1. Home
  2. ยป
  3. Serius
3 Februari 2017 17:02

Langkah UII mengembalikan reputasi

UII berusaha menempuh sejumlah cara agar insiden tak terulang di kemudian hari dan menjadi pembelajaran penting. Ahada Ramadhana

Brilio.net - Kamis(26/1) sekitar pukul 17.00 WIB Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir tiba di Jogjakarta International Hospital (JIH). Nasir langsung menemui ke-10 peserta The Great Camping (TGC) yang masih dirawat inap.

Kunjungan ke Yogyakarta ini merupakan bentuk perhatian khusus terkait kegiatan The Great Camping (TGC) XXXVII Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (Mapala Unisi) yang merenggut korban jiwa. TGC Mapala Unisi dihelat pada 13-20 Januari 2017 di Gunung Lawu, Lereng Selatan, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.

BACA JUGA :
Misteri Sumur Upas, situs Majapahit yang punya banyak lorong rahasia


Usai menjenguk, Nasir dihadang wartawan yang telah menunggu di lantai 4 rumah sakit tersebut. Dia mengonfirmasi bahwa ada kekerasan yang terjadi selama pelaksanaan TGC XXXVII, berdasarkan hasil obrolan dengan para peserta TGC XXXVII yang baru ditemuinya.

"Ada yang dipukulin. Kalau suruh push up itu saya pikir hal biasa ya untuk pemanasan karena kondisi udara, tapi kalau sampai ke fisik itu yang jadi masalah. Ada kontak fisik.

Inilah yang harus dihindari. Tidak boleh melakukan hal itu. Bahkan apabila memang terjadi peserta itu tidak kuat, secara fisiknya dia harus mundur dia harus diizinkan, tapi tidak diizinkan," terang Nasir.

BACA JUGA :
Melihat kampung Majapahit di Trowulan, jelajahi permukiman abad ke-14

Pernyataan Nasir sesuai dengan apa yangtertuang dalam Press Release UII, Selasa (24/1). Pada poin 6 tertulis, "Berkaitan dengan insiden ini, berdasarkan pengakuan peserta yang ditemui tim pada pemeriksaan kesehatan, pada kegiatan TGC telah terjadi kekerasan. Berdasarkan laporan tersebut UII terus melakukan pendalaman untuk mengetahui secara lebih detail bentuk kekerasan yang terjadi."

Achiel Suyanto selaku kuasa hukum Mapala Unisi menyatakan tidak dibenarkan memang senior atau pelaksana kegiatan melakukan kekerasan. Hal tersebut telah tertera dalam SOP TGC XXXVII. Pihak panitia sempat membuat perjanjian bermaterai yang berisi kesediaan peserta tidak menuntut jika ada luka fisik pasca kegiatan TGC XXXVII. Surat pernyataan tersebut sudah digunakan sejak tahun 1990an.

Akan tetapi surat pernyataan tersebut akan batal secara hukum jika terjadi pelanggaran. Karena untuk kasus kesalahan peserta sebenarnya sudah ada aturan hukuman yang dijalankan.

Peserta yang melakukan pelanggaran selama rangkaian TGC dapat dikenakan hukuman yang terdiri dari ada 3 mekanisme, yaitu pelanggaran pertama diberi teguran, kedua diberi hukum fisik berupa push up atau jalan jongkok, dan pelanggaran ketiga pengurangan nilai.

"Memukul pun tidak boleh, tetapi tidak menutup kemungkinan di dalam operasionalnya ada yang berlebihan itu mungkin-mungkin saja dan tugas penyidik untuk menemukan siapa yang melakukan itu. Kita tidak bisa tunjuk hidung apakah ada tindakan panitia yang berlebihan iya kita temukan. Tapi soal bagaimana bentuknya itu ranahnya kepolisian untuk melakukan penyidikan," terang Achiel yang juga pernah aktif di Mapala Unisi.

Pihak Mapala Unisi menyatakan kejadian ini adalah musibah yang mana tidak seorang pun menginginkannya terjadi. Sementara itu di tempat yang sama, salah seorang anggota senior Mapala Unisi menyayangkan adanya pandangan yang menyudutkan organisasi tempat dulu ia pernah aktif.

"Mohon pemahamannya ini bukan direncanakan. Seribu satu prestasi kami tolong jangan hilang dengan masalah ini. Masalah ini tolong diselesaikan tapi jangan anggap kami seolah-olah sebagai pembunuh. Saya jamin seratus persen tidak ada tradisi kekerasan di Mapala ini. Kita punya silabus pendidikan yang jelas, berapa jam materi itu harus disampaikan," tutur pria yang mengaku bernama Aseng ini.

Untuk kasus meninggalnya tiga mahasiswanya, UII berusaha menempuh sejumlah cara agar insiden tak terulang di kemudian hari dan menjadi pembelajaran penting.

Beberapa langkah dilakukan pihak UII dari berbagai elemen sebagai bentuk tanggung jawab.

1.Membentuk Tim Pencari Fakta
Pihak Rektorat UII membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang bekerja sejak Sabtu (21/1). Tim ini bertugas melakukan investigasi sekaligus mendampingi para peserta TGC XXXVII Mapala Unisi dalam hal kesehatan maupun psikologi. Dalam konferensi pers Mapala Unisi di Kampus UII Cik Ditiro pada Jumat (27/1), Imam Noorizky selaku Ketua Mapala Unisi mengimbau kepada seluruh anggota yang dipimpinnya serta seluruh masyarakat untuk percaya dan bersabar menunggu hasil dari tim yang telah dibentuk.

"Saya menegaskan selaku ketua Mapala Unisi akan menyerahkan sepenuhnya proses ini kepada tim yang telah dibentuk dan akan menerima apapun hasil yang didapatkan oleh tim saat ini dengan terbuka dan lapang dada. Dan juga apabila dari hasil investigasi dan tim pencari fakta didapatkan kejanggalan yang mengarah kepada adanya kekerasan fisik sehingga menyebabkan adanya korban jiwa, saya selaku ketua mapala unisi dan pengurus siap untuk mempertanggungjawabkan itu semua.

Pihak UII bekerja sama dengan kepolisian Karanganyar mengungkap kasus kekerasan yang menyebabkan kematian. (foto: Instagram/@polreskaranganyar)

Jika hal ini memungkinkan untuk dijadikan bukti pidana yang akan ditangani oleh pihak kepolisian maka kami akan bersikap kooperatif dan akan menjunjung tinggi proses hukum tersebut dan kita semua akan mengawal proses hukum tersebut," terangnya.

Sementara itu, Direktur Humas UII Karina Utami Dewi ketika ditemui Kamis (26/1) menyatakan akan menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya terkait kasus ini jika memang terbukti melakukan penyimpangan dari SOP.

"Di UII sudah ada prosedur tersendiri. Yang pasti di UII ada aturan universitas terkait disiplin mahasiswa yang sangsinya bermacam-macam dan yang paling berat adalah dikembalikan ke orangtua. Atau dikeluarkan baik itu dengan hormat ataupun secara tidak hormat.

Tapi itu ada prosedurnya, misalnya TPF menemukan data adanya kekerasan, saat ini diberikan ke pihak universitas, pihak universitas menjadikannya acuan untuk memutuskan sangsi apa yang harus dijatuhkan," tutur Karina saat ditemui di area Gedung Rektorat UII GBPH Prabuningrat.

2. Pengunduran diri Rektor dan WR III UII
Dalamjumpa pers di Kantor Kopertis V, Jl. Tentara Pelajar, Bumijo, Yogyakarta, Kamis (26/1), Harsoyo menyampaikan pengunduran dirinya dari jabatan Rektor UII yang diembannya sejak 2014. Di hadapan Menristekdikti Muhammad Nasir dan Koordinator Kopertis V Bambang Supriyadi, Harsoyo menyebut langkahnya ini sebagai bentuk tanggung jawab moral. Meski demikian, dia mengaku bersedia mengawal kasus ini sampai tuntas.

Menristekdikti MuhammadNasir menyatakan mengapresiasi hal ini. "Rektor mengundurkan diri sebagai suatu bentuk tanggung jawab. Tapi harus tetap menyelesaikan masalahnya. Tidak boleh meninggalkan hal ini sampai tuntas. Kekerasan harus berhenti. Yang menimbulkan kekerasan harus diperiksa sesuai prosedur hukum yang berlaku. Pasti ada evaluasi. Semua kegiatan lapangan yang mengandung risiko tinggi harus ada pendampingan," terangnya.

Pada Minggu (29/1) siang, Harsoyo memberikan penjelasan terkait pengunduran dirinya di Lapangan Sepakbola UII. Di hadapan civitas UII, dia menceritakan bahwa ada perguruan tinggi yang mengalami kejadian serupa dengan UII, yang lantas diberikan sanksi berupa pemberhentian proses penerimaan mahasiswa selama dua tahun. Dia tidak ingin hal itu terjadi pada UII.

Selain itu, Harsoyo mendengar kabar akan dilakukannya penyelidikan dari Komnas HAM. Itu dapat terjadi apabila Ombudsman melakukan penyelidikan awal lau melaporkannya ke Komnas HAM. Harsoyo membatalkan langkah Ombudsman dengan langkah pengunduran dirinya.

Saya tidak mengatakan mengundurkan diri, tetapi mengembalikan amanah, karena amanah ini menurut saya terlalu berat, ujar Harsoyo.

Wakil Rektor III Abdul Jamil mengikuti langkah Harsoyo mundur dari posisi pimpinan UII. Hal tersebut disampaikan pada forum konsolidasi mahasiswa di Kampus UII Cik Ditiro Kamis (26/1) malam.

Rapat Senat UII ynag digelar Senin (30/1), menerima pengunduran diri kedua pimpinan UII tersebut secara aklamasi. Sebanyak 146 anggota Senat UII hadir.

3. Pembekuan Mapala
Pasca TGC XXXVII, Mapala sebagai organisasi mahasiswa di lingkungan UII dihentikan aktivitasnya sementara waktu. Dalam press release UII Selasa (24/1) disebutkan: Tindakan yang telah diambil UII adalah membekukan segala bentuk kegiatan Mapala Unisi serta kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang bersifat outdoor sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Direktur Humas UII Karina Utami Dewi menyebut pelarangan ini bukanlah dalam rangka membatasi kegiatan mahasiswa, melainkan bentuk tanggung jawab melindungi mahasiswa.

Bismillahirrohmanirrohiem. Kami dari keluarga Mapala Unisi mengucapkan beribu terima kasih kepada semua pihak untuk doa dan perhatian dari musibah yang menimpa kami saat ini Keluarnya surat pembekuan dari Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia tentunya menjadi kesedihan bagi kami Keluarga Besar Mapala Unisi Namun, menjadi keharusan bagi kami untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh sesuai yang diamanatkan, sedang kami lakukan. Untuk itu, saat ini kami membentuk Crisis Centre Keluarga Besar Mapala Unisi ( cckamapalaunisi ) untuk menyelesaikan musibah yang menimpa, sekaligus membentuk bagian kecil untuk melakukan reformasi secara menyeluruh terhadap organisasi Mapala Unisi Sekali lagi kami menghaturkan banyak terima kasih atas dukungan serta support dari Pihak Kampus baik Rektorat, Dekanat dan Dosen2 UII serta seluruh Element kemahasiswaan Keluarga Mahasiswa UII #selamatjalanadik #mapalaunisi #cckamapalaunisi

A photo posted by MAPALA UNISI (@mapalaunisi) on

"Kalau kita biarkan kemudian ternyata terjadi hal-hal yang tidak diinginkan juga akan menjadi kesalahan universitas karena tidak bertindak. Itu yang kita lakukan, mengapa kita membekukan itu.

Jadi kami rasa tidak berlebihan, karena memang kita harus tegas. Tapi jika memang nanti sudah ada langkah yang dirasa cukup bisa mengantisipasi kemungkinan pelanggaran-pelanggaran seperti kekerasan itu, pembekuan bisa kita cabut. Tapi ini masih kita lihat perkembangannya," tuturnya.

Baca juga tulisan sebelumnya:
Multilevel itu bernama kekerasan
Kenapa yang berprestasi harus berpulang?
Tugas berat Mapala menghapus cap 'pembunuh'

Tulisan terakhirdari empat tulisan yang disiapkan redaksi. Simak terus liputan khusus brilio.net terkait "kasus kekerasan dalam dunia pendidikan tinggi" (tewasnya tiga mahasiswa UII dalam kegiatan Diksar Mapala)

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags