Brilio.net - Baru-baru ini kisruh proyek e-KTP menjadi topik perbicangan hangat di masyarakat. Bagaimana tidak, dana proyek itu dikorupsi dengan angka yang fantastis.

Bahkan korupsi proyek pengadaan e-KTP itu menyeret puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014. Mereka disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.

Tergeltik dengan kisruh terkait kartu tanda penduduk itu, salah seorang netizen bernama Ibrahim Kholilul Rohman menuliskan perbandingan antara KTP di Indonesia dengan di Swedia.

postingan nasib ktp © 2017 brilio.net

Catatan panjangnya yang berjudul "NASIB KTP" itu diunggahnya di akun Facebook. Begini isinya:

"Alhamdulillah, dalam perjalanan kehidupan saya, saya pernah menapaki salah satu bumi Allah yang paling utara: Swedia, negara yang begitu indah, teratur, aman dan nyaman. Tidak sangat lama, hanya lima tahun saja, namun sangat membekas dalam ingatan saya.

Salah satu (dari banyak hal) yang paling saya kagumi adalah: integrated database kependudukan. Saya masih ingat personnummer (PN) saya (801116XXZZ) –sangat handy dan mudah diingat: enam digit angka pertama adalah tahun dan tanggal lahir, empat angka selanjutnya random.

Angka itu yang melekat pada saya, kapanpun, di manapun saya berada dan untuk SEMUA urusan administrasi. (SEMUA means semuanya: pendidikan, pendidikan anak, perbankan, kesehatan, perpajakan, perpustakaan, transportasi, pos, semuanya!!)

Mau tahu nikmatnya memiliki database kependudukan dengan basis yang komprehensif dan terintegrasi?

1. Saya kuliah tidak memerlukan nomor induk mahasiswa, PN-saya juga adalah nomor mahasiswa.

2. Membuka account bank, 10 menit saja. Sedikit sekali form yang harus saya isi, karena semua data (minimal data awal, nama, alamat ada di PN).

3. Ke dokter? Gak perlu bawa surat janjian dokter. Cukup sebutkan PN, akan terlihat kapan, dimana dengan siapa kita bertemu.

4. Ke apotik? Tiada perlu resep dokter, dari rumah sakit, rujukan obatnya terintegrasi cukup sebutkan PN ke apoteker, obat akan diberikan sesuai apa yang diresepkan dokter di sistem

5. Istri hamil, melahirkan, semua riwayat kehamilan di pemeriksaan puskesmas, akan muncul di rumah sakit menjelang delivery, lagi-lagi hanya dengan..PN. Sama halnya kalau kita harus memerlukan bertemu dengan banyak dokter untuk penyakit yang berhubungan, dengan melihat PN, dokter A bisa melihat riwayat penyakit saya dari dokter B, dst.

6. Minta kopian kartu keluarga di kantor pajak? Mungkin beberapa menit saja, cukup sebutkan PN.

7. Tax declaration, bisa pakai SMS, cukup sebutkan PN. (Berikut beberapa manfaat pada sedikit berhubungan dengan high level policy)

8. Kemarin saya bertemu seorang pejabat Kementrian Komunikasi Swedia, beliau memberikan remark: “saat ini di Swedia tinggal 200 rumah saja yang tidak terhubung broadband, dan kami tahu persis siapa-siapa, dan di mana mereka”, karena? Data PN! Policy menjadi begitu mudah.

9. Saya sharing ruangan dengan seorang peneliti dari Denmark ketika bekerja di Komisi Eropa selama tiga tahun. Dia cerita, di Denmark pemerintah tidak perlu tiap waktu melakukan survey rumah tangga (kalau di Indonesia SUSENAS misalnya), karena? Data PN! Semua data link di sana. Bayangkan penghematannya.

Saya tidak muluk-muluk bahwa program eKTP Indonesia akan bisa secanggih di negara-negara Scandinavia. Tapi MINIMAL seharusnya uang sebanyak itu bisa menjadi milestone yang kuat untuk database kependudukan.

Ironisnya, negara-negara Eropa jumlah penduduknya sedikit, sehingga kebijakan pemerintah relatif efektif. Kerapihan administrasi ini yang justru seharusnya bisa dimaksimalkan di Indonesia yang penduduknya banyak dan tersebar dengan basis data yang terpencar dan tercecer. Sayang sekali. Buat saya yang kebetulan sekarang bekerja di bidang berkaitan dengan eGov, sangat mengecewakan."

Tak hanya menceritakan kelebihan sistem KTP di Swedia, ia juga mengajukan kritikan tentang dana besar yang dikorupsi para pejabat publik itu.

"Ngomong-ngomong : Apa yang bisa didapat dengan 2.3 T Rupiah (172 juta USD) dana eKTP yang dikorupsi. Dalam setahun uang itu bisa digunakan untuk:

1. Menutup seluruh pengeluaran pendidikan dasar (primary) untuk 400 ribu orang di Indonesia.

2. Menutup seluruh biaya pendidikan menengah (secondary) 500 ribu orang

3. Menurtup seluruh biaya pendidikan tinggi (tertiary) 200 ribu orang

4. Menutup biaya pengeluaran kesehatan untuk 1.6 juta orang.

5. Menutup hampir 8% seluruh biaya riset di Indonesia.

6. Start-up cost untuk memulai bisnis di Indonesia sekitar 21% GNI, jadi dana korupsi eKTP itu bisa untuk membuat 84 ribu bisnis unit baru.

7. Asumsikan saya bisa mendapatkan nasi kotak makan siang seharga 10.000 di Serang, Banten. Saya bisa mengajak seluruh penduduk Serang untuk makan siang gratis selama 365 hari."

Lebih lanjut ia juga menuliskan jika data yang ia sampaikan bukan asal-asalan, melainkan berdasarkan dari situs Bank Dunia, kecuali poin nomor 7.

Postingan itu sontak saja menarik perhatian netizen, bahkan sudah mendapat like sebanyak 600an dan dibagikan lebih dari 500 kali.