Brilio.net - Panas matahari tidak menghentikan langkah kaki Wagiran (72) yang melaju di ramainya jalan daerah Janturan, Kota Yogyakarta. Di pundaknya sebuah pikulan berisi 50 pasang teklek atau bakiak. Laki-laki tua itu sudah 30 tahun lebih berkeliling menjajakan sandal teklek berbahan kayu dan ban bekas.

Bakiak atau teklek dulunya banyak digunakan masyarakat. Harganya yang murah serta kuat jika digunakan saat musim kemarau dan hujan, membuat alas kaki ini digandrungi. Tapi keberadaan sandal berbahan karet yang lebih elastis dan harganya relatif sama dengan bakiak membuat banyak para pengguna beralih ke sandal plastik itu.

Pria ini bertahan 30 tahun jualan teklek, meski peminatnya kian turun

Wagiran berjualan bakiak sudah sangat lama. Bahkan, banyak teman-teman pedagang bakiak sudah berhenti, mungkin karena penjualan yang terus menurun. Akan tetapi, pedagang bakiak asal Dukuh Samben, Jatimulyo, Wonosari itu tetap setia berkeliling di daerah sekitar Piyungan Bantul hingga ke Pasar Beringharjo, Malioboro, Yogyakarta. "Harganya Rp 10 ribu, kadang masih ada yang nawar," kata Wagiran kepada brilio.net, Rabu (25/3).

Bakiak menjadi hal yang sangat jarang dijumpai saat ini, akan tetapi para penjual bakiak masih berharap barang dagangannya laku. Di tengah perubahan zaman yang serba modern, keberadaan teklek atau bakiak patut dipertahankan demi keberlangsungan hidup para perajin dan penjual bakiak, serta melestarikan sandal tradisional.