Brilio.net - Harus diakui jika masih ada orang yang menganggap suatu keterbatasan itu menjadi penghalang segala sesuatu. Hal itu juga yang pernah dialami Anjas Pramono (17), siswa SMA 2 Kudus. Ia sudah terbiasa dengan cemoohan karena dirinya tak bisa beraktivitas seperti temannya yang lain.

Sejak SMP, aktivitas Anjas bergantung dengan kursi roda. Baru satu tahun ini ia mengganti kursi rodanya dengan tongkat. Penyakit Osteoporosis Imperfekta membuat pengerasan tulang kakinya menjadi telambat. Kakinya itu baru bisa dioperasi setelah ia berumur 17 tahun.

Meskipun berprestasi dan selalu juara kelas, Anjas jarang sekali didelegasikan sekolah dalam berbagai perlombaan. Hal itu membuat ia merasa down. Tapi diterimanya dirinya di kelas unggulan SMA 2 Kudus membuatnya mencoba bangkit. Ia terpilih menjadi satu satu siswa yang akan digembleng untuk ikut berbagai kompetisi.

"Untung saja saya mendapatkan lingkungan yang mendukung dan tidak memaksa saya untuk jadi ini dan itu. Jadi tantangan saya untuk membuktikan kemampuan saya kepada lingkungan," cerita Anjas kepada brilio.net, Selasa (28/7).

Kini Anjas mulai bisa membuktikan kepada lingkungan bahwa keterbatasan yang dimilikinya tak turut membatasi kemampuannya. Ia baru-baru ini menjadi leader tim Indonesia pada ajang International Science Enterprise Challenge (ISEC) 2015 yang bersaingan dengan negara-negara asing. Anjas juga merupakan salah satu delegasi dalam Mathematic Olympiad 2014 di Singapura. "Setelah saya membawa nama Indonesia di kancah Internasional, mereka malu lagi untuk mencaci dan meremehkan saya," cerita Anjas yang hingga kini harus diantar-jemput ayahnya untuk berangkat ke sekolah.