Brilio.net - Buat orang Jawa menangkap kilat mungkin hanya bisa dilakukan oleh Ki Ageng Selo. Sementara buat kebanyakan orang, hal itu merupakan kemustahilan, dan karena itu ungkapan "menangkap kilat dalam botol" menjadi perumpamaan untuk melakukan suatu pekerjaan yang hampir tidak mungkin dikerjakan.

Jeffrey Sullivan, yang sehari-harinya memimpin Laboratorium Teknologi Dielektrik GE Research, meragukan ungkapan yang menyiratkan kemustahilan tersebut. Sullivan merupakan spesialis dalam bahan, desain, dan pengujian isolator listrik untuk penerapan industri.

menangkap petir ge reports

Sullivan, bersama-sama dengan Qin Chen, Ibrahima Ndiaye, dan Lili Zhang, pertama kali mencoba merumuskan apa artinya "menangkap kilat dalam botol". Kilat sendiri adalah aliran listrik statik yang tiba-tiba terjadi, biasanya di atmosfer. Tidak seperti arus listrik di kabel yang kita temui sehari-hari misalnya, aliran listrik statik ini hanya berlangsung sebentar dan sangat cepat, dan pada beda potensial yang sangat tinggi. Kilat menghasilkan cahaya dalam bentuk plasma, dan suara (petir). Lalu, bila kita hendak menangkap kilat, sebenarnya apa yang hendak dijaring?

Sullivan dan kawan-kawan memutuskan bahwa menangkap kilat dalam botol berarti menangkap muatan listrik yang meloncat ketika kilat itu terjadi. Muatan listrik bisa disimpan dalam komponen elektronik yang disebut sebagai kapasitor. Namun tidak sembarang kapasitor dapat melakukannya.

Kapasitor tersebut harus cukup cepat untuk dapat menangkap loncatan muatan listrik yang hanya terjadi dalam satu detik, dan dapat menangani tegangan jutaan volt. Dan persyaratan ini ternyata sudah bisa dicapai dengan teknologi yang sudah ada saat ini, yaitu dengan kapasitor dengan lapisan tipis logam (metallized film capacitor).

Tantangan berikutnya yang dihadapi oleh Sullivan dan kawan-kawan adalah mencari kilat itu sendiri. Dan tentunya timnya harus membuktikan bahwa mereka benar-benar berhasil menangkap kilat.

Lagi-lagi ini juga sudah bisa dilakukan. Kilat bisa didapatkan dari laboratorium pengujian kilat, yang menjadi bagian dari pengujian komponen dan model pesawat terbang, bilah turbin angin, dan berbagai item lainnya. Sementara itu sebagai bukti keberhasilan percobaan ini, kapasitor yang bermuatan penuh hasil menangkap kilat akan digunakan untuk menstarter mobil.

Tantangan "menangkap kilat dalam botol" tersebut, merupakan salah satu tantangan dari Unimpossible Mission. Pada musim panas di 2015, GE Global Research Center menerima mandat untuk melakukan tiga pekerjaan mustahil. Dalam beberapa bulan, GRC membentuk sebuah tim unggulan yang terdiri dari insinyur-insinyur ahli dari berbagai macam disiplin ilmu untuk menjawab tantangan tersebut.

Mereka ditugaskan untuk memecahkan Unimpossible Missions berikut ini: menjaga bola salju tetap utuh dalam perjalanan pulang-pergi ke "neraka", mengubah tembok menjadi pendengar yang baik, dan menyimpan kilat dalam botol.

Keberhasilan yang menunjukkan bahwa dengan kreativitas dan kecerdikan, para ilmuwan dan insinyur dari GE bisa memecahkan masalah yang sebelumnya seolah-olah tidak mungkin diselesaikan. Dan ini dilakukan oleh para insinyur GE setiap harinya: melakukan hal-hal yang sekilas terlihat mustahil.

Tentunya kreativitas, imajinasi, dan semangat untuk menghadapi tantangan tidak hanya terbatas pada para karyawan GE saja. Banyak orang memilikinya, meskipun tidak semua bisa punya kesempatan menunjukkan kebolehan.

Didorong oleh semangat untuk menerapkan budaya kreativitas dan inovasi pada generasi muda, GE bermitra dengan NineSigma serta lebih dari 125 universitas teknik terkemuka di dunia untuk mengajak mahasiswa unjuk gigi dalam perlombaan yang diberi nama Unimpossible Missions: University Edition. Perlombaan ini berlangsung pada bulan 2 Mei-15 Juni 2016 lalu.

Di Indonesia, GE telah mengundang para mahasiswa berprestasi dari berbagai universitas ternama di Indonesia, diantaranya Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Institut Teknologi Bandung, Universitas Atmajaya, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Universitas Sumatera Utara dan banyak universitas ternama lainnya.

Perlombaan ini memberikan kesempatan pada mahasiswa menunjukkan imajinasi dan kecerdikannya, untuk bisa mewujudkan hal-hal mustahil, atau hanya dianggap sebagai dongeng seperti kisah Ki Ageng Selo.