Selama kurang lebih empat tahunan ini, musik dangdut mendominasi industri hiburan bahkan sampai tingkat nasional. Jika mau lebih spesifik lagi, pop dangdut Jawa kini semakin diakui kualitasnya. Salah satunya sebut saja Ndarboy, solois dangdut Jawa asal Yogyakarta yang viral sejak 2017 itu.

Di penghujung 2021, Ndarboy yang bernama asli Helarius Daru Indrajaya (Daru) itu merilis album penuh keduanya bertajuk Cidro Asmoro. Berbeda dengan album pertamanya Pusakarya (2019) yang hanya dirilis secara digital, kali ini Cidro Asmoro dikemas secara spesial dengan rilisan terbatas berbentuk boxset album fisik.

Menurut Ndarboy, lirik dan lagu Cidro Asmoro sudah ditulisnya selama dua tahun. Album 10 lagu yang berasal dari kisah nyata itu mengangkat perjalanan kisah asmara yang cedera dan merana, lalu dibawakan dengan lirik serta aransemen pop dangdut Jawa (campursari) ala Ndarboy yang khas.

Berikut wawancara eksklusif brilio.net dengan Ndarboy di kediamannya, Markas Besar Balungan Kere (Mabes Balker), Pandak, Bantul, Yogyakarta, Selasa (11/1).

-

Sejak kapan nih, Ndarboy mendalami musik dangdut?
"Kalau mendalami mungkin baru tahun 2016, itu baru mulai melihat buku, baca-baca, di artikel-artikel dan lain-lain. Kalau sukanya udah dari 2010, jadi dulu itu namanya bukan Ndarboy, tapi grup-grup gitu. Saya sebagai pelaku seni, penyanyi yang nge-grup, intinya gitu. Nah, dulu awalnya saya terjun di musik itu dengan hip-hop dangdut. Setahu saya waktu itu belum ada temen-temen hip-hop lain ya. Terus saya masuk ke genre yang lain-lain juga, terus saya mantap mendalami dangdut itu di tahun 2016 dengan nama Ndarboy Genk terus menciptakan dan berkarya dengan musik dangdut juga."

Dari keluarga sendiri, apakah ada yang menggeluti dunia seni?
"Nah itu, yang masih saya cari sampai sekarang ya. Kenapa kok bisa saya berbeda sama keluarga saya, mbah saya sampai tak urutin. Mungkin ya, mungkin saya menganggap itu leluhur saya dulu, mungkin ada yang pesannya atau cita-citanya belum tercapai ya, makanya saya yang dipilih. Saya syukuri sekarang saya yang diberikan kesempatan untuk menjadi seniman, untuk bekerja di bidang ini. Untuk menafkahi keluarga di bidang ini dan berkarya di bidang ini, intinya gitu."

Masih ingat nggak, berapa bayaran manggung Ndarboy pertama kali?
"Bayaran pertama, ya nggak bayaran. Saya itu dari 2010 sampai 2013 mungkin ya, berproses itu malah ngeluarin uang. Mau manggung itu kalau zaman dulu ada namanya kolektif, dulu saya malah bayar, yang penting bisa manggung, yang penting bisa masuk pamflet, bisa masuk ke radio-radio. Saya promo ke Jakarta juga, SMP udah promo ke Jakarta saya, sudah membuat sekitar 5 album demo ke sana, kan pengeluaran itu. Mungkin itu yang membuat keluarga saya kayak 'Kamu kenapa to di musik malah habis-habisin uang'. Sempat ditentang dan sempat menjual timbangan. Zaman dulu tahu timbangan, timbangan perak itu lho, apa, kuningan itu lho, itu kan mahal. Minta uang ke orang tua nggak dikasih, 'Rekaman terus nggak ada hasilnya'. Tapi ya itu tadi, saya percaya bahwa mungkin kalau sukses itu bonus ya. Tapi saya percaya akan bisa hidup dari sini, saya bisa makan, saya bisa menafkahi dari sini. Nah itulah, saya saking yakinnya nggak dikasih uang sama orang tua, tak jual itu timbangannya bapak ibuku. Tak jual, nah, ibuku sama bapakku mau menimbang beras, kan kalau PNS biasanya gaji berapa to? Kan gitu ya, terus kalau nggak ada, kan biasanya pada jual beras, aset sawahnya. Timbangannya nggak ada, saya ketahuan dimarahi, sampai segitunya dulu."

