1. Home
  2. ยป
  3. Sosok
23 Maret 2016 10:42

Ditanya cita-citanya, Sumanto menjawab ingin makan daging sate (1)

Dia juga senang menyanyi tembang-tembang jawa Ahada Ramadhana

Brilio.net - Masih ingat Sumanto? Ya, si kanibal pemakan mayat asal Purbalingga, Jawa Tengah. Sepuluh tahun setelah kebebasannya dari balik jeruji besi, ternyata Sumanto masih saja misterius. Sosoknya penuh tanda tanya, dan apa yang hendak dilakukannya sulit ditebak.

Beberapa waktu lalu brilio.net menemuinya di Purbalingga dan berbincang-bincang serta mengikuti kegiatan sehari-harinya. Sebenarnya tak sulit untuk bisa bertemu Sumanto. Karena ia sehari-hari berada di Rumah Sakit Khusus Mental Haji Supono Mustajab di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga. Haji Supono kini seperti bapak angkat bagi Sumanto. Siapapun yang hendak bertemu dengannya, biasanya ditemani oleh Haji Supono. Bahkan, seringkali ia diajak Haji Supono untuk menghadiri pengajian-pengajian di berbagai daerah. Di hadapan jamaah pengajian, tak jarang Sumanto diberi kesempatan untuk berbicara.

BACA JUGA :
Widji Tukul dapat gelar pahlawan dari Pemerintah Timor Leste itu hoax


Ketika brilio.net datang, Sumanto tampak menyambut dengan ramah. Namun, bukan Sumanto kalau tidak bikin orang yang bertemu dengannya ketakutan. Setelah bersalaman, ia melafalkan lirihshalawat nabi berkali-kali sambil berjalan memutari kami satu persatu. Saat itu, Sumanto terlihat lebih bersih dibanding saat wajahnya sering menghiasi layar televisi ketika ditangkap usai memakan daging mayat Ny Rinah (62). Kini ia mengenakan kemeja hitam lengan panjang, celana biru tua, disertai kopiah bulat dan sorban yang dibelitkan di lehernya.

Tak ada yang diperbincangkan dengan Sumanto saat pertemuan itu, melainkan hanya saling diam. Karena ia sudah bersiap-siap hendak ke bengkel las, tempatnya beraktivitas setiap siang hari. Kami pun satu mobil dengan Sumanto ditemani Haji Supono. "Pak Sumanto suka bernyanyi?," tanya brilio.net. Pria kelahiran Desa Plumutan Purbalingga, 3 Maret 1972 ini pun langsung asyik unjuk suara. Dia menyanyi tembang-tembang jawa entah judul apa. Sesekali tawanya yang khas menyelingi.


Sumanto saat diwawancarai.

BACA JUGA :
Benarkah Mark Zuckerberg investasi Rp 13 triliun demi ide Kanye West?

Perjalanan ke bengkel las ditemani hujan deras. Di bengkel las tanpa banyak bicara pria yang tengah mencari pendamping hidup ini langsung melepas kemejanya. Ia hanya mengenakan kaos dalam. Dengan kacamata hitam, Sumanto dengan cekatan memeragakan kemampuan mengelas sebuah pagar. Lincah gerakannya berpiindah-pindah mendekat pada sisi-sisi pagar yang direkatkan. Kami tak ingin mengganggu aktivitasnya. Usai mengelas, Sumanto tiba-tiba berdiri dan berhasrat ingin makan. Dia ingin sate kambing.

Menurut Supono, sekali makan sate Sumanto bisa menghabiskan 200 tusuk. Kami pun satu mobil lagi bergerak mencari warung sate kambing. Hujan masih mengguyur, namun Sumanto meminta kaca mobil tak ditutup meski air sesekali masuk ke mobil. Dan setelah berputar-putar mencari warung sate tak ditemukan juga.

Akhirnya kami menuju warung nasi padang. Di warung itu, Sumanto memesan dua porsi nasi padang dengan lauk ikan lele. Merasa kurang, satu piring nasi putih yang memang disediakan warung untuk tambah dilahapnya juga. Sepanjang perjalanan pulang, Sumanto asyik bernyanyi


Sumanto sedang sibuk mengelas.

Sejak keluar dari bui 2006 silam, Sumanto memang diketahui sedang terganggu jiwanya. Terkadang seperti orang normal, namun seringkali sulit untuk dipahami.

Kala itu, Sumanto tidak memiliki tempat yang akan ditinggalinya karena tidak ada yang bersedia menampungnya. Dia akhirnya menetap di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Purwokerto. Hari raya idul fitri 2006, barulah dia meninggalkan lapas. Sulung dari empat bersaudara ini menjalani hari-hari di Rumah Sakit Khusus Mental Haji Supono Mustajab di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga. Sesekali ia juga pulang ke rumahnya didampingi Supono.

Sumanto, seperti dituturkan Supono Mustajab, adalah sosok yang menakutkan. Tak hanya tingkah lakunya, baik fisik maupun sorot matanya pun tak lepas dari kesan menakutkan. Hari-harinya di Rumah Sakit milik Supono Mustajab dihabiskan untuk mengelas, bercocok tanam di kebun dan mengurus kolam ikan bersama para penghuni lain di tanah milik Yayasan An Nur yang menaungi rumah sakit ini. Di rumah Supono yang bangunannya tak terpisah dengan rumah sakit, pada malam hari kerap digelar pengajian. Para penghuni rumah sakit mental itu diikutkan. Sumanto sendiri selalu hadir. Bahkan, ketika Supono memberi pengajian-pengajian di luar daerah, Sumanto sering diajak. Bahkan pernah juga diajak sampai ke Hongkong.

Saat di rumahnya, brilio.net punya banyak waktu untuk ngobrol dengan Sumanto. Namun, lagi-lagi jawaban Sumanto selalu ngelantur. "Pak Sumanto pernah punya cita-cita apa?" "Cita-cita saya makan sate," katanya sembari mengangguk-anggukkan kepala. Dia lalu menyanyi lagu-lagu jawa, dilanjutkan dengan omongan seperti orang berorasi. Saya adalah pusat pimpinan sesunan tatakenegaraan, katanya terus ngelantur. Matanya sesekali melotot.

Sampai di depan kamar rumah Sumanto, brilio.net tak lagi didampingi Supono sebab baru saja ada pasien di rumah sakit mental yang harus disambut olehnya. Pertanyaan-pertanyaan coba kami ajukan, mulai hal yang sepele hingga isu-isu macam Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). "LGBT itu apa? Apakah pasukan? Apakah bisa disamakan dengan KKN? Bahasa mana itu? Kalian dari negara mana?," katanya.


Makan dulu ya! Nyam nyam!

Mulyati (41), adik Sumanto saat ditemui di Desa Plumutan, kediaman orangtuanya sekarang, mengatakan sejak bebasnya Sumanto tahun 2006, sang kakak langsung dibawa ke Desa Bungkanel tempat rumah sakit Supono Mustajab berada. Pihak keluarga rela Sumanto tak di rumah. Bahkan, pihak keluarga telah membubuhkan tanda tangan di atas materai menyatakan bahwa Sumanto sudah menjadi tanggungan rumah sakit sampai Sumanto meninggal.

"Yang ngurusi ya pak haji. Ya nggak papa lah yang penting keluarga bisa melihat dia senang, sehat. Kalau di sini kan takutnya kejadian lagi. Ya misalnya dibawa pulang ke sini, kan keadaan rumah kayak gini, tidak memungkinkan ditinggali Sumanto. Di sana kan dipagar besi. Biasanya lebaran pulang ke sini. Kadang-kadang ngambil baju, sajadah, peralatan solat," tutur ibu empat anak ini kepada brilio.net.


Sumanto hendak istirahat setelah capek mengelas.

Sementara itu, Ahmad Sugimin sosok perawat Sumanto berkisah lumayan panjang. Pria asal Banjarnegara Jawa Tengah ini telah bekerja sejak 1999 di rumah sakit mental Bungkanel. Ketika mendapat kabar bahwa Sumanto akan ditempatkan di rumah sakit tempat ia bekerja, Sugimin mengaku tak sedikitpun merasa takut. Jika diajak keluar ke mana pun, Sugimin adalah sosok yang selalu mendampingi. Ketika ke pasar, makan di warung, keluar kota, hingga keluar negeri, Sugimin selalu mendampingi.

"Pas Sumanto datang ke sini saya ditanya oleh Pak Haji, bisa ngurusin nggak? Saya bilang bisa. Sekarang di sini kan nggak makan orang lagi, karena kan harus ngikutin saya. Peraturannya harus ikut saya di sini. Apalagi lihat Sumanto kan badannya kecil gitu, saya tidak takut," terangnya.

Menurut Sugimin, pemeriksaan kesehatan mental Sumanto ketika dia akan menghuni rumah sakit mental ini tidak memperlihatkan keanehan. Terkait respon Sumanto yang mampu membuat lawan bicara ketakutan dan jawaban-jawaban yang tidak sinkron ketika diajak bicara, Sugimin menyatakan, jika Sumanto berbeda saat menghadapi orang yang berbeda. Ketika ditanya oleh orang-orang yang telah dikenalnya, semisal para petugas rumah sakit, jawabannya biasa-biasa aja. Sumanto tidak akan memberikan respon yang menakutkan. Pembicaraannya pun nyambung, dia bahkan bisa membicarakan masa kecilnya, masa bahagianya, dulu sampai sekarang.

"Tapi kalau ditanya orang yang nggak kenal, bicaranya kayak diada-adakan, keluar kesombongannya. Seperti orang dibikin-bikin. Saya yang tiap hari ketemu kalau ngobrol nggak takut, kalau yang jarang ketemu ya mungkin takut, padahal Sumanto biasa," tuturnya.

Lalu bagaimana pendapat Supono Mustajab? Pria 63 tahun ini menyatakan bahwa Sumanto hingga kini masih mengalami gangguan jiwa. Hal ini tidak lepas dari masa kecilnya di desa yang karena nakal sehingga diasingkan oleh lurahnya. Sumanto pun mengalami depresi hingga sekarang. (bersambung)

BACA JUGA: Supono merawat Sumanto karena keluarganya juga ketakutan (2-habis)

TONTON JUGA VIDEONYA DI SINI:

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags