Brilio.net - Peternak kelinci di daerah Karang Ploso, Kabupaten malang sudah bisa mengatasi keluhannya. Tiga mahasiswa Universitas Brawijaya berhasil membuat obat diare ekonomis untuk kelinci. Mahasiswa lintas fakultas yang terdiri dari Rhezaldian Eka Darmawan (Fakultas Teknik), Galuh Dianita Fitri (Fapet), dan Anas Nur Hidayah (FPIK) tersebut menciptakannya obat diare kelinci dari daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi).

"Kita membuat antibiotik untuk kelinci karena kelinci yang paling sering diserang penyakit diare apalagi di Malang waktu musim hujan," kata Rhezaldian dikutip brilio.net dari Prasetya UB, Jumat (22/1). Menurut Rheza, peternak kelinci terbiasa memberikan antibiotik sapi ketika ternak mereka terkena diare. Namun antibotik sapi ini bila diberikan untuk kelinci, dosisnya terlalu besar. Karena kurangnya pengetahuan hal ini tetap mereka lakukan.

Apa sih yang sebenarnya membuat kelinci itu diare? "Diare disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (E coli) dan beberapa bakteri gram negatif lainnya. Dari referensi yang kami baca, obat antidiare yang tepat adalah yang terbuat dari senyawa tanin. Akhirnya kita buat dari daun belimbing wuluh yang kaya senyawa tanin," kata mahasiswa Jurusan Teknik Kimia itu.

Penyebab penyakit diare pada kelinci ini, lanjut Rhezaldian, sama penyebabnya dengan diare pada manusia. Namun, ketika terkena diare, manusia mayoritas menggunakan obat yang terbuat dari ekstrak daun jambu biji. Dengan kata lain, daun jambu biji dengan daun belimbing wuluh memiliki potensi yang sama untuk mengobati penyakit diare. Hanya saja daun jambu biji telah banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan sebagai pil anti diare manusia.

Kejelian ketiga mahasiswa ini dalam memanfaatkan belimbing wuluh patut diacungi jempol. Saat ini daun belimbing wuluh masih belum banyak dimanfaatkan oleh manusia. Inilah yang melatar belakangi tim untuk membuat obat anti biotik diare kelinci dari daun belimbing wuluh. Obat ini mereka namakan Rabbit Herbal Antibiotic (RABALTIC).

"Dari beberapa penelitian sebelumnya disebutkan 16 gr ekstrak tanin dan 100 ml akuades adalah yang paling optimal untuk menghambat pertumbuhan bakteri E coli," jelas alumni SMA Brawijaya Smart School itu. Penggunaanya cukup dicampurkan ke dalam minuman kelinci dengan dosis 2,5 ml. Mahasiswa asli Malang ini juga menjelaskan bahwa RABALTIC telah diuji coba di peternakan kelinci rekanan dengan hasil yang sangat memuaskan.

"Kelinci kalau sudah kena diare bisa menyebar dan menular ke kelinci lainnya sehingga dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian," ungkapnya. Rhezaldian mengungkapkan bahwa RABALTIC dijual dengan harga Rp 19.000/100 ml. Dan tidak menutup kemungkinan harga produk tersebut bisa lebih murah lagi bila diproduksi secara massal.

Ke depan, mereka berharap obat ini bisa digunakan untuk manusia. Hanya saja bila digunakan untuk manusia perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat organ tubuh pada manusia lebih kompleks. Sukses terus buat kalian dan semoga RABALTIC bisa diprosduksi secara massal agar harganya semakin murah.