Brilio.net - Film horror yang mengangkat sosok vampir memang sudah banyak menjamur. Vampir digambarkan sebagai makhluk penghisap darah manusia namun takut pada cahaya matahari.

Bahkan ada mitos yang menyebut vampir benar-benar ada pada zaman Yunani kuno. Di setiap negara pun punya nama yang berbeda-beda. Orang Chile menyebutnya peuchen, sedangkan di China mereka dinamakan Jiangshi. Sementara di Skotlandia, sosok ini disebut Baobhan Sith.

Entah dari mana asal mula cerita ini berkembang, hampir sebagian besar karakteristik vampir adalah fiksi. Namun ada satu perilaku vampir yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Sifat vampir yang takut pada sinar matahari ternyata merupakan sebuah kelainan medis yang dinamakan erythropoietic protoporphyria (EPP).

EEP adalah jenis porfiria yang paling umum dan biasanya terjadi pada masa kanak-kanak. Penderita sangat peka terhadap cahaya, sampai terbakar dan melepuh saat terkena sinar matahari.

"Orang dengan EPP menderita anemia kronis, yang membuat mereka merasa sangat lelah dan terlihat sangat pucat dengan peningkatan sensitifitas karena mereka tidak dapat keluar di siang hari," kata Barry Paw, MD, dari Boston Children's Cancer and Blood Disorders Center.

"Bahkan pada hari yang mendung, ada cukup sinar ultraviolet yang menyebabkan terik dan cacat pada bagian tubuh, telinga dan hidung yang terpapar," imbuhnya yang dikutip dari Iflscience, Minggu (10/9).

Seorang pasien disarankan untuk tinggal di dalam rumah selama siang hari dan diberi transfusi darah untuk mengurangi gejalanya. Tapi saat zaman abad pertengahan dan kuno, sebelum pengobatan modern, mereka mungkin menggunakan darah hewan dan hanya keluar pada malam hari untuk meredakan gejalanya.

Sekarang dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences, para periset melaporkan mutasi genetik yang baru ditemukan yang menyebabkan EEP, menunjukkan mekanisme biologis di balik mitos vampir.

"Mutasi yang baru ditemukan ini benar-benar menyoroti jaringan genetik kompleks yang mendasari metabolisme heme," kata Paw, seorang penulis senior di studi tersebut.

"Mutasi kehilangan fungsi pada sejumlah gen yang merupakan bagian dari jaringan ini dapat menyebabkan gangguan yang merusak dan menodai," paparnya.

Selain itu menjadi penjelasan menarik bagi vampir, para periset berharap wawasan ini dapat mengarah pada terapi yang memperbaiki gen yang salah pada orang dengan EEP.

"Meskipun vampir tidak nyata, ada kebutuhan nyata akan terapi inovatif untuk memperbaiki kehidupan orang-orang dengan porphyrias," kata Paw.