Brilio.net - Nasib anak-anak usia sekolah dasar (SD) di Kecamatan Sebatik Tengah, Kalimantan Utara sudah sejak lama selalu dalam keterbatasan. Sarana dan prasarana sekolah serba apa adanya. Kendati begitu mereka tetap bersemangat menimba ilmu meski diselimuti rasa kekurangan.
 
Hal inilah yang dirasakan Akbar (13), siswa kelas 5 Sekolah Tapal Batas di Desa Sungai Limau, Sebatik Tengah. Aco, begitu Akbar biasa disapa, baru bersekolah saat usia 9 tahun karena Aco harus menjaga adik-adiknya saat kedua orangtuanya bekerja di perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia.
 
Aco, sulung dari lima bersaudara ini adalah putra dari buruh perkebunan asal Sulawesi Selatan yang tinggal di Malaysia. Aco dan ketiga adiknya bersekolah di sekolah yang sama. Adik Aco yang bungsu baru berusia 1 tahun.
 
Mirisnya, Aco harus bergantian menggunakan seragam sekolah putih merah dengan ketiga adiknya, Mira (11), Juanita (9), dan Jumarni (7). Maklum, empat kakak beradik ini hanya memiliki satu seragam yang digunakan secara bergantian.
 
Usai pulang sekolah, Aco harus segera bergegas ke belakang sekolah untuk memberikan seragam yang dia kenakan kepada adiknya, Mira, yang bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) di sekolah yang sama. Begitulah yang dilakukan Aco, siswa Madrasah Diniyah (MD) setiap hari.
 
Sementara dua adiknya yang lain Juanita dan Jumarni akan mengenakan seragam keesokan harinya, juga secara bergantian. Praktis, keempat kakak beradik ini harus menggunakan seragam secara bergiliran setiap hari. Jika hari ini Aco dan Mira yang mengenakan seragam, maka keesokan harinya giliran Juanita dan Jumarni. Begitu keempat saudara ini mengatur jadwal menggunakan seragam. Sedihnya, Juanita dan Jumarni harus rela mengenakan seragam yang kebesaran.   
 
Menyedihkannya lagi, Aco dan adik-adiknya baru sepekan menggunakan seragam. Sebelumnya dia dan adik-adiknya bersekolah dengan pakaian ala kadarnya. Kondisi itu yang membuat Aco mendapat ejekan dari teman-temannya.  “Bagaimana kamu sekolah kok tidak pakai seragam,” begitu ejek teman-temannya.

Semangat empat bersaudara tuntut ilmu, satu seragam dipakai bergantian

Akbar (13), siswa kelas 5 Sekolah Tapal Batas Desa Sungai Limau, Kecamatan Sebatik Tengah, Pulau Sebatik, Kalimantan Utara saat belajar bersama teman-temannya yang beda usia. 


Karena kerap diejek teman-temannya, Aco pun mengeluh kepada gurunya. Suraida, tenaga pengajar di sekolah itu bersama sejumlah guru lain, kemudian mencari solusi dengan menghubungi sebuah toko pakaian agar Aco bisa mengenakan seragam seperti teman-temannya yang lain.
 
Upaya para guru ini membuahkan hasil. Aco pun akhirnya bisa mendapatkan seragam meski orangtuanya harus mencicilnya. Kedua orangtua Aco yang bekerja sebagai buruh perkebunan sebagai penumbak sawit tak sanggup membeli empat seragam sekaligus untuk anak-anaknya. Maklum, penghasilan orangtuanya setiap bulan hanya cukup untuk membayar paspor sebesar 50 ringgit dan berbagai potongan lain untuk membayar kebutuhan pokok yang mereka beli di toko milik perkebunan sawit tempat mereka bekerja.
 
“Karena kami belum sanggup menyiapkan seragam untuk anak-anak ini, cara yang kami lakukan adalah menghubungi toko yang bisa memberikan cicilan,” kata Suraida kepada brilio.net, Sabtu (13/9).
 
Kisah Aco adalah satu potret dari sekian banyak cerita anak-anak di tapal batas yang mengalami keterbatasan dalam mengenyam pendidikan.