1. Home
  2. ยป
  3. Jalan-Jalan
24 September 2022 08:25

Kandang Menjangan Yogyakarta, tempat para raja intai hewan buruan

Kini Kandang Menjangan dikenal sebagai Panggung Krapyak, tak jauh dari Alun-Alun Selatan dan Keraton Yogyakarta. Brilio.net
Dulunya hutan lebat

Dulunya hutan lebat.

Dahulu wilayah Krapyak ini merupakan hutan lebat. Berbagai hewan liar ada di sini, salah satunya adalah rusa atau dalam bahasa Jawa disebut menjangan. Raja-raja Kesultanan Yogyakarta akan memburu di lantai atas bangunan tanpa takut diserang oleh binatang buas.

Susuhunan (pemimpin) kedua dari Mataram yakni Prabu Hanyokrowati (Anyakrawati), putra dari Panembahan Senopati, adalah salah satu raja Yogyakarta yang memanfaatkan Hutan Krapyak sebagai tempat berburu. Pada tahun 1613, prabu yang memiliki nama asli Raden Mas Jolang itu mengalami kecelakaan saat berburu dan akhirnya meninggal di sini, kemudian dimakamkan di Kotagede dan diberi gelar Panembahan Seda Krapyak artinya raja yang meninggal di Hutan Krapyak.

BACA JUGA :
Virzha lengkapi deretan vokalis konser 3 dekade Dewa 19, spektakuler


Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I) adalah raja yang juga gemar berburu di Hutan Krapyak. Sang Sultan pula yang mendirikan Panggung Krapyak lebih dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu Hanyokrowati di hutan ini. Kala itu fungsi Panggung Krapyak sebagai pos berburu sekaligus pos pertahanan.

Terletak di Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Masyarakat Yogyakarta familiar dengan Sumbu Filosofi Yogyakarta. Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Jogja atau Tugu Pal Putih atau Tugu Golong-Gilig berada dalam satu garis lurus sumbu filosofi ini. Dilansir dari visitingjogja.jogjaprov.go.id, filosofi dari Panggung Krapyak ke utara menggambarkan perjalanan manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu, beranjak dewasa, menikah sampai melahirkan anak (sangkaning dumadi). Alun-alun Selatan menggambarkan manusia yang telah dewasa dan sudah wani (berani) meminang gadis karena sudah akhil baligh.

Sementara, Tugu Pal Putih ke arah selatan menggambarkan perjalanan manusia menghadap Sang Kholiq (paraning dumadi). Golong-gilig melambangkan bersatunya cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati (warna putih) melalui Margatama (jalan menuju keutamaan) ke arah selatan melalui Malioboro (memakai obor/pedoman ilmu yang diajarkan para wali), terus ke selatan melalui Margamulya, kemudian melalui Pangurakan (mengusir nafsu yang negatif).

BACA JUGA :
7 Spot kuliner malam Yogyakarta untuk buka bareng teman, nostalgia

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags