Brilio.net - Duka masih menyelimuti keluarga YouTuber dan edukator ternama, Jerome Polin. Sang ayah, Marojahan Sintong Sijabat, meninggal dunia pada Kamis (30/10), meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga besar Sijabat.

Jenazah almarhum rencananya akan dikremasi pada 3 November 2025 mendatang. Sebelum prosesi tersebut, keluarga lebih dulu menggelar ibadah penghiburan dan acara tutup peti di Rumah Duka Grand Heaven Surabaya.

Dalam Ibadah Penghiburan 2, sang istri, Chrissie Rahmeinsa, menceritakan kronologi lengkap kepergian suaminya. Ia mengungkap bagaimana almarhum sempat dilarikan ke rumah sakit di Kota Batu setelah merasa sakit perut yang tak biasa.

Namun, fasilitas rumah sakit tempat mereka mencari pertolongan ternyata terbatas, sehingga kondisi Marojahan tidak tertangani secara optimal. Berikut kronologi lengkapnya, dirangkum brilio.net dari YouTube Jehian PS Influencer Manager, Minggu (2/11).

1. Alami sakit perut melilit

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: YouTube/Jehian PS | Influencer Manager

Kisah duka ini bermula pada hari Senin, ketika Marojahan Sintong Sijabat dan istrinya, Chrissie Rahmeinsa, sedang menjalankan pelayanan di Batu, Malang. Keduanya melayani kegiatan retret untuk SMA Petra yang berlangsung hingga Rabu, sehingga mereka memilih tetap tinggal di Batu pada hari Selasa.

Pada malam harinya sekitar pukul 19.00, kondisi Marojahan tiba-tiba terganggu. Ayah Jerome mulai merasakan sakit hebat di bagian perutnya.

“Tiba-tiba dia merasakan perutnya seperti melilit tapi melilitnya gak hilang-hilang dan terasa makin sakit gitu terus seperti orang mau ke belakang tapi juga nggak bisa,” ujar Chrissie.

Chrissie pun memutuskan membawa suaminya ke rumah sakit setelah melihat rasa sakit itu tak kunjung reda. Ia berharap kondisi sang suami bisa segera membaik agar dapat melanjutkan pelayanan pada keesokan harinya.

2. Dilarikan ke IGD dengan fasilitas terbatas

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: YouTube/Jehian PS | Influencer Manager

Pasangan tersebut akhirnya menuju instalasi gawat darurat (IGD) di Kota Batu untuk mendapatkan pertolongan. Sayangnya, rumah sakit tersebut memiliki fasilitas yang sangat terbatas dan tidak mampu memberikan diagnosis yang pasti.

“Dan kami pergi ke IGD di Kota Batu. Karena di sana peralatan juga tidak lengkap, jadi tidak terlalu diketahui dengan pasti itu penyebabnya apa. Hanya dironsen dan dikasih obat antinyeri. Lalu mereka bilang tunggu dokter visit besok pagi,” tutur Chrissie.

3. Diagnosis sementara tanpa kepastian medis

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: YouTube/Jehian PS | Influencer Manager

Keesokan harinya, tepat pukul 10 pagi, dokter datang untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Namun hasil rontgen yang sebelumnya diambil tidak memberikan kejelasan apa pun mengenai penyebab rasa sakit tersebut.

“Karena cuma membaca hasil ronsen tidak begitu jelas, jadi dokter hanya bisa memperkirakan bahwa ini kemungkinan ada sumbatan di usus. Tapi tidak tahu sumbatannya itu karena apa. Dokter hanya menerangkan bisa saja sumbatan itu karena ususnya melintir atau bisa nempel atau mungkin ada tumor,” jelasnya.

Chrissie menjelaskan, kondisi itu membuat mereka semakin bingung menentukan langkah. Dokter hanya memberi dua kemungkinan, usus terpelintir atau menempel, dan tindakan operasi harus segera dilakukan.

4. Keterbatasan alat membuat keputusan harus dirujuk

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: YouTube/Jehian PS | Influencer Manager

Tidak adanya fasilitas CT scan membuat tindakan operasi menjadi berisiko tinggi. Dokter khawatir tidak dapat memastikan bagian mana yang mengalami kerusakan tanpa hasil pemindaian lebih detail.

“Karena di sana tidak ada CT scan, mau operasi juga berisiko. Akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke Surabaya, dirujuk ke Surabaya,” ujar Chrissie.

5. Hasil CT scan mengungkap penyumbatan serius

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: Instagram/@jehianps

Setelah melalui perjalanan panjang, mereka tiba di National Hospital Surabaya sekitar pukul 17.00 sore. Pemeriksaan CT scan dilakukan segera, dan hasilnya menunjukkan adanya penyumbatan pada usus akibat gumpalan darah berbentuk gel.

“Dan diketahui kalau sumbatannya itu ternyata tersumbat oleh seperti gumpalan darah yang bentuknya gel. Istilah kedokterannya itu clot namanya. Akhirnya diputuskan akan dioperasi besoknya,” jelas Chrissie.

Meski jadwal operasi telah ditetapkan, kondisi Marojahan terus melemah sepanjang malam. Rasa sakit tak henti dirasakannya, sementara tim medis hanya dapat memberikan obat pereda nyeri sambil menunggu waktu operasi.

6. Kondisi kritis akibat sumbatan baru di paru-paru

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: Instagram/@jehianps

Sebelum tindakan operasi sempat dilakukan, kondisi Marojahan tiba-tiba menurun drastis. Pemeriksaan lanjutan mengungkap penyebabnya, yaitu munculnya gumpalan darah baru di pembuluh yang menuju paru-paru.

“Ternyata clot-nya itu ada lagi di pembuluh darah yang menuju paru-paru sehingga paru-parunya tidak bisa mendapatkan oksigen karena jalannya ke paru-parunya tersumbat,” terang Chrissie.

Situasi itu membuat tim medis bergegas memberikan penanganan darurat. Namun, keadaan almarhum terus menurun meski berbagai upaya telah dilakukan.

7. Upaya penyelamatan gagal

Kronologi meninggalnya ayah Jerome Polin © berbagai sumber

foto: YouTube/Jehian PS | Influencer Manager

Selama berjam-jam, tim medis berjuang keras untuk menstabilkan kondisinya. Keluarga yang mendampingi terus memberikan dukungan dan doa, berharap ada keajaiban di tengah situasi genting itu. Namun, takdir berkata lain.

“Semuanya semakin menurun, menurun, menurun sampai akhirnya Pak Marojahan dinyatakan sudah tidak ada lagi,” tutup Chrissie dengan penuh pilu.