1. Home
  2. ยป
  3. Jalan-Jalan
12 November 2020 07:08

Walking tour di tengah pandemi, harus inovasi atau mati suri

Meski sektor pariwisata sedang lesu, namun komunitas traveling ini punya konsep menarik untuk menarik wisatawan Azizta Laksa Mahardikengrat
foto: Instagram/@joggoodguide

Brilio.net - Blusukan ke gang-gang sempit dan bertemu orang lokal jadi pengalaman unik dari jalan-jalan atau walking tour. Apalagi kalau bisa main ke hidden gems seperti tempat kuliner khas yang jarang diketahui turis. Walking tour jadi alternatif yang seru daripada itinerary agen travel biasa yang masih kaku dan tak bisa bebas mengeksplor destinasi wisata.

Sayangnya, pandemi virus corona Covid-19 di Indonesia membuat aktivitas pariwisata hampir mati total. Penerbangan internasional terhenti untuk menghentikan penularan dan banyak negara yang memberlakukan lockdown, termasuk Indonesia. Akhirnya pelaku pariwisata mau tak mau harus memutar otak untuk bisa survive tanpa ada pemasukan.

Banyak yang akhirnya memberlakukan cuti tanpa dibayar bagi karyawannya. Beberapa bahkan akhirnya menyerah dan tutup untuk selamanya. Besarnya pengeluaran yang tak sebanding dengan pemasukan selama pandemi menjadi momok menakutkan. Walking tour juga tak lepas dari jeratan pandemi ini.

Di tengah pandemi ini, Jakarta Good Guide (JGG) jadi salah satu komunitas yang mengajak traveler untuk blusukan dan menikmati kota Jakarta dengan jalan kaki lewat cara yang inovatif. Di tengah rintangan yang ada, mereka harus siap berubah dan shifting untuk menangkap peluang yang ada.

Komunitas ini didirikan sejak 2014 oleh Farid Mardhiyanto, seorang story teller, dan kawan-kawannya. Komunitas ini ingin mengenalkan Jakarta dengan blusukan dan menikmati ibu kota secara lebih intim.

Farid melihat ada yang menarik dari Jakarta yang terkenal dengan kemacetan, ramainya mall, dan sesaknya kota. Menurutnya, ada banyak cerita dari kota yang indah ini. Sayangnya, tak semua tahu tentang hidden gems yang menunggu untuk dijelajahi.

BACA JUGA :
Berkah di balik wabah, penjual masker ini bisa raup omzet Rp 100 juta


foto: Instagram/@thisis_farid



Pria lulusan Universitas Padjadjaran ini memulai kariernya di dunia pariwisata dengan menjadi tour guide menemani turis menjelajahi kota Jakarta. Selain itu, Farid juga menjadi radio announcer di salah satu stasiun radio terkenal.

"Kita itu seringnya hanya beraktivitas biasa, seperti bekerja, kuliah, ngantor, makan. Tapi begitu ikut tur jalan kaki kita jadi tahu cerita dari sekitar kita, " tambahnya. Menurutnya, blusukan dengan jalan kaki membuka mata kita tentang kisah-kisah menarik sekeliling yang sering kita lewatkan.

"Kita bisa bertemu dengan orang lokal, bersentuhan dengan kehidupannya, ngobrol lebih dekat, dibandingkan hanya main ke tempat wisata saja," ujarnya memulai cerita ketika dihubungi secara daring oleh brilio.net beberapa waktu lalu.

Menyambut era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, Farid mengatakan ada dua hal yang penting diperhatikan saat traveling. Dua hal tersebut adalah etika jalan-jalan dan kebersihan diri.

Etika jalan-jalan berarti tidak keluar rumah jika badan sedang tidak nyaman, seperti batuk atau pilek. Pastikan selalu menggunakan masker dan patuhi protokol kesehatan. Selama pandemi ini, Farid mengaku masih tetap berusaha menjaga protokol kesehatan dalam kesehariannya meski terkadang kelupaan.

"Saya pribadi sih, sering banget lupa cuci tangan saat sebelum makan, sehabis main ke tempat tertentu, atau yang lainnya," katanya.

-

Inovasi walking tour konsep virtual


JGG sempat terpaksa berhenti beroperasi akibat pandemi. Pada Maret kemarin, JGG akhirnya mengubah format walking tour menjadi virtual agar tetap ada aktivitas selama pandemi. Baru pada awal November ini JGG memulai lagi turnya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Protokol kesehatan tersebut meliputi pembatasan jumlah peserta. Selain itu, peserta juga wajib mengenakan masker dengan baik selama tur. Jarak antar peserta dan pemandu juga dijaga ketat. Peserta pun diharapkan membawa hand sanitizer.

Untuk mengurangi risiko penularan virus corona, JGG hanya menerima peserta berusia 10-50 tahun saja. Durasi tur juga akan dipersingkat menjadi 90 menit saja.

Di tengah tantangan pandemi, JGG tetap bisa menyabet 2020 best traveler's choice dari Tripadvisor. Sebelumnya, mereka juga meraih penghargaan serupa pada 2019. Prestasi ini sangat berharga mengingat jumlah turis luar negeri menurun drastis saat pandemi melanda Indonesia.

Selain di ibu kota, Jakarta Good Guide mempunyai cabang komunitas di Bandung dan Yogyakarta. Mereka menawarkan walking tour yang dipandu oleh pramuwisata yang merangkap menjadi story teller. Setiap pemandu mempunyai spesialisasi masing-masing dan gaya unik ketika bercerita.

-

BACA JUGA :
Menengok inovasi Kampung Purbayan, kampung tangguh Covid-19 di Jogja

Yang menarik bagi turis saat walking tour


Rizki Suryananda, pramuwisata JGG di Jogja menceritakan keseruannya memandu turis luar negeri. Dia bercerita bahwa setiap tour selalu berbeda dari sebelumnya. Pemandu lebih menjadi seperti teman yang bisa diajak ngobrol, bersenda gurau, dan memberikan informasi lengkap tentang hal menarik selama tour.

foto: Instagram/@joggoodguide



"Ketika saya ajak berkeliling di daerah Kotagede, ada yang bertanya 'Apa itu jimpitan?'. Hal kecil seperti ini ternyata menyita perhatian turis lho," ujarnya memulai obrolan dengan brilio.net.

Dia menceritakan bagaimana penasarannya turis luar negeri ketika mendengarkan penjelasannya. Jimpitan adalah cara masyarakat untuk mengganti jasa ronda atau patroli malam. Biasanya warga akan menaruh uang di sebuah wadah kecil dan diletakkan di depan gerbang rumah atau pagar.

"Apa pun bisa jadi konten yang menarik untuk diulas. Jika ada yang bertanya, saya akan berusaha semampunya untuk menceritakan kisah di balik hal tersebut. Interaksi dengan orang lokal itu lho, yang dicari oleh turis," tambahnya.

Pengalaman bisa berhubungan secara dekat dan intim dengan warga lokal jadi daya tarik utama walking tour. Sebagai pramuwisata, Rizki berusaha untuk menjembatani rasa penasaran turis dengan kearifan warga lokal.

foto: Instagram/@joggoodguide



-

Masa pandemi Jogja lebih diminati turis daripada Bali. Kenapa?


Kisah-kisah kecil tapi menarik memang jadi senjata utama walking tour oleh JGG. Untuk bertahan di tengah pandemi, mereka mencoba menangkap minat turis lokal daripada turis luar negeri. Pemanfaatan dunia digital jadi langkah awal JGG untuk mencoba menangkap peluang di tengah pandemi.

Salah satu cara yang dilakukan JGG di Jakarta adalah menyelenggarakan walking tour virtual. Menggunakan video conference, mereka mengajak turis untuk berkeliling Jakarta dari dunia digital.

Tema tur yang digelar juga sangat menarik dan tidak biasa. Misalnya, pada Sabtu (17/10) kemarin, JGG menggelar virtual tour bertema Lubang Buaya dan Urban Legends. Ada juga tur gedung pencakar langit di Jakarta yang digelar pada 28 Agustus. Tak sekadar itu, JGG juga mengadakan tour dengan live streaming ke daerah Pecinan di Jakarta.

Rizki menambahkan, bahwa dia optimis tahun depan pariwisata Indonesia akan kembali bangkit. Menurutnya, sudah banyak yang merasa penat dan ingin liburan. Staycation dan destinasi hidden gems yang jauh dari keramaian tetap akan menjadi primadona.

foto: Instagram/@joggoodguide



"Banyak orang selepas PSBB datang ke Jogja. Tren staycation dan WFH itu naik. Jadi banyak yang memesan vila di Jogja untuk sebulan atau tiga minggu berturut-turut," ujarnya.

Rizki mengatakan, mereka bisa bekerja sambil menikmati indahnya Jogja dengan staycation. Menurutnya, daripada Bali, Jogja lebih mudah diakses turis. Jika bertolak dari Jakarta, Jogja bisa diakses lewat perjalanan darat seperti menggunakan mobil sehingga tak membutuhkan swab test atau rapid test.

Sementara untuk ke Bali, umumnya wisatawan menggunakan jalur udara atau naik pesawat yang wajib menyertakan deretan tes tersebut. Hal ini sedikit menyita waktu dan biaya. Maka tak mengherankan jika akhirnya turis lokal dari Jakarta dan kota besar lain di Indonesia masih banyak yang memilih Jogja daripada Bali sebagai destinasi liburan dalam jangka waktu yang tak sebentar.

foto: Instagram/@joggoodguide



"Saat ini JGG cabang Jogja masih mencoba untuk memanfaatkan audience yang ada untuk konsolidasi dulu. Nantinya akan shifting untuk mencoba menarik turis lokal," tutupnya.

Pandemi memang benar-benar menjatuhkan sektor pariwisata. Tapi ternyata mereka yang mampu berinovasi malah bisa mengkapitalisasi dan mencari kesempatan baru yang tak ada sebelumnya.

Penggunaan teknologi informasi serta kisah menarik dari destinasi hidden gems yang jarang diketahui orang jadi senjata walking tour menarik minat turis. Menolak untuk mati suri, Jakarta Good Guide berusaha keras untuk bisa bangkit lagi.





SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags