Brilio.net - Kunjungan ke museum memang tak semoncer tempat wisata lain. Hanya beberapa museum saja yang selalu ramai pengunjung karena cocok menjadi tempat berselfie ria kaum muda. Melihat hal itu, sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada membentuk komunitas Yogyakarta Night at The Museum.

Erwin Djunaedi (23), Ketua Yogyakarta Night at The Museum, mengungkapkan bahwa sebenarnya komunitas ini terbentuk dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) tahun 2012. Saat itu dirinya dan empat kawannya tertarik mengemas kunjungan museum menjadi menarik. Terinspirasi dari film Night at the Museum yang dibintangi Ben Stiller, mereka kemudian membuat program dengan nama serupa.

"Yogyakarta Night at The Museum awalnya kita bidik sebagai program profit-oriented. Saat itu responnya bagus, setiap kami buat acara selalu diikuti lebih dari 50 orang," kata Erwin saat ditemui brilio.net di Benteng Vredeburg, Kamis (13/8).

Saat itu sebenarnya mereka was-was membuat program jelajah museum malam hari lantaran tak ada museum yang buka malam hari di Yogyakarta. Mereka kemudian menawarkan program tersebut kepada Benteng Vredeburg. Ternyata program itu disambut baik dengan membuka Benteng Vredeburg secara khusus pada malam hari untuk program itu. Berjalannya waktu, museum lain seperti Museum Sandi, Museum Kolong Tangga, Monumen Jogja Kembali, dan Museum Dirgantara pun mau membuka pada malam hari untuk Yogyakarta Night at The Museum.

Pascaselesainya monitoring PKM, Erwin tak lagi memikirkan profit-oriented, program itu kemudian ia ubah menjadi komunitas dengan nama sama. Akhir 2013, komunitas tersebut sudah membuat program pagi dengan nama Jelajah Museum. Tak hanya itu, mereka kemudian juga membuat program kunjungan museum bagi anak-anak dan kedua orangtuanya yang diberi nama Family Day at The Museum.

Inovasi untuk mengenalkan sejarah pun selalu dilakukan meskipun sudah tak ditemani empat temannya yang membangun PKM-K. Ia bersama 15 volunter lain kemudian membuat kegiatan Jelajah Heritage.

"Konsepnya kita menjadikan heritage sebagai living museum. Contohnya Malioboro yang menyimpan banyak sejarah kita anggap sebagai living museum," kata mahasiswa Ilmu Sejarah yang juga menjadi Duta Museum DIY 2014 ini.

Yogyakarta Night at The Museum menjadwalkan membuat tiga acara dalam sebulan, baik itu Night at The Museum sendiri, Jelajah Museum, Family Day at The Museum, Jelajah Heritage, maupun Outbond Sejarah. Peserta yang mengikuti kegiatan ini pun terdiri dari berbagai tingkatan usia dan bermacam-macam profesi. "Ke depannya kita akan menambah acara Gowes Museum menjadi salah satu agenda komunitas ini," terang Erwin.

Saat ini Yogyakarta Night at The Museum tengah menyiapkan nama baru bagi komunitas ini untuk mengganti nama Night at The Museum. Hal itu dilakukan karena jelajah museum tak hanya dilaksanakan pada malam hari. Nama baru itu akan dilaunching bersamaan dengan peringatan ulang tahun komunitas ini yang ke-3 tahun ini.