Brilio.net - Memenangi dua lomba tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Kukuh Purwanto (26). Bagaimana tidak, itu adalah pengalaman pertamanya mengikuti kompetisi tingkat nasional dan dua naskahnya langsung diganjar juara.

Esainya yang berjudul "Perihal Toleransi: Upaya Menjadi Rahmat bagi Semesta" menjadi juara 1 Lomba Esai Budaya Damai 2015 Kemdikbud, sedangkan cerita rakyatnya yang berjudul "Keris, Melati, dan Apa-Apa yang belum Kau Ketahui di Balik Itu" mendapat penghargaan sebagai juara 3 Lomba Cerita Rakyat 2015 Kemdikbud awal November lalu.

Sehari-hari, Kukuh adalah tukang potong kaca di toko kaca di daerah Cepu, Blora, Jawa Tengah. Ia bekerja dari pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Pekerjaan itu ia lakukan setiap hari mulai Senin hingga Minggu. Menariknya, lulusan SMA 1 Cepu yang tak kuliah ini menulis esai dan cerita rakyatnya di sela-sela melayani pembeli yang datang ke toko kaca tempat ia bekerja. Ia menulis tiap paragraf menggunakan handphone Android miliknya dengan memanfaatkan jeda tiap pembeli yang datang.

"Kalau sampai di rumah sudah tidak bisa fokus, makanya saya manfaatkan jeda antar pembeli sekitar 15 menit tersebut," kata pemuda yang tak punya laptop itu kepada brilio.net, Selasa (1/12).

Kegemarannya menulis sudah dimulai sejak SMA. Tapi sejak saat itu ia belum pernah mengikuti kompetisi menulis baik itu esai maupun cerita fiksi. Ia merasa tulisan yang ia buat belum cukup bagus sehingga tak layak diikutsertakan lomba ataupun dikirimkan ke media. Meski begitu, ia tetap rajin menulis. Ada 60 tulisan yang pernah ia unggah di akun Facebooknya yang dulu.

Biasanya kegemaran menulis juga disertai dengan kegemaran membaca. Hal itu juga yang berlaku bagi pemuda kelahiran Tangerang, 28 Juni 1989 ini. Perkenalan awal Kukuh dengan buku sudah dimulai sejak kecil. Ia hanya tinggal bersama ibunya, Sri Muningkah, karena ayah Kukuh sudah meninggal sejak ia masih berada di dalam kandungan. Karena cuma tinggal berdua, maka ketika ibunya ke luar rumah untuk bekerja, Kukuh akan dikunci sendirian di dalam rumah. Di sampingnya disediakan majalah Bobo, novel luar Marga T, dan beberapa buku lawas lainnya.

"Akhirnya saya membaca karena di dalam rumah tak bisa apa-apa," terang Kukuh.

Dari situ, akhirnya ada pembiasan pada Kukuh untuk membaca. Sampai saat ini ia mewajibkan dirinya untuk membaca 3 buku setiap bulannya. Buku yang ia baca juga kebanyakan buku luar yang diterjemahkan seperti buku karangan Mario Puzo yang berjudul Omerta ataupun buku Karl May yang berjudul Winnetou. Ia mengaku jika lebih menyukai buku-buku lawas yang masih relevan hingga sekarang.

"Kalau saya ingin menjadi penulis yang bagus maka saya harus membaca karya yang benar-benar teruji kualitasnya," katanya.

Untuk mendapatkan buku bacaan ia secara rutin sebulan sekali pergi ke Surabaya. Ia sengaja izin dari pekerjaannya hanya untuk mencari buku lawas yang akan menjadi stok bacaannya dalam satu bulan.

Meski sempat minder karena hanya lulusan SMA yang bekerja sebagai tukang kaca, ternyata ia dapat membuktikan bahwa kemampuannya dapat menyamai mereka yang kuliah dan bahkan sudah sering menulis. Dari kemenangan itu, Kukuh mendapat hadiah Rp 7,5 juta untuk juara 1 lomba esai dan Rp 15 juta untuk juara 3 lomba cerita rakyat.

Sebelumnya, ia pernah bernazar jika ia bisa menang juara 1 lomba cerita rakyat, maka Kukuh akan segera melamar Mita Idatul, gadis pujaannya yang telah dipacari selama beberapa tahun. Tapi meskipun ia tak jadi juara 1 lomba cerita rakyat, ia tetap akan segera meminang kekasihnya, gadis asal Jombang yang telah menyelesaikan pendidikan S-2 nya di salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Timur tersebut.

"Awalnya dulu saya sempat bingung bagaimana mau melamar dan menikahi dia karena gaji saya yang cuma UMR, tapi hadiah ini menjadi jawaban dari semuanya," katanya.

Lamaran sudah dilangsungkan beberapa waktu lalu. Sedangkan prosesi akad nikah rencananya akan dilangsungkan dalam waktu dekat.