Brilio.net - Menjadi orang yang sukses, Soimah Pancawati rupanya pernah menjalani masa-masa sulit. Soimah sendiri kini sudah menjadi artis dan penyanyi terkenal dan kerap mondar-mandir di televisi. Ya, sejak kehadirannya di dunia hiburan, Soimah selalu berhasil memberikan warna tersendiri.

Lewat aksinya yang kocak, suara merdu, dan berbagai bakat yang ia miliki, Soimah berhasil menyihir penggemar dengan apik. Namun siapa sangka, di balik ketenaran yang kini ia miliki, ada banyak cerita kelam yang harus Soimah lalui. Perjuangan untuk bisa hidup di tengah keterbatasan yang ia hadapi kala itu.

Lahir di Kabupaten Pati, Soimah adalah anak ke-5 dari 7 bersaudara yang tinggal di sebuah desa kecil bernama Tayu. Sejak kecil, Soimah harus ikut membantu ayah dan ibunya banting tulang mencari uang. Berbagai pekerjaan berat ia lalui, mulai dari pengasap ikan, menjemur ikan, melaut dan masih banyak lagi.

Cerita masa lalu Soimah tersebut sempat ia ungkapkan melalui kanal YouTube Rans Entertainment, Senin (18/3) lalu. Namun Soimah kembali menceritakan masa kecilnya. Penyanyi dangdut satu ini mulai jadi pengasap ikan saat masih kecil. Hal tersebut tampak dalam unggahan terbaru di akun Instagramnya.  

Dalam foto tersebut Soimah membagikan potret selfienya dengan rambut tergerai. Ia pun menceritakan kisah masa kecil dan masa-masanya saat susah. Soimah juga berbagi inspirasi untuk terus mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan.

Soimah ingatkan diri untuk tetap rendah hati © 2019 brilio.net

foto: Instagram/@showimah



"Inilah aku SOIMAH, yg dulunya gadis kecil dari sebuah desa Banyutowo kec.Dukuhseti, kab.Pati Jateng,yg setiap hari mengasap ikan,pindang ikan,jemur ikan,bergelut setiap dgn ikan,bisa hidup dari hasil ikan,lihatlah tatapan mataku,apakah sdh seperti mata ikan yg bisa melihat semua isi lautan,lalu kenapa sy gak bisa berenang,sedangkan hidup sy di pinggir pantai,karna ikan ini ingin juga melihat daratan dgn semua isinya,lalu ikan itu bisa melihat kedalaman laut dan tingginya daratan,lalu apa yg ikan itu dapatkan?,ikan ini hanya bisa melihat,betapa besarnya semua cipt Allah,untuk apa? Untuk menguji iman kita,kita mau di laut apa di darat,atau dua2nya...," tulis Soimah seperti dikutip brilio.net pada Selasa (23/7).

Tak hanya kisah masa kecil dan inspirasi tentang kehidupan, Soimah juga menutup keterangan dengan beberapa kata khas dalam filosofi Jawa.

"Pikir,sugih tanpo bondo,digdoyo tanpo aji,ojo dumeh,ojo gumunan,eling lan waspodo,mtrnuwun," tutup Soimah dalam postingan tersebut.

'Sugih tanpa bondo; memiliki makna merasa kaya tanpa harta, di mana kita tetap merasa kaya tanpa memiliki harta yang berlimpah. Sementara 'digdoyo tanpo aji' berartikan bahwa dengan hati dan pikiran baik, secara tidak langsung membentuk perilaku yang baik pula terhadap jiwa manusia.

Kata 'ojo dumeh' artinya jangan mentang-mentang. Ini adalah pesan untuk selalu rendah hati, sabar dan mengendalikan diri. Masing-masing kita memiliki status, yang rawan menjebak kita pada situasi untuk merasa istimewa, merasa lebih hebat dari orang.

Ada juga kata 'ojo gumunan'. Artinya ajaran untuk menjauhi watak tamak, serakah dan menuruti hawa nafsu. Sifat-sifat buruk itu salah satunya dipicu oleh mudahnya manusia terhipnotis oleh bujuk rayu dunia.

'Eling lan waspodo' maksudnya ingat dan waspada. Ingat kepada sang pencipta. Sebab dengan selalu mengingat sang pencipta akan lahir budi pekerti yang luhur sehingga eling ini akan melahirkan kepedulian kepada manusia dan lingkungan sekitarnya. Waspodo adalah bentuk kehati-hatian manusia dalam menjalankan hidup. Berhati-hati dalam semua sikap dan tingkah laku.