1. Home
  2. ยป
  3. Selebritis
21 Oktober 2021 15:29

Mengenal cancel culture yang dialami artis Korea, ini 7 faktanya

Kim Seon-ho dan beberapa aktor Korea diputus kontrak kerja akibat skandal. Nurul Fitriana Fauziah

Brilio.net - Setelah namanya melejit akibat peran yang dimainkan dalam drama Hometown Cha-Cha-Cha, Kim Seon-ho langsung dihadapkan dengan skandal yang mencoret nama baiknya.

Sebelumnya ramai pernyataan dari seseorang yang kekasih Kim Seon-ho muncul ke publik dengan sebuah pengakuan bahwa Kim Seon-ho telah memaksa kekasihnya untuk melakukan aborsi.

BACA JUGA :
Tampil di Eternals, Ma Dong-seok ungkap perlakuan Salma Hayek & Jolie


Kim Seon-ho buka suara dan mengakui bahwa aktor "K" yang dimaksud adalah dirinya. Bintang drama Hometown Cha-Cha-Cha tersebut menulis surat terbuka yang berisi permintaan maaf atas perilakunya di masa lalu dan telah mengecewakan banyak penggemarnya.

foto: Instagram/@tvndrama

BACA JUGA :
Kena skandal, Kim Seon-ho tetap puncaki voting di Asia Artist Award

Tak hanya Kim Seon-ho, agensinya yaitu SALT Entertainment juga telah meminta maaf atas perbuatan sang aktor di masa lalu. Skandal tersebut pun berdampak terhadap karier Kim Seon-ho yang tengah naik duan.

Setelah melakukan klarifikasi dan membenarkan pernyataan tersebut, banyak brand yang seketika membatalkan kontrak ambassador dengan Kim Seon-ho. Hal ini juga merupakan dampak dari cancel culture yang masih melekat di masyarakat, terutama di Korea Selatan. Cancel culture sendiri merupakan kata yang biasanya muncul saat publik figur terkena skandal. Sebenarnya bukan hanya Kim Seon-ho yang terkena cancel culture di Korea Selatan, banyak deretan selebriti Korea yang mengalami cancel culture ini. Seperti Jimin AoA, Seungri Big Bang, So Ye-ji, Ji-soo, dan Naeun Apink.

Cancel Culture sebenarnya telah dimulai sebelum maraknya penggunaan media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram. Dikutip dari The New York Times, pada 1991 terdapat frasa baru dalam bahasa gaul di China yakni "renrou sousuo", secara harfiah diterjemahkan sebagai human flesh search. Bertujuan untuk mengidentifikasi individu yang dicurigai melakukan korupsi atau memiliki tindakan yang menyimpang secara moral.

Kemudian individu tersebut akan dicari dan diposting, lalu akan mendapatkan kecaman secara verbal hingga dikeluarkan dari komunitas. Hal inilah yang menjadi sejarah cancel culture dari tahun 2017 hingga kini semakin populer. Cancel culture juga bisa diartikan bentuk pengucilan modern di mana seseorang akan didorong keluar dari lingkaran sosial atau profesional individu baik secara online maupun di kehidupan nyata.

Saat ini negara Korea seringkali dikenal melakukan cancel culture, bentuk cancel culture pun beragam. Seperti pembatalan kontrak, penghapusan peran atau pengurangan, jumlah fans berkurang, atau parahnya diboikot.

Lebih jelasnya, brilio.net telah merangkum 7 fakta cancel culture dari berbagai sumber pada Kamis (21/10) berikut.

1. Pemboikotan massal

Ketika kejelekan seorang public figure terkuak, sangat mungkin bahwa dia akan menjadi bahan ejekan netizen. Hal ini kemudian dilampiaskan melalui konten-konten dan ajakan untuk memboikot public figure tersebut. Seperti halnya dalam kasus Kim Seon-ho, sebuah brand pizza dan kamera langsung melakukan pembatalan kontrak.

2. Pemboikotan yang dilakukan dapat mempengaruhi pada brand yang menggandeng public figure tersebut.

3. Pembunuhan karakter

Cancel culture juga dapat berhubungan dengan pembunuhan karakter seseorang. Seperti Sulli, penyanyi sekaligus aktris Korea Selatan yang meninggal bunuh diri akibat cyber bullying yang dialaminya.

foto: instagram.com/jelly_jilli

4. Penghakiman anonim

Cancel culture umumnya terjadi di media sosial. Ketika suatu kasus atau skandal seseorang terkuak, semua orang dapat melakukan penghakiman. Orang-orang kemudian menjadi lebih berani melakukan penghakiman dengan memasang topeng dan berlindung di balik layar media sosial.

5. Tak pandang bulu, bisa menimpa siapapun

Tidak hanya public figure, brand, perusahaan, atau bahkan orang biasa pun dapat menjadi korban dari cancel culture ini. Pasalnya, etika maupun moral telah memiliki standarnya tersendiri di masyarakat.
Seperti halnya dalam kasus yang pernah menimpa remaja di Pontianak bernama Audrey. Pelaku yang melakukan bullying kepada Audrey kemudian mendapatkan penghakiman massal dari netizen.

6. Kesempatan untuk tenar

Cancel culture juga pernah dimanfaatkan oleh media untuk mengangkat seorang public figure. Media memberi ruang kepada public figure tersebut dengan memunculkan ketenarannya kembali. Namun pada akhirnya, publik tetap tidak sepakat dengan sikap media-media tersebut yang memberi panggung.

7. Dampak toxic media sosial

Melekatnya kehidupan masyarakat dengan media sosial menyebabkan banyak sekali perubahan perilaku. Termasuk kecenderungan untuk tidak mempertimbangkan perilakunya dalam bermedia sosial.
Hal ini kemudian menjadi racun tersendiri ketika batasan-batasan bermedia sosial masih tidak dapat diterapkan.


Reporter: Annatiqo - Nurul Fitriana Fauziah


SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags