Brilio.net - Datangnya Idul Fitri ataupun Idul Adha pada hari Jumat biasanya dianggap sesuatu yang istimewa. Ini menunjukkan bertemunya dua hari raya utama, hari Jumat dan hari raya Idul Fitri.

Banyak anggapan yang beredar bahwa jika Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada hari Jumat maka shalat Jumatnya menjadi gugur dan bisa diganti dengan shalat dhuhur. Bahkan ada juga yang menyatakan salat dhuhurnya juga gugur hingga menemui salat lagi pada Ashar.

Sebenarnya Hari Raya Idul Fitri adalah satu hal, dan hari Jumat adalah hal lain. Tapi ketika kita membicarakan seseorang yang rumahnya sangat jauh dari masjid, apakah ia harus kembali lagi untuk menunaikan shalat Jumat setelah di pagi harinya ia telah menunaikan shalat hari raya? Lalu sebenarnya bagaimana hukumnya?

Di zaman awal Islam, ada sahabat yang jarak rumahnya dengan Madinah sangat jauh yang harus ditempuh melewati padang pasir dengan jalan kaki. Apakah ia harus kembali ke Madinah tanpa kendaraan untuk menunaikan shalat Jumat? Jika ia harus kembali menempuh berkilo-kilo perjalanan dari rumah ke masjid, lalu pulang ke rumah dan kembali ke masjid lagi untuk shalat Jumat, maka sungguh melelahkan. Apakah Islam tidak memberikan solusi?

KH Munawir Abdul Fattah dalam buku Tradisi Orang-orang NU, sebagaimana dikutip brilio.net, Kamis (16/7) mengungkapkan jika dalam hal itu timbul perbedaan pendapat.

Pendapat pertama mengatakan, tidak perlu kembali ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat. Shalat Jumatnya dapat dikerjakan di rumah dan menggantinya dengan shalat dhuhur. Ini termasuk rukhsah atau keringanan dalam beragama.

Pendapat kedua mengatakan jika kasus di Madinah di awal Islam itu bisa dijadikan alasan, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami nasib seperti itu? Bagi kaum Muslimin di Indonesia, hampir di setiap dusun ada masjid, rata-rata kurang dari 1 km dan tidak melewati padang pasir.

Pendapat kedua inilah yang dipilih sebagian masyarakat Indonesia. Karena itu seorang Muslim harus kembali ke masjid untuk mengerjakan shalat Jumat setelah paginya menunaikan shalat hari raya atau shalat Id.

Meskipun begitu, tak sedikit yang mengikuti pendapat pertama. Rukhsah pada kasus tersebut dijadikan dalil untuk mengikuti pendapat yang pertama.

Imam Syafii mempunyai pendapat yang sama dengan Imam Abu Hanifah, yakni bagi penduduk perkotaan kewajiban menjalankan salat Jumat tidak gugur jika telah menjalankan shalat Id. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di pelosok desa, kewajiban mengerjakan salat Jumat bisa gugur, mereka diperbolehkan untuk tidak Jumatan, tetapi tetap mengganti dengan shalat dhuhur.

Sedangkan Imam Ahmad mengatakan, tidak wajib Jumatan bagi penduduk desa maupun kota, gugurlah kewajiban Jumatan karena mereka telah mengerjakan shalat Id. Hanya saja mereka tetap wajib mengerjakan shalat dhuhur. Sedangkan menurut Imam Atha', Jumatan dan dhuhurnya gugur sekaligus sehingga pada hari itu ia tidak melakukan shalat setelah salat Ied sampai masuk shalat ashar.