Brilio.net - Setiap orang memiliki kisah perjalanan hidup sendiri. Segala macam kisah, baik itu gembira maupun sedih, memberikan pelajaran tersendiri bagi orang bersangkutan. Seperti yang dikisahkan Rahmat Tullah (24) asal Kabupaten Pidie, Aceh ini misalnya.

Terlahir di lingkungan keluarga petani yang bukan bertujuan mencari untung, melainkan untuk menyambung kehidupan, membuatnya bersemangat mengenyam pendidikan lebih tinggi. Sebagai anak terakhir dari tujuh bersaudara, Rahmat ingin seperti kedua kakak laki-lakinya yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Selepas lulus SMA, Rahmat merantau kuliah di jurusan Ekonomi Pembangunan di perguruan tinggi negeri tertua di Banda Aceh, Aceh, Universitas Syiah Kuala. Namun sayangnya, saat hendak sidang skripsi, sang ayah meninggal dunia pada usia 80-an tahun. Berselang 100 hari berikutnya, pada bulan Februari 2013, sang ibu yang berusia sekitar 60-an tahun menyusul kembali pulang ke pangkuan Tuhan. Kepergian dua orang kesayangan itu sontak membuat Rahmat rapuh. Dia sangat terpukul dengan peristiwa itu.

"Sebagai anak terakhir, saya merasa masih haus kasih sayang orangtua," katanya kepada brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa ke 0-800-1-555-999, Selasa (12/1).

Kepergian orangtuanya, membuat Rahmat merasa begitu kehilangan saat menjalani proses wisuda. Meskipun kakak-kakaknya datang saat wisuda, tak lengkap rasanya tiada orangtua mendampingi. Padahal dia ingin menunjukkan kesuksesannya menyelesaikan kuliah kepada kedua orangtuanya.

Namun begitu, Rahmat tak terus terpuruk. Dia melanjutkan hidup. Selesai wisuda pada tanggal 28 Agustus 2013, pada hari yang sama dia dengan empat orang kawannya berangkat ke Medan, Sumatera Utara, untuk menjalani tes perekrutan karyawan sebuah bank ternama milik negara. Tiga di antaranya, termasuk Rahmat, datang untuk tes, sementara seorang kawannya tidak mengikuti tes karena masih belum merampungkan studi. Sayang, Rahmat belum berkesempatan lolos di bank tersebut.

Selain mencoba peruntungan di bank, Rahmat juga mencoba mendaftar ke perusahaan keuangan swasta. Sayang, keberuntungannya juga bukan di sana. Namun dia terus berusaha melamar pekerjaan baik swasta maupun lembaga pemerintah. Tapi tak jua ada panggilan untuknya.

"Sebenarnya kami ingin berwirausaha, tapi karena tidak ada modal dan keuangan juga tak mapan, maka kami memutuskan cari pekerjaan saja dulu. Mau minta bantuan saudara juga, mereka sudah punya keluarga sendiri, tak mungkin merepotkan," lanjut Rahmat yang selalu menggunakan kata 'kami' untuk menunjuk 'aku' dirinya sendiri.

Sekali pun sering gagal melamar pekerjaan, Rahmat tak berputus asa. Pada bulan Oktober 2014, dia mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi umum di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Mengingat jarak antara kampung halamannya di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Pidie Jaya hanya sekitar setengah jam perjalanan menggunakan motor atau mobil pribadi, Rahmat menjajal kembali keberuntungannya. Tak nyana dia diterima di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Pidie Jaya, tepatnya pada Januari 2015.

Barulah pada bulan September 2015, Surat Keputusan (SK)-nya turun. Sekarang ini, Rahmat sedang menunggu pra jabatan (prajab) yang menurutnya akan diselenggarakan pada bulan April atau Oktober 2016.

"Saya sangat bersyukur dengan anugerah ini (diterima CPNS). Saya menyadari bahwa perjuangan itu butuh kesabaran. Saya juga percaya bahwa rencana Allah itu tidak pernah kita duga tapi selalu baik. Misalnya kita pikir A, Tuhan ngasih B yang ternyata lebih tinggi dari yang kita harapkan," ujar Rahmat mengakhiri cerita.

Cerita ini disampaikan oleh Rahmat melalui telepon bebas pulsa brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!