Brilio.net - Menyambut Hari Kesehatan Nasional pada 12 November 2018, pemerintah terus mengupayakan pembangunan kesehatan melalui peningkatan kualitas gizi masyarakat. Dalam pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2018, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa setiap anak Indonesia harus dapat lahir dengan sehat, dapat tumbuh dengan gizi cukup, dan bebas stunting (tumbuh kerdil).
 
Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Dr. drg. Amaliya mengatakan, upaya Pemerintah mengatasi berbagai masalah kekurangan gizi di Indonesia perlu diapresiasi.
 
Dalam rangka meningkatkan gizi masyarakat dan melalui semangat Hari Kesehatan Nasional, kami menilai sangat penting bagi seluruh pemangku kepentingan bersatu dan bekerja sama mengatasi permasalahan gizi di Indonesia. Salah satunya dengan meningkatkan konsumsi susu dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Amaliya di acara Seminar Kesehatan Publik dengan tema ‘Kebaikan Susu sebagai Salah Satu Sumber Gizi Utama Masyarakat Indonesia’, Jakarta pada Rabu (7/11).
 
Menurut Amaliya, susu dan produk olahannya memiliki kandungan protein, lemak, dan vitamin yang sangat dibutuhkan guna mendukung perkembangan seseorang di setiap tahap kehidupan. Namun, konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah.

YPKP © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/@syifa


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2017 hanya berkisar 16,5 liter/kapita/tahun. Angka tersebut terbilang sangat rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Merujuk data dari United States Department of Agriculture (USDA) 2016, konsumsi susu dari negara tetangga di ASEAN lebih besar yakni Malaysia (50,9 liter), Thailand (33,7 liter), dan Filipina (22,1 liter).
 
Sampai saat ini, salah satu yang memberikan andil besar terhadap konsumsi susu di masyarakat adalah susu kental manis. Akan tetapi, pandangan sebagian pihak mengenai susu kental manis terutama menyangkut kandungan gula dan susu masih kurang tepat. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meluruskan anggapan tersebut dengan menerbitkan Peraturan (Perka) Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Peraturan ini mewajibkan label produk susu kental manis mencantumkan keterangan “Perhatikan! Tidak untuk menggantikan air susu ibu; tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan; dan tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.”

Peraturan Nomor 31 tahun 2018 juga menegaskan susu kental manis sebagai produk susu, sejalan dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 tahun 2016 tentang Kategori Pangan.

Dalam aturan tersebut menyimpulkan susu kental manis adalah susu dan konsumsinya perlu memerhatikan aturan BPOM,” kata Amaliya.
 
Direktur Registrasi Pangan Olahan BPOM Anisyah, S.Si., Apt., M.P. berharap, penerbitan Perka BPOM 31/2018 akan menjawab berbagai pertanyaan masyarakat. Sesuai Perka tersebut, susu kental manis merupakan produk susu yang dapat dikonsumsi untuk meningkatkan gizi masyarakat Indonesia. Kendati demikian sama halnya pangan olahan lain, susu kental manis tidak bisa dijadikan satu-satunya sumber gizi. Oleh karenanya, setiap pangan olahan harus didampingi sumber nutrisi lain agar lebih seimbang.
 
Kami sebagai bagian dari pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab untuk memastikan efektivitas National Food Control Systems. Salah satunya melalui pengawasan pre-market evaluation dan post market control, dalam hal ini evaluasi dan verifikasi terhadap sistem keamanan pangan yang diterapkan oleh industri,” ujar Anisyah.