Brilio.net - Berbuat baik terhadap sesama memang tak peduli siapa dan apa latar belakang kita. Selama kita mempunyai niat yang baik, maka hal-hal yang baik pun bisa kita lakukan untuk membantu orang lain.

Hal itu dibuktikan oleh Rama Philips. Pria asal Ponorogo, Jawa Timur itu sembilan tahun yang lalu sempat merasakan menjadi orang yang terbuang lantaran berprofesi sebagai pemulung. Kini, ia melakukan hal yang begitu mulia. Rama mengelola tempat penampungan lansia yang kini dihuni lebih dari 100 orang.

Dilansir brilio.net dari liputan6.com, Jumat (19/7), kepedulian Rama terhadap lansia dan Orang dengan Gangguan Jiwa (OdGJ) bukan tanpa sebab, ia telah merasakan betapa sulitnya untuk bangkit dari permasalahan.

"Saya pernah merasakan tinggal di kontrakan 4 kali 6. Bahkan saya juga harus kehilangan istri pertama saya tahun 2011," katanya.

Dari situ, dirinya bangkit, karena masih mempunyai satu tanggungan anak. Ia pun mencoba menekuni usaha memperbaiki lampu.

Kehidupannya berubah 100 persen, ketika ada konsumennya memperkenalkan usaha batu akik. Dengan modal Rp 80 ribu pada 2015, Rama berangkat ke Sawoo mencari batu yang bisa diubah menjadi akik. Saat itu jenis batunya kaseldon.

"Saya membeli bongkahannya. Lalu saya potong-potong ecil-kecil saya jual. Dari 80 ribu menjadi 4 juta," katanya.

Tidak sampai di situ, dia terus mengembangkan usaha batu akiknya. Hingga terakhir bisa berkembang menjadi Rp 486 juta. "Langsung saya investasikan tanah, rumah dan lain-lain," katanya.

Rama kemudian menceritakan awal mula dirinya memutuskan untuk mengurus lansia di rumah singgah yang ia dirikan. Saat di tengah-tengah menjalankan jual beli akik, ia bertemu dengan seorang tapi masih menjadi kuli panggul. Ia pun berbincang dengan lansia tersebut.

kisah pemulung © 2019 brilio.net

"Saya tanya, ternyata eks transmigran, istrinya meninggal dan tidak punya anak. Mbah itu kembali ke Ponorogo ke keponakannya. Rupanya dia juga diusir dari rumah dan harus kerja keras dan tinggal di sebuah gubug seadanya," bebernya.

Merasa iba, akhirnya Rama memutuskan untuk menampung lansia tersebut.

"Ya saya teringat nasib saya waktu jadi pemulung. Keluarga juga setuju menampung," terangnya.

Dari situ, Rama kemudian menemukan lansia-lansia lain, hingga sekarang menjadi 100-an orang yang ada di rumahnya.

"Jadi bisnis akiknya melesat kemudian redup, tapi ini amanah dari Tuhan. Ya saya tampung juga. Ya alasannya saya pernah seperti mereka," jelasnya.

 Saat ini, Akik sudah tidak hits seperti dulu. Rama pun banting stir bisnis berbagai macam plastik. Pernah juga, satu hari tidak ada uang untuk memberikan makan tuna wisma yang dirinya tampung.

"Tapi Tuhan Maha Baik. Pasti ada pertolongan. Ada orang datang memberikan sumbangan atau lainnya," tegasnya.

Selama mengurus para lansia, Rama telah mengalami berbagai kisah mengharukan. Ia menceritakan bahwa ada anak yang sengaja datang ke rumahnya untuk menitipkan bapak atau ibu nya. Sepekan kemudian kembali, si anak bukan mengambil justru membawa surat izin telah menjual rumahnya.

"Ya akhirnya saya tampung. Saya anggap orang tua sendiri. Banyak kejadian serupa karena warisan lalu dipasrahkan ke saya," bebernya.

Ada pula lansia yang dibawa ke rumah singgah dalam kondisi tak sehat. Sepekan kemudian ia meninggal dunia.

"Banyak yang seperti itu. Sempat 2 pekan itu yang meninggal 10 orang. Kami bukan rumah sakit, jadi tidak bisa berbuat banyak," terangnya.

kisah pemulung © 2019 brilio.net

Kini, lanjut ia, sudah melakukan MOU dengan 4 Dinas Sosial (Dinsos), yaitu Dinsos Kabupaten Ponorogo, Magetan, Madiun, dan Trenggalek. Selama ada lansia ada tuna wisma yang digaruk kemudian dikirim ke rumah singgah.

Namun sayang, hingga kini MOU nya hanya sekedar jika ada tuna wisma dikirimkan, tidak untuk membantu. "Malah yang bantu bangunan kemenkumham kemarin itu," terangnya.

Tetapi Rama tidak pernah meminta, karena banyak donator berdatangan. Bahkan sekarang sudah ada 4 rumah lansia yang ada di bawah naungannya. Empat rumah itu di dua di Kabupaten Ponorogo, satu di Kabupaten Tulungagung, dan satu lainnya di Kabupaten Blitar.