Brilio.net - Sebuah perkampungan di Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, memiliki tradisi arsitektur unik yang masih dipertahankan hingga kini.

Pemukiman yang dikenal dengan nama Kampung Mahmud ini memiliki aturan adat yang melarang penggunaan kaca pada bangunan rumah warga. Larangan tersebut telah diberlakukan sejak masa penjajahan Belanda.

kampung mahmud © 2025 YouTube

Rumah-rumah di Kampung Mahmud, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
© 2025 YouTube/Kang Hardi

"Adanya seperti ini. Dari dulu leluhur enggak boleh (pakai kaca) jadi jendelanya pakai kayu," ungkap salah satu warga sebagaimana dikutip brilio.net dari kanal YouTube Kang Hardi, Senin (16/6).

Sebagian besar rumah di Kampung Mahmud berbentuk rumah panggung yang berdiri berkelompok dalam satu area. Material bangunan yang digunakan pun didominasi oleh kayu dan bambu sebagai bilik utama.

Keunikan lainnya, Kampung Mahmud pernah dijuluki sebagai lokasi persembunyian paling aman di era kolonial. Hal ini dikarenakan struktur rumah tanpa kaca dianggap lebih aman dari potensi serangan musuh.

kampung mahmud © 2025 YouTube

Rumah-rumah di Kampung Mahmud, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
© 2025 YouTube/Kang Hardi

"Dulu zaman Belanda waktu zaman perang, soalnya kalau ada goncangan atau apa kaca pecah ada suara bising nanti Belanda nyerang. Jadi di sini kampung paling aman buat tempat persembunyian," tutur seorang warga dalam video.

Sejarah juga mencatat bahwa nama “Mahmud” berasal dari bahasa Arab Mahmuudah, yang memiliki arti puji. Namun, dalam konteks lokal Sunda, kata tersebut dimaknai sebagai reueus (bangga) dan deudeuh (kasih sayang penuh keikhlasan), bukan sekadar "terpuji".

Kawasan ini dulunya terletak di delta Sungai Citarum yang berupa rawa-rawa labil, dengan ketinggian tanah lebih rendah dibanding wilayah sekitarnya.

kampung mahmud © 2025 YouTube

Rumah-rumah di Kampung Mahmud, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
© 2025 YouTube/Kang Hardi

Dalam perkembangannya, aliran Sungai Citarum lama diluruskan dan ditimbun untuk membentuk sungai baru. Perubahan tersebut menjadikan Kampung Mahmud sebagai pusat pembelajaran spiritual Islam yang cukup dikenal di Tatar Sunda.

Di masa lalu, sejumlah aturan adat juga diberlakukan secara ketat, seperti larangan memiliki radio, memelihara angsa, menggali sumur, hingga menyelenggarakan pertunjukan yang melibatkan gamelan dengan alat musik gong.

Larangan-larangan tersebut menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun dan masih dihormati oleh masyarakat setempat hingga saat ini.