Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) kini tengah berupaya memperkuat langkah mitigasi risiko di lingkungan pesantren. Langkah ini diambil setelah tragedi ambruknya bangunan di Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, yang menyebabkan banyak korban jiwa.
Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said, menyatakan bahwa insiden di Al Khoziny menjadi pengingat penting untuk memprioritaskan keselamatan santri serta memastikan kelayakan bangunan dalam penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Menurutnya, koordinasi dengan berbagai kementerian akan dilakukan untuk mencegah terulangnya insiden serupa.
BACA JUGA :
Polisi selidiki tragedi Ponpes Al Khoziny, ada dugaan unsur kelalaian, pelaku bakal dijerat pasal ini
"Kami sangat berduka atas musibah yang menimpa para santri di Sidoarjo. Namun, duka ini juga menjadi panggilan moral bagi kita untuk berbenah. Direktorat Pesantren akan memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar sistem keamanan dan mitigasi risiko di pesantren semakin kokoh," ungkap Basnang dalam siaran pers Kemenag, Minggu (12/10/2025).
Langkah awal yang diambil adalah membangun sistem mitigasi risiko di lingkungan pesantren, yang mencakup pendataan, pembinaan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan. "Kami ingin memastikan setiap satuan pendidikan keagamaan memiliki standar keamanan yang memadai, agar santri dapat belajar dan tinggal dengan aman," jelasnya.
Kegagalan Konstruksi
BACA JUGA :
Pemerintah bakal bangun ulang gedung Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo pakai duit APBN
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pengerahan dan Pengendalian Operasi Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia Basarnas RI, Emi Freezer, mengungkapkan bahwa penyebab utama ambruknya bangunan di Pesantren Al Khoziny adalah kegagalan konstruksi.
"Tidak adanya struktur penyangga bertahap membuat bangunan runtuh total. Ini menjadi pembelajaran penting bagi kita semua bahwa gedung pendidikan, termasuk pesantren, harus memenuhi standar teknis dan keselamatan," tutur Emi.
Basarnas mencatat tragedi di Sidoarjo sebagai salah satu bencana non-alam terbesar tahun 2025, dengan korban meninggal mencapai 67 santri. "Kami siap memperkuat sinergi dengan Kemenag dan lembaga terkait untuk memastikan kesiapsiagaan serta penanggulangan risiko di pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya," tambahnya.