Brilio.net - Yahya dan Cindur jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, hubungan cinta mereka tidak mungkin diwujudkan karena perbedaan status sosial yang mencolok antara keduanya. Baik Yahya maupun Cindur sama-sama menyadari kenyataan itu, tapi cinta kasih mereka yang selalu bergejolak mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya cinta mereka dilangsungkan melalui surat. 

Pada suatu hari Yahya bertekad mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dia hendak melamar Cindur secara terang-terangan. Dengan segala kesederhanaannya, keluarga Yahya pergi melamar Cindur.

Lentera di Tepian © 2020 brilio.net

Tapi maksud kedatangan mereka ditolak keluarga Cindur karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin. Mereka bahkan menghina dan menyindir keluarga Yahya sehingga rombongan itu pulang dengan membawa segudang rasa malu dan kesal.

Tak lama kemudian keluarga Cindur didatangi Harun, seorang saudagar keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki itu bermaksud melamar Cindur. Orangtua Cindur yang materialistis langsung memutuskan menerima lamaran Harun. Sekalipun Cindur menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya pun tetap berlangsung.

Lentera di Tepian © 2020 brilio.net

Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan bagi Cindur karena ia tidak mencintai Harun. Ia pun mengetahui kalau tujuan Harun menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja.

Selain itu, perlakuan Harun terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan, kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yahya melalui surat-suratnya.

Lentera di Tepian © 2020 brilio.net

Begitulah kisah romansa yang disajikan dalam film pendek musikal bertajuk Lentera di Tepian yang ditayangkan Minggu (20/12/2020) pukul 20.00 WIB di laman Indonesia Kaya. Film persembahan Bakti Budaya Djarum Foundation yang berkolaborasi dengan ArtSwara Production ini mengambil latar kisah Yahya, pemuda yatim yang miskin yang secara kebetulan bertemu dengan gadis cantik bernama Cindur, putri seorang bangsawan Palembang.

Film garapan sutradara Maera Panigoro dan naskahnya ditulis Titien Wattimena ini, diperankan Bima Zeno, Kikan Namara, Chandra Satria, Simhala Avadana, Sita Nursanti, Taufan Purbo, dan Ubiet Raseuki dengan iringan musik Dian HP dan sutradara visual Tanta Ginting.

Lentera di Tepian © 2020 brilio.net

Film ini bak oase di gurun gersang. Menjadi hiburan menarik di pengujung tahun 2020 yang penuh tantangan akibat pandemi Covid-19. Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation (Indonesia Kaya) menegaskan saat ini ruang pentas yang identik dengan bangunan fisik kini beralih ke ruang daring dan perubahan ini menjadi alternatif agar seni pertunjukan tetap bertahan.

“Walaupun sekarang kita tidak dapat menyaksikan sebuah pertunjukan secara langsung, kami harap keadaan ini dapat mendorong para pelaku seni untuk terus berkarya dan berinovasi dalam menghasilkan pertunjukan-pertunjukan virtual yang menarik seperti Lentera di Tepian ini,” ujar Renitasari.

Lentera di Tepian © 2020 brilio.net

Maera sang sutradara mengaku membuat sebuah karya di tengah pandemi menjadi sebuah tantangan tersendiri. Maklum proses latihan hingga produksi dilakukan di tengah-tengah keterbatasan sambil menjalankan protokol kesehatan.

“Kondisi ini mendorong kami untuk semaksimal mungkin menyajikan sebuah lakon yang  dapat menginspirasi serta menghibur para penikmat seni di rumah. Semoga lakon ini dapat diterima dengan baik dan mendapatkan apresiasi yang tinggi dari para penikmat seni,” ujar Maera.

Lentera di Tepian © 2020 brilio.net

Sementara Kikan yang memerankan sosok Cindur merasa senang bisa kembali bekerja sama dengan para seniman serta menghibur para penikmat seni di rumah. “Semoga selain menjadi alternatif hiburan, penampilan kami juga dapat menginspirasi,” kata Kikan.