1. Home
  2. ยป
  3. Sosok
2 Mei 2016 22:32

Kisah 'Dukun Cilik' Ponari, mantan miliarder yang ingin jadi tentara

Sekarang pasiennya hanya satu-dua orang saja tiap hari. Andry Trysandy Mahany

Brilio.net - Masih ingat anak ajaib dari Jombang, Jawa Timur? Ya, si dukun cilik yang sempat membuat geger karena konon bisa menyembuhkan orang sakit dengan batu yang dimiliki. Tujuh tahun lalu, ribuan orang tiap hari datang ke rumahnya. Bahkan lantaran berdesak-desakan, beberapa pasien meninggal dunia setelah terinjak-injak pasien lain. Dia adalah Ponari, si 'dukun cilik'. Nah, bagaimana kabarnya sekarang?

Akhir April lalu, brilio.net menemuinya di rumahnya di Dusun Kedungsari, Desa Balungsari, Kecamatan Megaluh, Jombang dan berbincang-bincang dengan Ponari dan keluarganya. Untuk mencari rumahnya tak sulit, karena hampir semua warga tahu persis lokasi tempat tinggal si dukun yang sempat jadi miliarder itu.

BACA JUGA :
Purbalingga, 'pabrik raksasa' produsen knalpot yang legendaris


Jalan akses menuju rumahnya rusak parah, apalagi saat brilio.net menuju rumahnya, hujan turun dengan deras. Jalan tidak terlalu lebar yang kanan kirinya adalah hamparan sawah. Kendaraan harus berjalan pelan lantaran tanah licin dan berbatu. Jalan akses itulah dulu berjubel ribuan orang yang hendak berobat, bahkan sampai bermalam di sekitar rumah Ponari. Keluar dari jalan utama, langsung disambut dengan sebuah Gapura bertuliskan "Gang Ponari". Dari gang itu masih harus menyusuri jalan paving yang lebarnya sekitar 2 meter. Baru terlihatlah rumah Ponari yang cukup megah untuk ukuran warga kampung. Bangunan tembok itu tampak mencolok dibanding rumah lain disekitarnya yang masih berupa kayu.

Rumah Ponari berwarna hijau tosca, dengan lantai keramik cokelat yang kinclong. Rumah itu kini sepi, tak lagi banyak pasien yang datang. Bahkan brilio.net perlu beberapa kali mengucap salam baru muncul sosok wanita dengan tubuh gemuk menggunakan daster berwarna ungu. Dia adalah Mukaromah, ibu kandung Ponari. "Mari silakan masuk mas," ucapnya ramah.

BACA JUGA :
Melihat Desa Wig di Purbalingga, semua warganya ahli mengolah rambut

Ponari bersama adiknya

Ponari adalah sosok pemalu. Kini ia berusia 16 tahun, duduk di bangku kelas I SMP. Soreitu, ia sedang tiduran di kamar. Ibunya butuh waktu lama untuk membujuk Ponari agak berkenan diwawancarai. Ponari pun keluar dengan wajah tertunduk malu. Badannya terlihat tegap, tinggi dan besar. Rambutnya pun dipotong cepak, dan sebagian menutupi keningnya. Sosoknya sangat berbeda dengan Ponari dulu, saat masih bocah.

Keluarga dan tetangga memanggil Ponari dengan sapaan Mas Ari. "Mas Ari apa kabar sekarang?" tanya brilio.net mengawali perbincangan. Agak lama hening, ia tak kunjung juga menjawab. Hanya duduk tertunduk sambil menggelengkan kepala sembari menatap layar ponselnya. Beberapa saat berlalu, wajahnya tetap tertunduk.

Mukaromah yang duduk sambil memangku adik Ponari pun akhirnya yang menyahut. Ibu kandung Ponari ini bercerita panjang lebar mulai dari awal sebelum Ponari terkenal hingga keadaannya sekarang. Ia menuturkan, semuanya bermula saat desanya dilanda hujan deras disertai suara petir yang saling menyambar. Ponari saat itu masih duduk di kelas tiga SDN Balongsari I, dan sebagaimana bocah pada umumnya ia pun ikut main hujan-hujanan.

Di tengah geledek petir menyambar itulah Ponari menemukan benda keras yang jatuh menyerempat kepalanya. Benda yang ternyata batu itu berwarna coklat muda, dengan bentuk agak lonjong dan berukuran sebesar kepalan tangan anak kecil. Ketika brilio.net meminta izin untuk melihat batu tersebut, Bu Mukaromah langsung menghampiri nenek Ponari, Mbok Legi.

Rupanya, Mbok Legi lah yang sehari-hari menyimpan dan menjaga batu itu. Saat Ponari ingin menunjukkan, ia terlebih dahulu harus meminta izin dari neneknya itu.

Bersama ibunya, Siti Mukaromah

Lalu bagaimana awal Ponari jadi dukun?Suatu ketika ada gadis kecil tetangga Ponari demam tinggi dan muntah-muntah. Tanpa disuruh, Ponari pun langsung mendatangi gadis kecil tadi. Lalu memasukkan batu kecil tadi ke gelas berisi air lalu diminumkan ke gadis yang sakit. Tak lama kemudian gadis itu sembuh. Sejak itu lah tetangga yang sakit berbondong-bondong datang menghampiri Ponari.

Dan dari mulut ke mulut berita itu menyebar dengan cepat hingga pada puncaknya yaitu pada tahun 2009. Ribuan orang berbondong-bondong mendatangi rumah Ponari. Bahkan, saat itu ada lima pasien meninggal akibat berdesakan dan kelelahan saat antri berobat.

Dari praktik pengobatan yang susah dinalar itu, keluarga Ponari menjadi kaya raya. Ibunya bahkan mengatakan saat itu sempat terkumpul uang Rp 1 miliar lebih dari pasien yang datang. Dengan uang sebanyak itulah, derajat keluarga Ponari meningkat drastis.

Yang awalnya Ponari tinggal di rumah gedeg sempit berukuran 4 x 6 meter berlantai tanah, kini ia mampu membangun rumah permanen. Uang yang ada juga digunakan untuk membeli lahan persawahan seluas dua hektare, sepeda motor, dan perabotan rumah tangga.

Tidak hanya itu, dari uang yang didapat, Ponari juga menyumbangkan uangnya untuk pembangunan masjid di desanya. Warga di sekitar juga kebagian rezeki saat itu. Ada yang membuka warung kecil, atau sekadar menjadi juru parkir untuk pasien yang berobat. Terkait nama gang yang disinggung di awal, Bu Mukaromah mengatakan itu adalah inisiatif dari warga sekitar.

"Warga merasa Ponari banyak berjasa, makanya warga gotong royong membuat gapura dengan nama Ponari. Itu inisiatif warga semua," kenang Bu Mukaromah.

Namun meski Ponari mendadak menjadi kaya, keadaan pendidikannya berbanding terbalik 180 derajat. Setelah secara ekonomi keluarganya naik drastis, pendidikan Ponari sempat kacau. Karena terlalu sibuk menjadi dukun cilik, bocah pemalu itu akhirnya gagal saat ujian SD dan tak lulus. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi saat itu pun menilai praktik itu merampas hak Ponari sebagai anak.

Batuinilah yang dicelupkan ke air untuk diberikan kepada pasien

Lalu bagaimana Ponari sekarang?Kini praktik pengobatan Ponari memang masih berlangsung. Ia tetap memberi pengobatan kepada orang yang datang ke rumahnya. Teknik pengobatan yang dilakukan juga sama: air dari batu. Namun saat ini sudah mulai sepi. Tak ada lagi ribuan orang. Tak ada lagi antrean panjang mengular. Sekarang, pasien yang datang bisa dihitung jari. Bu Mukaromah mengatakan, dalam sehari hanya ada satu dua pasien saja yang datang.

Akan tetapi ada yang berbeda saat ini. Pasien yang datang tidak hanya berniat mencari kesembuhan fisik saja, melainkan juga mencari solusi permasalahan hidup sehari-hari. Seperti masalah rumah tangga dan masalah perjodohan. Bahkan belum lama ini, ada beberapa pelajar yang datang bersama orangtuanya untuk meminta kelancaran saat Ujian Nasional (UN).

Sementara itu, untuk tarif Bu Mukaromah mengatakan masih sama seperti dulu. "Nggak matok harga, sama kayak dulu. Paling sedikit orang ngasih ya Rp20.000 dan paling banyak Rp100.000 hingga Rp150.000," tuturnya.

Kondisi pasien Ponari yang sepi ternyata ada berkah bagi pendidikannya. Setelah sekolahnya sempat mandeg hingga tiga tahun, kini ia jalani lagi. Untuk melanjutkannya, beberapa waktu yang lalu Ponari mengikut ujian kejar paket A. "Alhamdulillah lulus paket A, dan sekarang lanjut sekolah kelas 1 SMP, baru Januari kemarin masuknya," ungkap Bu Mukaromah kepada brilio.net.

Keseharian Ponari sekarang pun layaknya anak-anak di usianya. Sehari-hari ia berangkat sekolah, setelah pulang sekolah ia pun kerap bermain-main dengan temannya. Tetapi sering juga ia berdiam di rumah sambil mengutak-atik ponselnya. Namun sesekali jika ada pasien datang, Ponari melayaninya sehabis pulang sekolah.

Rumah keluarga Ponari


Putri, kakak kelas Ponari yang juga tetangganya mengatakan bahwa Ponari adalah sosok pendiam di sekolah. Ia jarang berbicara dan saat istirahat sering memilih duduk di kelas. Tetapi kesehariannya adalah anak yang baik. Ia tak sungkan untuk berbagi jajan ke teman sekolahnya. "Sering kok nraktir temen-temen di sekolah. Ponari baik banget, nggak pelit," ujar Putri sambil tertawa kecil.

Saat ditanya apa cita-citanya Ponari, remaja tanggung ini menjawab dengan malu-malu. Sambil menunduk ia mengatakan dulu ingin menjadi tentara. Ibunya menambahkan, cita-cita Ponari ini datang saat ia melihat perjuangan seorang tentara ketika ia masih kecil.

"Terus siapa tokoh idolanya mas Ari?" kembali brilio.net mencoba berinteraksi. Tapi lagi-lagi Ponari memilih diam sambil tersenyum malu. Sambil dirayu Bu Mukaromah, Ponari mengatakan dengan nada pelan sempat mengidolakan Desi Ratnasari. "Alhamdulillah, saat diundang ke Jakarta, kita sempat ketemu sama mbak Desi Ratnasari," ujar Bu Mukaromah.

Tak hanya Desi, Ponari ternyata juga mengidolakan band ternama Slank. Menurut ibunya, Ponari kerap menggambar logo Slank saat sedang tidak ada kegiatan.[]

TONTONJUGA VIDEONYA

PONARI 'DUKUN CILIK' YANG KINI SUDAH REMAJA

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags