Kasus korupsi yang melibatkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, kini menjadi sorotan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Ardito terlibat dalam praktik rasuah dengan meminta jatah atau fee dari proyek-proyek yang ada di wilayahnya. Menurut Mungky Hadipratikto, Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Ardito diduga meminta fee sebesar 15% hingga 20% dari setiap proyek yang berjalan.
Dalam laporan KPK, Ardito Wijaya yang menjabat sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030, diduga mematok fee dari sejumlah proyek dengan total anggaran APBD mencapai Rp3,19 triliun. Anggaran ini sebagian besar digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik.
BACA JUGA :
Profil Ardito Wijaya, bupati Lampung Tengah yang kena OTT KPK
Setelah dilantik, Ardito memerintahkan Riki Hendra Saputra, anggota DPRD Lampung Tengah, untuk mengatur pemenang pengadaan barang dan jasa (PBJ) di beberapa satuan kerja perangkat daerah. Proyek-proyek tersebut harus dimenangkan oleh perusahaan milik keluarga atau tim pemenangan Ardito saat kampanye.
Mungky juga menjelaskan bahwa Ardito meminta Riki untuk berkoordinasi dengan Anton Wibowo, Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah, dan Iswantoro, sekretaris Anton, untuk mengatur pemenang PBJ. Dari pengaturan ini, Ardito diduga menerima fee sekitar Rp5,25 miliar dari beberapa rekanan.
Tak hanya itu, Ardito juga meminta fee dari proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan. Anton Wibowo berkoordinasi dengan pihak Dinkes untuk memenangkan PT Elkaka Mandiri, yang akhirnya mendapatkan tiga paket pengadaan alat kesehatan senilai Rp3,15 miliar. Anton diduga menerima fee sebesar Rp500 juta dari proyek ini.
BACA JUGA :
Buntut OTT Bupati Sugiri Sancoko, KPK selidiki pengadaan monumen Reog di Ponorogo
Uang untuk Bayar Utang Kampanye
Mungky merinci bahwa total aliran uang yang diterima Ardito mencapai Rp5,75 miliar. Uang ini diduga digunakan untuk dana operasional bupati dan pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kampanye Pilkada 2024. Dari total tersebut, sekitar Rp500 juta digunakan untuk operasional dan Rp5,25 miliar untuk membayar utang kampanye.
Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Ardito Wijaya, Riki Hendra Saputra, Ranu Hari Prasetyo (adik Ardito), Anton Wibowo, dan Mohamad Lukman Sjamsuri, Direktur PT Elkaka Mandiri. KPK telah menahan mereka selama 20 hari, terhitung sejak 10 hingga 29 Desember 2025, dengan penahanan dilakukan secara terpisah.