Brilio.net - Kabar terbaru datang dari Kota Yogyakarta yang tengah menghadapi lonjakan kasus leptospirosis pada 2025. Beberapa sumber menyebutkan, hingga akhir Juni, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat sebanyak 18 kasus leptospirosis dengan 5 orang meninggal dunia akibat penyakit yang dikenal juga sebagai penyakit kencing tikus ini. Pemerintah setempat pun telah mengeluarkan Surat Edaran kewaspadaan leptospirosis dan Hantavirus sebagai langkah antisipasi untuk mencegah penyebaran lebih luas.
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang biasanya ditularkan melalui urin tikus yang terinfeksi. Penyakit ini sering muncul di musim hujan atau di lingkungan yang kurang higienis, sehingga risiko penularannya semakin tinggi di daerah rawan banjir atau yang memiliki sanitasi buruk. Gejala awal leptospirosis seringkali tidak spesifik dan mudah disalahartikan, seperti demam tinggi, nyeri otot terutama di betis dan paha, sakit kepala, mata merah, hingga diare. Kondisi ini menyebabkan banyak pasien terlambat mendapatkan penanganan medis sehingga berujung pada komplikasi serius seperti gagal ginjal dan bahkan kematian.
BACA JUGA :
Kenali stroke hemoragik, pendarahan otak serius seperti yang dialami suami Najwa Shihab
Untuk mengantisipasi penyebaran leptospirosis, masyarakat diimbau untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Beberapa langkah pencegahan yang efektif meliputi menghindari kontak langsung dengan air atau tanah yang terkontaminasi urin tikus, menggunakan alas kaki saat beraktivitas di area basah, menyimpan makanan dan minuman dengan aman, serta membasmi tikus dan menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, fasilitas kesehatan di Yogyakarta juga diminta meningkatkan kemampuan deteksi dini melalui Rapid Diagnostic Test (RDT) dan pelatihan petugas kesehatan agar kasus dapat terdeteksi lebih cepat dan ditangani dengan tepat.
Apa itu leptospirosis dan bagaimana penularannya?
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang hidup di ginjal hewan seperti tikus, anjing, sapi, dan babi. Bakteri ini keluar bersama urin hewan yang terinfeksi dan dapat bertahan di air atau tanah selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Manusia dapat tertular jika kulit yang terluka atau selaput lendir seperti mata, hidung, atau mulut bersentuhan dengan air atau tanah yang terkontaminasi. Risiko tertular lebih tinggi bagi mereka yang bekerja di lingkungan basah, peternak, atau yang tinggal di daerah rawan banjir.
Gejala leptospirosis yang harus diwaspadai
Gejala leptospirosis sangat bervariasi dan seringkali mirip dengan penyakit lain, sehingga mudah terabaikan. Beberapa gejala awal yang umum muncul meliputi:
BACA JUGA :
Brando Susanto diduga meninggal karena jantung, kenali apa itu silent heart attack?
- Demam tinggi dan menggigil
- Sakit kepala
- Nyeri otot, terutama di betis dan paha
- Mual, muntah, dan diare
- Mata merah dan iritasi
- Nyeri perut
Jika tidak segera ditangani, infeksi dapat berkembang menjadi bentuk berat yang disebut sindrom Weil, yang ditandai dengan kulit dan mata menguning (jaundice), sesak napas, batuk berdarah, penurunan jumlah urine, hingga kerusakan organ dalam yang mengancam jiwa.
Langkah pencegahan efektif untuk melindungi diri dan keluarga
Mencegah leptospirosis sangat penting, terutama di daerah yang rawan. Berikut beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan:
- Hindari berenang atau berendam di air yang mungkin terkontaminasi urin hewan
- Gunakan sepatu dan pakaian pelindung saat beraktivitas di area basah atau kotor
- Simpan makanan dan minuman dalam wadah tertutup dan bersih
- Segera bersihkan luka terbuka dengan pembalut tahan air
- Lakukan pengendalian dan pemberantasan tikus secara rutin di lingkungan sekitar
- Minum hanya air yang sudah direbus atau diolah dengan baik
Menanggapi lonjakan kasus ini, Pemerintah Kota Yogyakarta bersama Dinas Kesehatan telah meningkatkan kewaspadaan dengan menyusun Surat Edaran kewaspadaan leptospirosis dan Hantavirus yang sedang dalam proses penandatanganan. Selain itu, fasilitas kesehatan didorong untuk meningkatkan kemampuan deteksi dini melalui Rapid Diagnostic Test (RDT) dan pelatihan petugas kesehatan. Dinas Lingkungan Hidup juga memperkuat pengelolaan sampah agar tidak menjadi sumber makanan bagi tikus, yang merupakan vektor utama penyebaran penyakit ini.
Masyarakat diimbau untuk tidak panik, tetapi tetap waspada dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala-gejala yang mencurigakan. Penanganan yang cepat dan tepat dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah komplikasi serius akibat leptospirosis.