untuk memudahkan pasien hemofilia dan gangguan perdarahan Iainnya yang tercatat dalam sebuah sistem registrasi nasional.

Dengan aplikasi ini, pasien bisa melakukan sendiri proses registrasi secara Iangsung ke dalam sistem database nasional.

"Setelah data diverifikasi oleh tim HMHI, pasien akan memperoleh Kartu Identitas, yang bermanfaat bagi pasien sebagai identitas diri dan masalah gangguan perdarahan yang disandangnya. Sehingga jika pasien mengalami kejadian gawat darurat di manapun dia berada, dokter atau rumah sakit yang menangani memperoleh informasi mengenai penyakitnya," jelasnya.

Dengan adanya aplikasi ini diharapkan dapat membantu pemerintah dan pemangku kepentingan Iainnya memperoleh data yang akurat, sebagai langkah awal upaya penanganan efektif bagi pasien dengan gangguan perdarahan di Indonesia.

"Fiturnya sangat lengkap. Antara lain memuat data diri pasien dan keluarga, data medis, catatan pendarahan, forum dan penguman terkini terkait pengobatan Hemofilia," ujarnya.

Sementara itu, untuk pertolongan pertama jika terjadi pendarahan pada penderita hemofilia dikenal dengan akronim RICE, terdiri dari Rest, mengistirahatkan bagian tubuh yang terluka, Ice, mengompres bagian luka dengan es yang terbungkus kain selama 5 menit lalu dibiarkan tanpa es selama 10 menit, Compression, membalut bagian sendi atau otot yang terluka dengan perban elastis, dan Elevation, meletakkan bagian yang mengalami luka agar berada di tempat yang lebih tinggi dari posisi jantung. Setelah RICE, hendaknya penderita mendapatkan pertolongan medis sesegera mungkin.