1. Home
  2. ยป
  3. Serius
28 Februari 2017 03:05

Buku ini ungkap tanda-tanda lahirnya zaman baru, bikin penasaran saja

Zaman baru ini banyak dimotori anak-anak muda. Yani Andriansyah

Brilio.net - Sudah bukan rahasia lagi jika sekarang semua serba praktis. Apapun yang kamu mau bisa dilakukan hanya dengan ujung jari. Mau pesan makanan, tinggal klik. Begitu juga kalau kamu mau menggunakan ojek dan taksi. Tinggal buka aplikasi, kamu siap dijemput.

Inilah perubahan yang terjadi masyarakat era digital. Nah menariknya, perubahan besar ini justru dimotori anak-anak muda atau yang biasa disebut generasi milenial. Mereka mampu menciptakan revolusi sendiri. Kondisi ini yang disebut Founder Rumah Perubahan, Rhenald Kasali sebagai fenomena 'disruption'.

BACA JUGA :
4 Cara jitu ini ternyata dipakai orang Jepang buat dapatkan jodoh


Sekarang ini kamu tahu nggak sih kalau masyarakat sudah masuk dalam gelombang ke-3 teknologi informasi. Revolusi ini menurut Rhenald sudah terjadi sejak era 1990-an saat internet mulai banyak digunakan. Ketika itu disebut sebagai gelombang pertama perubahan di mana semua orang terhubung (connectivity).

Sekarang ini sudah gelombang ketiga teknologi informasi

foto: brilio.net/yani andryansjah

BACA JUGA :
10 Fakta ilmiah ini bisa bikin memasakmu lebih mudah, nggak percaya?

Lalu pada tahun 2000, semua orang mulai mengenal media sosial. Di mana orang mulai mengisi keterhubungan tersebut. Nah sekarang ini eranya disruption. Masyarakat sedang menutup sebuah zaman. Bukan akhir zaman sebagaimana diperkirakan banyak orang, lho. Tapi mereka hanya mengakhiri sebuah zaman dan membuat zaman baru yang banyak dimotori anak-anak muda.

Mereka menjadi tantangan besar bagi para perusahaan incumbent besar bereputasi yang selama ini berdiri kokoh.

"Jika usahawan, regulator dan politisi sering mengabaikan, apalagi tidak paham perkembangan teknologi, maka dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan perekenomian Indonesia. Padahal, kini dunia tengah berada dalam era disrupsi," kata Rhenald.

Banyak perusahaaan yang resah

foto: brilio.net/yani andryansjah

Kondisi disrupsi ini menjadi pembahasan dalam buku baru Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu berjudul 'Disruption: Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Uber'.

Dalam buku yang ditulis sejak awal 2016 itu, Rhenald menyebutkan sekarang perusahaan-perusahaan konvensional banyak yang resah. Mereka benar-benar menghadapi musuh yang nggak kelihatan. Kok bisa?

"Kondisi perkembangan teknologi yang serba pesat sekarang memunculkan kekhawatiran pada sejumlah industri. Mereka terkejut dengan sebuah barang baru yang benar-benar tidak pernah diduga wujudnya yaitu aplikasi," kata Rhenald saat acara peluncuran buku di Rumah Perubahan baru-baru ini.

Perubahan besar yang tengah terjadi itu, menurut Rhenald bukan sekadar buah dari inovasi, melainkan 'disruptive innovation'. Berbeda dengan era perubahan dan transformasi, Indonesia kini terekspos badai disruptive, sehigga membuat para pelaku usaha, kesulitan memetakan lawan-lawannya yang praktis semakin tak terlihat.

Aksi protes taksi Uber di Eropa

foto: NPR.org

Aplikasi, lanjut Rhenald, mampu memindahkan sesuatu dari yang sifatnya fisik menjadi online. Bayangkan saja, sekarang ini kamu bisa pesan barang dan diantar pakai drone. Kondisi ini yang membuat Walmart di Amerika Serikat gelagapan menghadapi Amazon.

Di sektor transportasi, perusahaan taksi konvensional kesulitan menghadapi model taksi online. Uniknya, ketika menggunakan taksi online, si penumpang nggak kelihatan sebagai penumpang. Maklum deh, taksi yang digunakan tak seperti lazimnya.

"Sebab, mobilnya tidak ada argometer, tidak berplat kuning dan tidak ada tulisan merek taksinya," kata Rhenald.

Kondisi ini yang beberapa waktu lalu memunculkan gelombang besar-besaran di seluruh dunia terhadap lahirnya taksi Uber, khususnya di New York dan Paris. Begitu juga dengan ojek online yang dianggap menggusur keberadaan ojek konvensional di Indonesia.

Taksi Black Cab di London jadi ngantre nunggu penumpang

foto: NPR.org

Nggak cuma transportasi, pusat perbelanjaan juga begitu. Saat ini banyak orang memilih belanja dengan cara online. Jadi konsumen ke mal hanya sekadar untuk makan atau jalan-jalan saja.

"Ini terjadi begitu cepat dan meluas. Ini adalah akhir dari zaman tatap muka. Sekarang adalah zaman digital," sambung Rhenald.

Setidaknya, saat ini setiap orang hanya membutuhkan satu gadget untuk memenuhi berbagai keperluan. Cukup memanfaatkan aplikasi karena sekarang era disrupsi.

Cukup dengan satu gadget saja lho

foto: brilio.net

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags