Brilio.net - Penyakit jantung merupakan kondisi paling menakutkan bagi siapapun yang menderitanya. Sebagai salah satu organ paling penting dalam tubuh, saat jantung mengalami masalah tentu aliran darah yang mengalir ke tubuh tidak berjalan sempurna.

Semakin beragamnya gaya hidup masyarakat, jenis penyakit jantung pun beragam salah satunya adalah aritmia. Aritmia sendiri merupakan gangguan irama jantung yang tidak seirama.

Seseorang yang mengalami aritmia salah satu gejalanya adalah jantung berdebar. Namun tidak semuanya ketika seseorang mengalami jantung berdebar sudah pasti aritmia. Bila jantung berdebar diikuti dengan kepala keliyengan, bahkan hingga pingsan disarankan untuk pergi ke rumah sakit.

Sayangnya, aritmia kerap tidak terdeteksi, padahal bila tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan jantung secara permanen hingga kematian mendadak.

Spesialis Intervensi Eletrovisiologi Dokter Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP(K) dari Heartology Cardiovascular Center mengatakan penyebab Aritmia adalah hipertensi, diabetes, kelainan katup jantung dan penyakit jantung koroner. Pada beberapa kasus penyebabnya belum diketahui.

"Selain kondisi medis, aritmia juga dapat dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat, seperti tidak dapat mengelola stres dengan baik, kurang tidur, merokok, konsumsi minuman beralkohol atau berkafein secara berlebihan dan penyalahgunaan NAPZA," ujar Dokter Sunu dalam konfrensi pers virtual Media Gathering Cardiovascular Center, Senin (11/1).

Dokter Sunu mengatakan sebelumnya satu-satunya cara untuk mengatasi aritmia adalah dengan meresepkan obat-obatan. Sayangnya efektivitas obat-obatan untuk pengobatan aritmia tidak terlalu tinggi dan perlu pemantauan yang ketat. Selain itu, obat-obatan anti aritmia juga sering memiliki efek yang tidak diharapkan dan mempunyai interaksi dengan obat-obatan lainnya.

"Sekarang ada yang namanya tindakan ablasi. Ini merupakan tindakan intervensi non-bedah dengan menggunakan kateter yang dapat digunakan untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal pada jantung seseorang. Dianjurkan bagi penderita aritmia karena tingkat keberhasilannya tinggi," tambahnya.

Ia juga menceritakan belum lama ini ia menangani pasien berusia 70 tahun yang melakukan tindakan ablasi 3 dimensi menggunakan HD Grid 3D Mapping system. Pasien tersebut menderita gangguan aritmia Fibrilasi Atrium (FA) yang merupakan gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan di dunia.

"Pasien ini juga punya riwayat stroke berulang, obat-obatan pun sudah dikonsumsi maksimal tapi penyakitnya belum teratasi. Jadi kita anjurkan untuk tindakan kateter ablasi untuk menghilangkan sumber aritmianya," terangnya.

Teknologi HD Grid 3D Mapping system yang digunakan di Heartology Cardiovascular Center memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, termasuk FA.

Paradigma lama menggunakan kateter bipolar, sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional, sehingga bisa mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar. Selain itu, teknologi pemetaan ini menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi.

Hal ini dibuktikan dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi ini mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi hanya sekitar 5-10% setahun pascatindakan (artinya 5-6x lipatlebih baik dibanding teknologi yang lama). Hal lain yang juga penting adalah waktu tindakan yang bisa lebih cepat.

Dokter Sunu mempelopori dalam penggunaan HD Grid Mapping System ini pertama di Indonesia. Tidak banyak rumah sakit yang memiliki teknologi ini, karena hanya sedikit Dokter Spesialis Jantung yang memiliki sub spesialisasi ini, disamping harga investasi peralatan yang cukup mahal. Namun, Heartology berkomitmen dalam menyediakan layanan kardiovaskular berbasis teknologi termutakhir dan tim dokter berpengalaman untuk memberikan layanan paripurna.