Brilio.net - Suasana berduka menyelimuti Universitas Udayana (Unud) setelah seorang mahasiswa Fakultas Sosiologi berinisial TAS (22) ditemukan tergeletak di halaman depan Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada Rabu (15/10). Mahasiswa asal Cimahi, Jawa Barat, itu sempat dilarikan ke RSUP Prof. Ngoerah Denpasar, namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal, pukul 13.03 Wita.

Beberapa hari setelah insiden tersebut, media sosial dihebohkan dengan beredarnya tangkapan layar percakapan grup mahasiswa Unud. Dalam percakapan itu, sejumlah mahasiswa menuliskan komentar yang dianggap tidak pantas dan menunjukkan kurangnya empati terhadap korban, sehingga menuai reaksi keras dari publik kampus.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Perencanaan sekaligus Plt Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Informasi FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, menyatakan pihak fakultas telah menjatuhkan sanksi akademik kepada mahasiswa yang terlibat.

“Tadi saya sudah sampaikan kepada kaprodi. Saya akan menulis surat kepada yang bersangkutan agar diberikan sanksi pengurangan nilai softskill dan itu hanya terbatas pada satu semester,” ujarnya, kemarin. 

Selain pengurangan nilai, mahasiswa yang bersangkutan juga diwajibkan membuat surat pernyataan dan video permintaan maaf sebagai bentuk tanggung jawab moral. “Membuat surat pernyataan, mengakui itu. Karena buktinya terlalu otentik ada screenshot-nya. Untuk memperbaiki situasi,” tambahnya seperti dikutip brilio.net dari Liputan6.com, Sabtu (18/10).

Anom menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari proses pembinaan agar mahasiswa belajar menghormati etika komunikasi di ruang publik. “Sanksi ini bukanlah ekspresi kebencian kami sebagai seorang pimpinan. Kami ini seorang guru, tugasnya mendidik,” ujar Anom menegaskan.

Ia juga mengungkap bahwa almarhum TAS diketahui memiliki riwayat gangguan kesehatan mental sejak duduk di bangku SMP dan sempat menjalani terapi psikologis. Namun, terapi tersebut tidak berlanjut hingga masa kuliah karena TAS menolak melanjutkan penanganan.

“Menurut penuturan ibunya, almarhum TAS memiliki masalah kesehatan mental sejak SMP dan sudah mendapatkan penanganan psikologis dari konselor, ada terapinya. Lanjut sampai dengan SMA, hanya saja yang bersangkutan (TAS) menolak untuk mendapat terapi lanjutan,” jelas Anom.

Sementara itu, Humas Universitas Udayana, Dewi Pascarani, menyampaikan bahwa pihak universitas telah mengadakan rapat koordinasi bersama FISIP, DPM, himpunan mahasiswa, serta pihak-pihak yang terlibat dalam percakapan viral tersebut. Dewi memastikan, isi percakapan yang beredar dibuat setelah korban meninggal dunia, bukan sebelumnya.

“Dengan demikian, ucapan nirempati yang beredar di media sosial tidak berkaitan atau menjadi penyebab almarhum menjatuhkan diri dari lantai atas gedung FISIP,” ungkapnya.

Lebih lanjut, hasil rapat tersebut akan diteruskan ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) Unud untuk penyelidikan dan penanganan lebih lanjut sesuai aturan hukum. Dewi menegaskan bahwa universitas mengecam segala bentuk ujaran kebencian dan tindakan nir-empati di ruang digital.

“Universitas Udayana mengecam keras segala bentuk ucapan, komentar, atau tindakan nirempati, perundungan, kekerasan verbal, maupun tindakan tidak empatik, baik di dunia nyata maupun di ruang digital,” tegasnya.

Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, turut menyampaikan rasa duka mendalam atas kepergian TAS. Ia menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang aman, mendidik, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. “Universitas akan menindak tegas setiap pelanggaran yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan akademik,” ucapnya.

Dari sisi kepolisian, Kasi Humas Polresta Denpasar Kompol I Ketut Sukadi menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung sekitar pukul 09.00 Wita di depan koridor Gedung FISIP. “Benar, korban seorang mahasiswa Unud jatuh dari lantai empat Gedung FISIP. Korban sempat dibawa ke RSUP Prof. Ngoerah, namun kemudian dinyatakan meninggal dunia,” katanya.

Dari keterangan saksi, TAS sempat terlihat panik sebelum terjatuh dan meninggalkan sepasang sepatu di lantai empat. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan korban mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuh serta pendarahan organ dalam.

Meski sempat sadar saat tiba di rumah sakit, kondisinya terus memburuk hingga akhirnya meninggal dunia. Pihak keluarga menyatakan telah mengikhlaskan kepergian TAS dan tidak menempuh jalur hukum.

“Keluarga sudah membuat surat pernyataan resmi untuk mengikhlaskan kepergian korban. Dari keterangan ibu korban, beberapa bulan terakhir memang ada perubahan perilaku pada anaknya,” tutup Sukadi.