Brilio.net - Sebelum kita membahas digital substation dan keberadaannya di Indonesia, mari kita mulai dengan pertanyaan yang lebih mendasar: apa itu substation?

Substation pada intinya adalah stasiun transit antara pembangkit dan konsumen yang bertugas untuk menjaga aliran tetap stabil, untuk menurunkan atau peningkatan tegangan sesuai kebutuhan, serta mengganti jenis arus dari AC ke DC.

"Bahasa familiarnya itu gardu induk," jelas Liasta Singarimbun, Director GE Grid Solutions Indonesia.

ge gardu induk ge reports

Lalu, apa itu digital substation?

"Intinya adalah penggunaan teknologi terkini dalam komponen dan sistem substation," ujar Liasta.

"Contohnya, fiber optics. Substation konvensional menggunakan banyak kabel untuk mengirim data, seperti data tegangan arus. Dengan menggunakan fiber optics, data ini bisa dilihat dari internet. Jadi, kebutuhan akan pekerja di lapangan berkurang. Jumlah kabel serta ruangan yg dibutuhkan juga berkurang, karena fiber optics punya kapasitas pengiriman sinyal yang jauh lebih besar daripada kabel tembaga biasa."

Selain perbedaan komponen fisik, digital substation juga menggunakan teknologi terkini seperti software analisa dan prediksi, kamera, digital transformers, dan sensor, sehingga bila digunakan dengan optimal, dapat terwujud subtation tanpa tenaga manusia.

"Nantinya, teknisi hanya perlu memantau dari sebuah control room terpadu dan hanya datang bila dibutuhkan regular maintenance atau perbaikan," ujar Liasta.

"Tapi yang terpenting, digital substation dapat memberikan akurasi data pengukuran yang mencapai 100 persen, prediksi kapan harus maintenance, dan analisis menyeluruh mengenai performa mesin —sesuatu yang tidak bisa dicapai dengan sistem konvensional."

Lalu, apakah digital substation sudah diaplikasikan di Indonesia?

GE, sebagai produsen digital substation, sudah mengerjakan beberapa proyek digitalisasi gardu, seperti di Palembang, Tanjung Api-Api, dan di Pondok Indah, Jakarta Selatan.

"Yang di Pondok Indah, masih semi-digital. Saat ini lebih banyak pembangunan semi-digital, seperti di Dago Pakar, Bandung dan Alam Sutera, Tangerang," jelas Liasta. "Ini biasanya karena bangunan sekitar yang semakin bertambah, demand listrik juga bertambah, dan kapasitas trafo perlu ditingkatkan."

"Bagaimanapun juga, digitalisasi harus dilakukan selangkah demi selangkah. Tapi, PLN butuh investasi besar untuk melakukannya. Makanya, sementara ini fokus ada di pembangunan digital substation yang baru, bukan di mendigitalisasi substation yang sudah ada."

Namun, GE percaya prospek digital substation ke depannya di Indonesia terlihat cerah.

ge gardu induk ge reports

Reinaldo Garcia, President & CEO GE Grid Solutions, yakin bahwa dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional sebesar 35.000 MW, kebutuhan akan sistem substation yang lebih efisien dan ramah lingkungan pasti bertambah.

"Kami telah membangun substation selama beberapa tahun di Indonesia, dan kami melihat akan ada peningkatan permintaan secara signifikan dalam lima tahun ke depan," ujar Reinaldo.

"Saya mengira akan ada sekitar 1.200 substation yang butuh dibangun dalam lima tahun ke depan. Meskipun ini mungkin butuh waktu lebih lama untuk membangunnya, jumlahnya masih sangat besar. Kami ingin melanjutkan kerja sama GE dengan PLN ke depan nya serta meningkatkan kapasitas kami di sini, karena kami melihat kebutuhan akan produk kami akan menjadi cukup substansial."

Lalu, selain masalah dana yang disebutkan oleh Liasta di atas, apa lagi tantangan bagi pelaku industri listrik, termasuk GE, dalam pembangunan digital substation?

"PLN adalah perusahaan unik yang membawahi produksi, transmisi, dan distribusi listrik. Ini adalah lingkup usaha yang sangat luas dan kompleks," kata Reinaldo.

"Ini bukan hanya masalah PLN karena masalah semacam ini umum muncul di perusahaan-perusahaan besar. Nah, tantangannya sekarang adalah bagaimana PLN dapat mempercepat proses perencanaan dan eksekusi proyek-proyek transmisi di Indonesia yang sudah terencana."