Brilio.net - Pembatasan usia di internet bukan hal baru, tapi kini jadi perhatian besar di banyak negara. Tekanan datang dari berbagai sisi: pemerintah, orang tua, sampai aktivis perlindungan anak. Tujuannya jelas: mengurangi paparan konten sensitif dan menjaga remaja tetap aman saat berselancar di dunia maya.
YouTube, sebagai salah satu platform video terbesar di dunia, ikut ambil peran. Bukan cuma karena tuntutan regulasi, tapi juga demi menciptakan pengalaman yang lebih sehat bagi pengguna muda. Apalagi sejumlah negara seperti Inggris, Australia, Prancis, hingga AS mulai menerapkan aturan ketat soal verifikasi usia.
BACA JUGA :
Google umumkan deretan iPhone dan iPad ini sudah tidak lagi bisa akses YouTube, ada punyamu?
Di AS, 13 negara bagian sudah punya aturan soal pembatasan akses sosial media untuk remaja. Sementara di Inggris, sejak 25 Juli 2025, semua pengguna wajib verifikasi umur dengan ID resmi. Australia bahkan sempat mengizinkan YouTube jadi pengecualian, tapi mencabutnya pada akhir Juli 2025.
Makin banyak negara bikin aturan, makin besar pula tekanan untuk platform seperti YouTube buat bertindak lebih serius.
Seperti apa pembahasannya? Yuk simak di bawah ini bersama brilio.net, Selasa (5/8).
BACA JUGA :
7 Makanan yang dijajal IShowSpeed saat live streaming di Indonesia, langsung melek minum beras kencur
YouTube Pake AI, Bukan Cuma Lihat Tanggal Lahir
YouTube mulai menguji sistem baru buat menebak usia pengguna pakai teknologi AI. Bukan berdasarkan tanggal lahir yang diisi waktu bikin akun, tapi lewat analisis kebiasaan pengguna.
Beberapa hal yang dipertimbangkan: riwayat tontonan, lama akun dibuat, dan jenis konten yang sering diakses. Dari situ, sistem akan memperkirakan apakah pengguna termasuk remaja di bawah umur atau bukan.
Kalau terdeteksi masih di bawah 18 tahun, perlindungan standar bakal langsung aktif. Fitur seperti iklan non-personal, pengingat waktu nonton, hingga pembatasan autoplay otomatis diberlakukan. Akses ke video dengan batasan usia juga ditutup.
Yang merasa sistemnya keliru, masih bisa ajukan banding. Cukup unggah identitas resmi, kartu kredit, atau swafoto buat verifikasi. Tapi jika merasa keberatan, YouTube tak akan langsung blokir akun. Akses umum tetap dibuka, hanya konten terbatas yang dikunci.
Antara Proteksi dan Risiko Privasi
Langkah YouTube ini bikin dua kubu. Satu sisi, banyak yang anggap penting demi keamanan anak. Tapi di sisi lain, kekhawatiran soal data pribadi makin besar.
Sistem verifikasi seperti ini berarti ada potensi pengumpulan data sensitif. Banyak pihak waspada karena kasus kebocoran data makin sering terjadi. Di Indonesia sendiri, isu ini bukan hal baru. Apalagi kalau data itu sampai disalahgunakan untuk pinjaman online ilegal atau pemesanan barang berbahaya.
Contoh paling nyata datang dari aplikasi kencan khusus perempuan, Tea. Meski janjikan foto ID akan dihapus, ribuan data pengguna sempat bocor dan disebar setelah serangan siber.
Itulah mengapa pengawasan dan transparansi mutlak dibutuhkan. Inovasi tetap perlu, tapi perlindungan data harus jadi pondasi utamanya.
foto: Shutterstock.com
Meski bukan pionir seperti Meta yang lebih dulu mengadopsi sistem serupa, langkah YouTube tetap dianggap radikal. Tak sedikit yang menilai kebijakan ini bakal berdampak ke kreator juga, terutama dalam hal pendapatan. Iklan non-personal berarti potensi penghasilan turun.
Protes pun bermunculan, terutama dari forum-forum komunitas online. Banyak pengguna yang merasa keberatan dan khawatir soal keamanan serta pengalaman yang makin dibatasi.
Meski begitu, YouTube yakin langkah ini penting demi menciptakan ekosistem yang lebih sehat untuk generasi muda. Peluncuran fitur ini pun dilakukan bertahap, dimulai dari sebagian kecil pengguna di AS.