Brilio.net - Indonesia merupakan bangsa yang sangat beraneka ragam akan budaya, adat istiadat, agama, suku, ras, dan bahasa. Hal ini membuat Tanah Air menjadi negara yang diberkati keberagaman sosio-kultural terbesar di dunia. Berpegang pada Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti "Berbeda-beda namun tetap satu", masyarakat Indonesia hidup rukun dan bersatu di tengah kondisi yang begitu beraneka ragam.

Sayangnya, beberapa tahun belakangan semangat persatuan tersebut justru semakin luntur di tengah kehidupan masyarakat. Terbukti dengan semakin maraknya konflik-konflik sosial yang dilatarbelakangi permasalahan suku, etnis, dan agama. Perbedaan tersebut kini seakan menjadi momok yang ditakuti. Adanya perbedaan ini, masyarakat Indonesia justru saling membenci, bahkan tak sedikit yang tersulut emosi sehingga bertindak anarkis.

Tak ingin semangat persatuan dalam keberagaman masyarakat kian memudar bahkan musnah, kini banyak orang menggaungkan pesan pentingnya toleransi dan kesadaran menjaga persatuan dari keberagaman yang ada di Indonesia. Di antaranya dalam bentuk karya film.

Di tangan sineas Tanah Air, perbedaan agama, suku dan budaya diolah menjadi karya yang menarik dan sarat dengan kritikan dan pesan. Tema film ini seakan menjadi oase yang menyegarkan di tengah 'panasnya' konflik suku dan agama di Tanah Air.

Nah, berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber, Rabu (14/2), film karya sineas Indonesia yang mengulas tentang keberagaman di Tanah Air.

1. ? (Tanda Tanya).

5 Film ini ceritakan keberagaman di Indonesia, sindir yang suka rasis berbagai sumber

foto: Wikipedia.org

? (Tanda Tanya) merupakan film besutan Hanung Bramantyo yang dirilis pada tahun 2011 silam. Film ini bercerita tentang tiga keluarga yang tinggal di sebuah desa di Semarang, Jawa Tengah, yakni keluarga Tionghoa - Indonesia yang beragama Buddha, pasangan muda beragama Islam, dan seorang ibu muda yang baru saja berpindah agama Katolik dan anaknya yang tetap beragama Islam.

Bertema pluralisme dan mengulas hubungan antaragama di Indonesia, film yang dibintangi oleh Rio Dewanto, Reza Rahadian, Revalina S. Temat serta Endhita ini berhasil mendapat 9 nominasi Festival Film Indonesia 2011 dan memenangkan Piala Citra untuk Sinematografi Terbaik. Film ini menyelipkan pesan tentang toleransi beragama dan kesadaran untuk menjaga keberagaman di Indonesia.

2. Cin(T)a.

5 Film ini ceritakan keberagaman di Indonesia, sindir yang suka rasis berbagai sumber

foto: wikipedia.org

Cin(T)a adalah film Indonesia yang disutradari oleh Sammaria Simanjuntak dan dibintangi oleh Sunny Soon dan Saira Jihan. Film yang diproduksi pada tahun 2009 ini mengambil tema yang kontroversial yakni tentang hubungan percintaan dua anak muda berbeda agama dan suku.

Film ini semakin menarik dengan adanya dialog-dialog seputar agama, Tuhan, dan keyakinan. Nggak heran, film Cin(T)a berhasil memenangkan Piala Citra untuk Skenario Asli Terbaik.

Dalam film ini disisipkan juga beberapa video pendek tentang kisah nyata pasangan berbeda agama yang sudah menikah dan bercerita tentang kehidupan mereka.

3. 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta.

5 Film ini ceritakan keberagaman di Indonesia, sindir yang suka rasis berbagai sumber

foto: wikipedia.org

Setali tiga uang dengan Cin(T)a, film 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta ini juga berkisah tentang asmara lintas agama dan etnik. Film ini bercerita tentang seorang pemuda keturunan Arab beragama Islam yang menjalin kasih dengan gadis Katolik etnik Manado. Konflik mulai muncul ketika hubungan keduanya tak mendapat restu dari orangtua masing-masing.

Film ini mengangkat tema mengenai perbedaan agama dan bagaimana setiap sosok dapat menyikapi perbedaan. Dibintangi oleh Reza Rahadian, Laura Basuki, dan Arumi Bachsin, film 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta merupakan adaptasi 2 novel berjudul "The Da Peci Code" dan "Rosid dan Delia". Dinilai berhasil membuat tema agama dan etnik menjadi tontonan yang segar, film ini diganjar 7 penghargaan dalam ajang Festival Film Indonesia 2010.

4. Ngenest.

5 Film ini ceritakan keberagaman di Indonesia, sindir yang suka rasis berbagai sumber

foto: youtube.com

Film Ngenest: Kadang Hidup Perlu Ditertawakan merupakan film pertama Ernest Prakasa. Film ini diangkat dari trilogi novel berjudul sama buatan Ernest.

Ngenest berkisah soal diskriminasi yang dialami oleh Ernest semasa hidup. Menurut ayah dua anak tersebut, film ini bercerita suka duka dalam hidupnya sebagai pria etnis Tionghoa pada zaman Orde Baru.

Ngenest banyak menampilkan fakta-fakta yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Mulai dari kebiasaan mengejek seseorang karena penampilan fisik hingga kebiasaan menilai sikap seseorang berdasarkan suku ataupun agama mereka. Dengan kata lain, film ini sebenarnya ingin menyentil orang-orang yang sering berlaku demikian namun dalam balutan komedi.

5. Bhinneka.


Sesuai dengan judulnya, film pendek ini mengangkat tema tentang keberagaman di Tanah Air. Film ini menyuguhkan fakta Indonesia menjadi inspirasi bahwa keberagaman adalah dasar dari berdirinya Indonesia yang dapat merdeka hingga saat ini.

Menyuguhkan pesan yang menyentil situasi masyarakat saat ini yang saling membenci karena berbeda suku atau agama, film pendek produksi Underdog Production tersebut diganjar Panasonic Young Film Maker (PYFM) 2017 sebagai pemenang dalam kategori Best Content kategori Online Video, lho.

Gelaran PYFM 2017 sendiri merupakan salah satu wujud komitmen PT Panasonic Gobel Indonesia untuk terus memajukan industri kreatif di Indonesia. PYFM 2017 ini bahkan mendapat antusiasme yang tinggi dari para filmmaker Indonesia. Hal ini terbukti dengan jumlah film pendek dan video online yang ikut serta mencapai lebih dari 350 film.

Nah, selain film Bhinneka, pemenang dari PYFM 2017 dalam kategori online video lainnya ada Happy New Year Again dari Kemana Aja untuk kategori Best Vlog. Serta Say You Never Let Me Go dari Den Dimas untuk kategori People’s Choice Award.

Di kategori Short Movie, film dari Relarugi Foundation bertajuk Amak memenangkan kategori Best Picture. Ada juga film Betoh karya Maul Arta untuk kategori Best Story. Sedangkan untuk kategori Best Cinematography dimenangkan oleh “Segara” produksi Hisstory Films.

Melihat antusiasme filmmaker Tanah Air, juri PYFM 2017 pun akhirnya memberikan tambahan penghargaan “Honoroble Mention” untuk short movie, yakni film Anak Lanang karya Wahyu Agung Prasetyo, Journey of The Wind dari Jastin Film, serta terakhir ada film bertajuk Gudeg Mbah Lindu karya Michael Riswandi.

Nggak cuma itu lho Sobat Brilio, PYFM 2017 juga telah sukses mengadakan roadshow mengenai pembuatan film pendek di enam kota besar di Indonesia, yakni Bandung, Jakarta, Medan, Makassar, Malang, dan Yogyakarta pada tanggal 27 Oktober hingga 9 Desember 2017 lalu. Menarik banget kan pagelaran PYFM 2017 ini? Nah, buat informasi lebih lanjut mengenai kegiatan ini kamu bisa lihat di sini