Brilio.net - Kejadian berkesan waktu menuntut ilmu memang sangat asyik untuk dikenang. Kisah persahabatan, percintaan, hingga cerita-cerita lucu saat di sekolah sangat menarik untuk diceritakan kembali. Hal itu juga yang dirasakan Muhammad Nurul (20), mahasiswa Ilmu Politik Universitas Udayana Bali.

Saat menghubungi brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa ke 0-800-1-555-999, Arul, panggilan akrab Muhammad Nurul, sangat menggebu-geu menceritakan kisahnya ketika sekolah SMA. Saat itu ia juga memilih untuk belajar di Pondok Pesantren Zainul Hasan Jenggong, Probolinggo, Jawa Timur. Sekolah Arul masih satu yayasan dengan pesantren, sehingga biasangan ia cukup berjalan kaki untuk berangkat sekolah.

Mengawali ceritanya, Arul mengatakan jika saat itu, ketika duduk di kelas XI SMA, ia dan teman-temannya sedang asyik bermain di luar kelas karena jam pertama merupakan pelajaran olahraga. Seperti biasanya, setelah olahraga, mereka tak langsung berbegas ganti pakaian dan masuk kelas, mereka nongkrong dulu di kantin sekitar sekolah. Apalagi biasanya guru pelajaran Fiqih yang berlangsung setelah pelajaran olah raga selalu datang molor.

Tapi hari itu tak biasa, ternyata guru yang mengajar pelajaran Fiqih datang tepat waktu. Betapa kagetnya sang guru melihat kelas masih sepi, hanya ada beberapa orang yang ada di dalam kelas, termasuk Arul yang saat itu menjadi ketua kelas. Karena marah, sontak sang guru langsung lapor ke wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.

"Karena marah, waka kesiswaan langsung mengerahkan lima orang untuk mencari teman-teman yang masih nongkrong di warung sekitar pesantren," kata Arul.

Lima guru yang mencari itu langsung menyisir warung-warung di luar sekolah, tapi masih di kompleks sekitar pesantren. Siswa yang tahu sedang dicari para guru itu pun berlarian untuk menyelamatkan diri menghindari kemarahan guru. Tapi itu malah membuat kemarahan para guru semakin menjadi.

"Pada kaget banget, bahkan ada yang berlari sampai ke sawah, tapi sama guru yang muda tetap dikejar dan ketangkap," cerita Arul.

Dari 19 siswa yang seharusnya dihukum, hanya ada satu siswa yang lolos karena ia kembali ke pesantren. Sisanya, harus menghadapi hukuman berupa dicukur gundul tak beraturan. Itu berarti dari 22 siswa, ada empat siswa yanga tak dihukum, termasuk Arul.

Ternyata hukuman mereka tak berhenti setelah dicukur. Mereka lalu dibawa ke kompleks kelas putri yang letaknya tak jauh dari kompleks putra. Sampai di sana, mereka diminta berdiri di kelas X selama 30 menit, kelas XII selama 30 menit, dan kelas XI selama satu jam.

"Kan malu banget. Kita jarang ketemu santri putri, eh giliran ketemu dengan tampilan kayak begitu," terangnya.

Ya begitulah, semua yang dilakukan memang harus dipertanggungjawabkan.

Cerita ini disampaikan oleh Muhammad Nurul melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu!