Brilio.net - Desa Botubarani di Gorontalo kini dikenal luas sebagai salah satu destinasi wisata favorit para pecinta laut. Hiu paus yang kerap muncul di perairan desa ini menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Fenomena tersebut bahkan mendongkrak perekonomian warga setempat yang semula hanya mengandalkan hasil melaut.

Di balik populernya wisata hiu paus di Botubarani, muncul kekhawatiran terkait praktik yang dilakukan untuk mempertahankan kehadiran satwa tersebut. Seorang TikToker dengan akun @anandabhuwana mengungkap adanya praktik memberi makan hiu paus agar hewan itu terus berada di wilayah tersebut. Sorotan ini pun memancing diskusi mengenai dampak jangka panjang bagi ekosistem laut dan kesehatan hiu paus.

Praktik tersebut dinilai bisa mengganggu kebiasaan alami hiu paus yang sejatinya merupakan hewan migrasi. Jika terus dibiarkan, hal ini bisa memengaruhi keseimbangan ekosistem perairan Botubarani. Kekhawatiran itu disampaikan secara gamblang dalam sebuah unggahan video yang viral di media sosial.

Awalnya Anandabhuwana mengomentari sebuah video yang diunggah Prilly Latuconsina saat berinteraksi dengan hiu paus. Dia menyoroti adanya kejanggalan dalam video tersebut yang sempat menuai pujian warganet.

Sisi gelap wisata hiu paus di Botubarani Gorontalo © 2025 TikTok

Sisi gelap wisata hiu paus di Botubarani Gorontalo
TikTok/@anandabhuwana

"Sekilas video dari Prilly ini keren banget, namun ada yang salah dari videonya. Apakah kalian bisa lihat? Terlihat ada percikan air hasil dari seseorang di luar frame yang melemparkan makanan ke arah hiu paus ini. Hiu paus dikasih makan seperti ikan lele," katanya, dikutip brilio.net pada Selasa (17/6).

Dia kemudian menjelaskan latar belakang munculnya praktik wisata hiu paus di Botubarani. Menurut Anandabhuwana, warga setempat awalnya hanya nelayan yang hidup seadanya, hingga akhirnya muncul ide menjadikan hiu paus sebagai daya tarik wisata.

Dia memaparkan bagaimana masyarakat melihat peluang untuk meningkatkan penghasilan dengan menarik wisatawan. Agar hiu paus selalu hadir, muncul kebiasaan memberi makan agar hewan itu betah di perairan tersebut.

"Gue mau bahas tentang itu. Mengapa ini menjadi permasalahan dan apa yang seharusnya dilakukan. Semua berawal dari Desa Botubarani, Gorontalo. Dulunya penduduk di situ merupakan nelayan yang pendapatannya seadanya, namun suatu hari sebuah keajaiban datang ke pada mereka," jelasnya.

Lebih jauh, dia menyoroti risiko ekologis dari praktik memberi makan hiu paus tersebut. Dia menekankan bahwa hiu paus bukanlah hewan jinak dan bisa terjadi gangguan pada perilaku alaminya.

Dia mengibaratkan kondisi ini seperti mengubah kebiasaan berburu satwa liar di habitat aslinya. Perubahan perilaku ini dinilai berpotensi mengganggu ekosistem secara keseluruhan.

"Hiu paus merupakan hewan yang bermigrasi, sehingga menjadi tempat singgah dari hiu paus merupakan sesuatu yang sangat jarang sehingga mereka mengambil kesempatan tersebut. Warga dari Desa Botubarani memasarkan tempat ini sebagai wisata hiu paus," ungkapnya.

Sisi gelap wisata hiu paus di Botubarani Gorontalo © 2025 TikTok

Sisi gelap wisata hiu paus di Botubarani Gorontalo
TikTok/@anandabhuwana

Lebih lanjut dia juga mengulas soal pakan yang diberikan kepada hiu paus, yang tidak sesuai dengan diet alaminya. Pemberian pakan tersebut dianggap berisiko pada kesehatan hiu paus dalam jangka panjang.

Menurutnya, langkah ini memang dilakukan demi kelangsungan pariwisata, namun harus dipikirkan ulang dampaknya. Praktik tersebut dinilai mengandung risiko yang tidak semestinya diambil.

"Di benak mereka, supaya hiu paus ini menetap di daerah Botubarani ya dikasih makan dong supaya setiap hari turis ada. Terus sebagai manusia apalagi yang belum mengerti resikonya langkah yang diambil sangat masuk akal terlebih karena pemasukan dari turisme ini berlipat ganda dari apa yang mereka dapatkan ketika masih menjadi nelayan," jelasnya lagi.

Dia kemudian mengingatkan bahwa dampak buruk dari praktik ini tidak hanya menimpa hiu paus, tapi juga warga Botubarani sendiri di masa depan. Gangguan pada keseimbangan ekosistem bisa berbalik merugikan masyarakat.

Pemberian makan yang tidak tepat dikhawatirkan bisa membuat hiu paus sakit hingga mati. Kehilangan hiu paus berarti kehilangan sumber pendapatan utama warga yang kini bergantung pada pariwisata tersebut.

"Namun ini menjadi masalah untuk hiu pausnya dan ujung-ujungnya juga untuk warga Botubarani. Pertama mereka tidak jinak, mereka hanya dikondisikan ibarat kalian pergi ke safari di Afrika, terus supaya bisa foto-foto sama singa mereka dikasih daging setiap hari itu pasti akan mempengaruhi gaya berburu mereka dan keseimbangan ekosistem di sabana," ucapnya.

"Kedua, udang yang diberikan oleh orang-orang ini bukan sepenuhnya diet natural hiu paus beberapa sumber mengatakan ini ibarat memberikan junk food untuk mereka resiko kesehatan jangka panjangnya masih belum diketahui," lanjutnya.

Anandabhuwana tersebut menyebut tidak setuju jika wisata hiu paus diberhentikan begitu saja. Dia justru mengajak semua pihak mencari solusi agar wisata ini tetap berjalan tanpa merusak ekosistem.

Ia berharap ada perbaikan bersama agar wisata hiu paus tetap memberi manfaat tanpa risiko jangka panjang. Kesempatan untuk memperbaiki kebiasaan ini dinilai masih terbuka lebar.

Sisi gelap wisata hiu paus di Botubarani Gorontalo © 2025 TikTok

Sisi gelap wisata hiu paus di Botubarani Gorontalo
TikTok/@anandabhuwana

"Supaya jelas gue juga nggak setuju wisata hiu paus di Botubarani itu diberhentikan. Warga Botubarani sudah bergantung kepada atraksi turisme ini sebagai penghidupan mereka, tapi menurut gua perlu dibenahi bersama-sama karena kita nggak tahu dampak jangka panjangnya dari praktik seperti ini tuh apa," tegasnya.

DIa pun menyoroti sikap publik figur yang seharusnya bisa memberi contoh baik dalam mendukung konservasi. Sebagai duta konservasi, dia menilai Prilly seharusnya bisa lebih menyuarakan praktik wisata yang ramah lingkungan.

Menurutnya, wisata hiu paus bisa tetap berjalan tanpa harus memberi makan, seperti yang dilakukan di negara lain. Dia mencontohkan wisata hiu paus di Australia yang tetap sukses tanpa praktik memberi pakan.

"Gua agak kecewa karena Prilly menjadi duta konservasi hiu paus oleh konservasi Indonesia seharusnya ia menyuarakan ini dan sadar akan hal ini. Banyak kok cara lain untuk menikmati wisata hiu paus. Contohkan saja di Australia, di mana wisata hiu paus dilakukan dengan policy, no feeding, no touching. Strict distances dan limited tourists tapi dengan semua larangan itu. masih bisa menghasilkan industri yang jutaan dolar. We can do better," tutupnya.