Apa lagu Ndarboy yang paling berkesan dan kenapa?
"Balungan Kere, Balungan Kere itu paling berkesan bagi saya. Karena menurut saya di situ saya bisa menulis kompleks banget ya, bisa komplet itu loh. Di saat saya sakit hati, di saat saya disepelekan, di saat saya tidak punya ekonomi. Jadi nggak cuma sakit hati, komplet itu, sampai di komentar YouTube banyak yang bilang 'Ini kalau dia saumpama mati besok mending mati sekarang'. Tapi saya kenapa bisa juga memberikan semangat di situ, di dalam liriknya. Ada pesan moralnya, ada pesan untuk kita bangkit tapi ada menceritakan tentang keterpurukan juga. Ternyata walaupun lagunya Balungan Kere, banyak orang-orang yang mendengarkan lagu Balungan Kere itu tidak merasa 'Wah, kere' semakin sedih tapi ternyata saat dia tidak punya materi, saat dia disepelekan, saat dia putus cinta pun, dia mendengarkan lagu Balungan Kere itu malah jadi semangat bagi mereka. Bagi saya ya,kalau yang dari saya mengamati dari orang lain itu lagu Wong Sepele. Untuk teman-teman difabel dan disabilitas juga."

Wah inspiratif ya, lalu seperti apa proses penciptaan lagu untuk orang-orang difabel dan disabilitas itu?
"Kalau yang di lagu Wong Sepele tadi, Ndarboy kan sebetulnya sudah main di lokal-lokal lah, manggung-manggung. Dari tahun 2017, ibarat kata kalau untuk kehidupan ya aman lah. Terus saya ketemu di pinggir panggung dia itu, beribu maaf, ya 'agak kurang', terus dia cerita, curhat. Aku ajak ngopi dia ngobrol. Ternyata dia pernah disepelekan, dia pernah sampai nggak mau sekolah karena pernah di-bully dan lain-lain, di lingkungan perkembangannya lah, intinya gitu. Nggak bisa saya sebutkan ya, intinya gitu. Terus dari dia cerita saya tulis, menjadi sebuah lirik cerita gitu. Terus aku evaluasi diri juga, 'Oh, ternyata aku juga pernah di posisi seperti itu'. Nah, ini yang baru tak buka di sini juga. Zaman dulu SD, saya itu sampai pindah sekolah karena saya di-bully. Hampir setiap hari saya pulang dengan tatu, bonyok, sini memar-memar dan lain-lain. Karena saya pernah dipukul, diejek, saya itu dulu kalau berangkat SD zaman dulu ibuku punya motor Honda apa itu, ya bonceng tiga. Adikku di tengah aku di belakang. Terus aku ibaratnya masih sakunya sedikit, diejek. Wah, malah mau nangis aku. Terus saya pindah sekolah sampai segitu, ternyata aku pernah mengalami seperti itu dan setelah in depth interview juga ke teman-teman 'Kamu pernah nggak disepelekan orang', kita sering sharing, diskusi. Jadilah lagu Wong Sepele itu."

Emang seperti apa sih awal mula perjalanan karier Ndarboy?
"Ndarboy Genk, Ndarboy Genk itu nama panggungku yang aku percaya kalau ini hokiku di sini pakai nama ini. Ndarboy, Ndaru dan Boy. Boy itu paraban (panggilan), parabanku aslinya itu Bileng. Karena aku dulu orangnya jampeng, jampeng itu 'ngah ngoh'. Karena ya mungkin aku dulu terlalu banyak mempunyai cita-cita. Terlalu banyak berpikiran yang maju-maju. Terlalu banyak melamun, berkarya dan lain-lain. Makanya aku kadang suka blong, makanya dipanggil 'Bileng'. Terus ada satu kakakku, namanya Mas Arnen. Pertama kali Ndarboy Genk rekaman di studionya Mas Arnen itu. Teman-teman manggil aku 'Leng, Leng, Leng'. Tapi Mas Arnen selalu manggil aku 'Boy'. 'Boy, ayo rekaman, Boy ayo semangat Boy!'. Dan dia yang pernah bilang 'Boy kamu jangan berhenti ya, kamu suatu saat calon orang sukses Boy'."

"Terus kalau saya minta kiriman ke orang tua itu kadang nggak dikasih, ya aku utangnya ke Mas Arnen itu. Kadang dikirim sih tapi dimarah-marahi dulu 'Masak cepat habis'. Terus aku ngomong, 'Mas namaku siapa ya? Bileng, Ndaru, Jaya atau apa?'. 'Ndarboy', Ndaru dan Boy, terus tak pakailah sampai sekarang."

"Saya ini utang zaman dulu Rp 150 juta studio ini. Dulu ini kolam lele bapak. Jadi saya itu dapat kiriman (uang) dari bapak ibu itu ya nunggu mereka nguras kolam."

"Terus saya sekarang memilih untuk mandiri dengan manajemen sendiri tanpa label. Labelku ya labelku sendiri, labelnya Mabes Balker Ndarboy Genk ini. Sampai sekarang ya berproses di sini, rekaman di sini, susah seneng di sini gitu."

Kira-kira dulu pertama kali hutang Mas Arnen itu berapa? Dan momen apa?
"Zaman dulu itu kalau utang nggak punya uang ya ke Mas Hendra, Mas Arnen. Zaman dulu utang itu Rp 100 ribu, Rp 50 ribu udah banyak ya. Orang dulu aku ditagih mantan pacarku, uangnya disuruh balikin selama pacaran. Uang Rp 300 ribu aja aku pusing carinya sampai utang. Ya itu, termasuk saya utang Mas Hendra itu, Mas Hendra-nya Mas Arnen, aku cuma punya uang Rp 100 ribu. Terus, 'Mas aku utangi mas, aku disuruh balikin sekarang juga soalnya kalau nggak urusannya nggak putus-putus masalahku."

Dulu kan sempet jualan pecel, ada kemungkinan bikin usaha pecel lagi nggak?
"Pengin sih, sebetulnya Ndarboy Genk pengin buka usaha lagi, khususnya usaha pecel. Aku pengin bikin pecel malam di Bantul. Kalau biasanya kan makan pecel pada gengsi, tapi lihat aja besok. Saya, Ndarboy Genk mau bikin tempat yang cozy tapi jualannya pecel. Pecelnya enak, ada tusukannya banyak. Pecelku dulu itu enak, yang masak aku sendiri. Aku setiap pagi ke pasar, belanja, masak sendiri, baru tidur. Terus nanti malam buka, delivery sendiri, hujan-hujan tetap jalan. Terus aku penginnya ini buat lagi, jadi tempat angkringan, tapi angkringan pecel gitu terus di situ adalah tempat untuk mengapresiasi sebuah karya atau tempat kita untuk berdiskusi mencari solusi atau berproses berdiskusi untuk berkembang kita agar lebih baik. Dan satu yang perlu tahu buat teman-teman semua, kalian kalau kebanyakan fast food ya junk food, ya nggak sehat. Pecel ini adalah kearifan kita yang patut kita lestarikan. Walaupun makanan sederhana tapi kalau kamu bisa tahu cara menikmatinya, kamu akan lebih sehat jasmani dan rohani."