Prancis ogah siarkan Piala Dunia 2022 di Qatar, ini alasannya

Pihak Qatar berkali-kali telah membantah tuduhan pelanggaran HAM

Pierre Rabadan, wakil walikota Paris yang bertanggung jawab atas olahraga, mengatakan keputusan itu karena kondisi penyelenggaraan Piala Dunia ini, baik di tingkat lingkungan maupun sosial.

Dilansir brilio.net dari skynews.com pada Rabu (5/10), Pierre Rabadan mengatakan dalam sebuah wawancara dengan France Blue Paris bahwa stadion ber-AC yang ada di Qatar adalah fasilitas mewah yang harus dipertanyakan.

foto: amnsty.org

Rabadan menekankan bahwa Paris tidak memboikot turnamen tersebut. Akan tetapi, dirinya menjelaskan bahwa model penyelenggaraan event olahraga akbar Qatar ini bertentangan dengan apa yang ingin diselenggarakan (Paris adalah tuan rumah Olimpiade 2024).

Langkah itu tetap dilakukan meski klub sepak bola kota itu, Paris Saint-Germain, dimiliki oleh Qatar Sports Investments. Selain itu, semakin banyak pula kota di Prancis menolak memasang layar untuk menyiarkan pertandingan Piala Dunia untuk memprotes rekor hak asasi manusia Qatar.

Walikota Strasbourg, Jeanne Barseghian yang juga adalah pejabat Parlemen Eropa dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, mengungkapkan isu pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi pekerja migran di Qatar sebagai alasan untuk membatalkan siaran publik Piala Dunia.

"Tidak mungkin bagi kami untuk mengabaikan banyak peringatan pelecehan dan eksploitasi pekerja migran oleh organisasi non-pemerintah," kata Jeanne Barseghian dalam sebuah pernyataan.

"Kami tidak bisa memaafkan pelanggaran ini, kami tidak bisa menutup mata ketika hak asasi manusia dilanggar." tegasnya.

Arnaud Deslandes, wakil walikota Lille, juga menyatakan bahwa dengan mengurungkan tontonan publik dari pertandingan, kota bagian utara Prancis ini ingin mengirim pesan ke FIFA tentang kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki dari turnamen Qatar.

"Kami ingin menunjukkan kepada FIFA bahwa uang bukanlah segalanya," kata Deslandes kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara dikutip brilio.net pada Rabu (5/10).

Adapun reaksi warga terhadap keputusan kota, dia menambahkan, "saya belum bertemu dengan seseorang di Lille yang kecewa dengan keputusan kami," katanya.

Negara Qatar yang terkenal dengan kekayaan gas alamnya ini telah dikritik karena perlakuannya terhadap pekerja migran, sebagian besar dari Asia selatan, yang dibutuhkan untuk membangun stadion, jalur metro, jalan dan hotel.

Namun, pihak Qatar berkali-kali telah membantah tuduhan pelanggaran HAM tersebut dan menolak tuduhan bahwa keselamatan dan kesehatan 30.000 pekerja yang membangun infrastruktur Piala Dunia telah terancam.

 

 


(brl/far)