Ketentuan bayar hutang puasa Ramadhan (qadha puasa Ramadhan).

Niat sahur bayar hutang puasa Ramadhan © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

Waktu pelaksanaan puasa qadha.

1. Puasa qadha dapat dilakukan kapan saja setelah bulan Ramadhan, kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa, yaitu:

- Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)
- Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijah)
- Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah)
- Hari Jumat yang sendirian (tanpa puasa Kamis atau Sabtu)

2. Sebaiknya puasa qadha segera dilakukan setelah Ramadhan selesai. Jika ada udzur yang sah, seperti orang sakit sampai Ramadhan berikutnya, hamil, menyusui, dan lupa maka boleh ditunda. Namun, selain berpuasa qadha diwajibkan pula untuk membayar fidyah.

Akan tetapi, apabila menunda qadha karena malas atau meremehkan, hukumnya tidak dibolehkan.

3. Ada beberapa pendapat ulama mengenai batas akhir waktu pelaksanaan puasa qadha, yaitu:

- Sebelum Ramadhan berikutnya (mayoritas ulama)
- Sebelum Ramadhan kedua berikutnya (Madzhab Syafi'i)

Tata cara puasa qadha.

Tata cara puasa qadha sama dengan puasa lain, termasuk Ramadhan, yaitu:

- Menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan badan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

- Melakukan sahur dan berbuka puasa.

- Menjalankan shalat fardhu dan shalat sunnah.

- Memperbanyak amalan ibadah lainnya.

Kewajiban membayar fidyah.

- Bagi orang yang tidak mampu mengganti puasa qadha karena udzur yang tidak termaafkan, seperti usia lanjut, sakit kronis, dan hamil atau menyusui yang dikhawatirkan membahayakan diri sendiri atau bayinya, maka wajib membayar fidyah.

- Fidyah yang wajib dibayarkan adalah sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari yang ditinggalkan.

- Makanan pokok yang dimaksud adalah beras, gandum, kurma, atau kismis. Fidyah dapat diberikan kepada fakir miskin atau dibagikan kepada orang tak mampu secara langsung.

Hukum menunda qadha Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya.

Pada prinsipnya, puasa qadha menjelaskan orang yang membatalkan puasa karena hamil, menyusui, dan lalai sampai tiba Ramadhan tahun berikutnya, maka memperoleh beban tambahan. Di mana tiga kategori tersebut diwajibkan membayar fidyah maupun mengqadha puasa yang telah ditinggalkan.

“(Kedua [yang wajib qadha dan fidyah] adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha) puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya tiba) didasarkan pada hadits, ‘Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha hutang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah,’ (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa orang yang tidak mengqadha puasa hingga Ramadhan berikutnya disebabkan karena sakit, lupa, atau memang karena lalai menunda-nunda wajib mengqadha puasanya. Di mana apabila disebabkan oleh kelalaian tentu wajib mengqadha dan membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari hutang puasanya.

Adapun ketentuan satu mud menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah setara dengan 543 gram. Sementara, menurut Hanafiyah, satu mud seukuran dengan 815,39 gram makanan pokok seperti beras, gula, gandum dan sebagainya.