Brilio.net - Dunia pendidikan tanah air heboh ketika seorang guru masuk penjara gara-gara 'hanya' mencubit anak didiknya. Pro-kontra di antara netizen pun bermunculan. Ada yang setuju, namun tak sedikit pula yang geram karena tindakan orangtua murid yang memenjarakan sang guru.

Bagi mereka yang tidak setuju, tentu ini merupakan tindakan yang berlebihan. Apalagi bagi mereka yang tumbuh di era 80-90 an. Guru mendidik dengan cara agak keras seperti mencubit, memukul, atau menjemur adalah sesuatu yang lumrah. Selama itu dalam batas wajar tentunya.

Kasus ini pun tak hanya mengundang perhatian para netizen. Sejumlah tokoh dan publik figur pun ikut berkomentar atas kasus tak wajar ini.

“Waktu saya sekolah dulu orangtua saya sering datang berterima kasih kepada guru jika guru menghukum saya. Sekarang moral rontok,” ujar pakar hukum, Mahfud MD ikut berkomentar via akun Twitternya beberapa waktu yang lalu.

Namun ternyata, ada beberapa kasus serupa yang pernah terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Kasus-kasus ini pun kronologinya hampir sama. Berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber Kamis (26/5), 4 kasus sepele guru vs murid yang berakhir miris. Awas ikutan geram!

1. Guru SD diadili karena pukul muridnya pakai penggaris.

kasus sepele guru vs murid yang berakhir miris © 2016 brilio.net



Pada Juli 2010, Rahman, seorang guru di sebuah SD di Banyuwangi, Jawa Timur, harus berurusan dengan pengadilan setelah memukul anak didiknya menggunakan penggaris.

Kejadian bermula ketika Rahman melihat siswinya menangis setelah dipukul dan ditendang oleh temannya. Ternyata yang mengalami hal tersebut ada juga 3 siswi lainnya. Lantas Rahman memanggil siswa yang melakukan hal tersebut dan meminta berdiri di depan kelas. Setelah ditanya, siswa tersebut mengakui perbuatannya.

Berniat menghukum siswa itu, Rahman lalu memukul kaki siswa tersebut dengan penggaris. Pulang sekolah, si siswa itu melapor ke ibunya dan ibunya tidak terima. Atas hal ini, pihak keluarga melaporkan kasus ini ke polisi. Jaksa lalu mendakwa Rahman dengan UU Perlindungan Anak. Dengan bukti-bukti yang ada, jaksa menuntut Rahman untuk dipenjara selama 5 bulan.

Tapi beruntung bagi Rahman, majelis hakim berpendapat lain. Menurut majelis hakim, pemberian sanksi berupa pemukulan pada betis kanan dan kiri bagian belakang dengan menggunakan penggaris kayu masih sesuai dengan kaedah pendidikan. Setelah dipertimbangkan, majelis hakim memutuskan untuk membebaskan sang guru.

Sebelumnya pihak sekolah juga sudah berusaha mempertemukan masalah ini lewat jalur mediasi. Dalam pertemuan itu, Rahman telah meminta maaf kepada keluarga siswa tersebut tapi keluarga siswa memilih mengambil langkah hukum.


2. Guru honorer diadili karena mencukur rambut muridnya.

kasus sepele guru vs murid yang berakhir miris © 2016 brilio.net foto: opini.id

Aop Saopudin, seorang guru honorer SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat harus berurusan dengan hukum hanya gara-gara mencukur rambut murid didiknya.

Kejadian konyol ini terjadi pada Maret 2012. Saat itu, Aop Saopudin melakukan razia rambut gondrong. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS. Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan.

Sepulang sekolah, THS menceritakan hukumannya itu ke orangtuanya, Iwan Himawan. Atas laporan itu, Iwan tidak terima dan mendatangi sekolah. Iwan marah-marah dan mengancam balik Aop. Gilanya lagi, Iwan mencukur balik rambut sang guru sebagai tindakan balasan.

Namun tak puas sampai disitu saja, Iwan juga melaporkan Aop ke pihak berwajib. Guru honorer itu pun dikenakan pasal berlapis yaitu tentan Perlindungan Anak dan tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Atas tuntutan itu, pengadilan negeri akhirnya menjatuhkan hukuman percobaan. Yaitu dalam waktu 6 bulan setelah vonis jika tidak mengulangi perbuatan pidana, maka tidak dipenjara. Tapi jika berbuat pidana, maka langsung dipenjara selama 3 bulan.

Namun beruntung bagi sang guru. Setelah mengajukan kasasi, Mahkamah Agung membebaskan Aop dari semua dakwaan dan menyatakan apa yang dilakukan Aop tidak melanggar hukum apa pun.

Tiga hakim agung yaitu Salman Luthan, Syarifuddin, dan Margono menyatakan Aop sebagai guru mempunyai tugas untuk mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah gondrong.

Apa yang dilakukan Aop sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana. Oleh karena itu, Aop tidak dapat dijatuhi pidana karena bertujuan untuk mendidik.


3. Guru SMP harus mendekam dipenjara gara-gara mencubit muridnya.

kasus sepele guru vs murid yang berakhir miris © 2016 brilio.net foto: instagram.com/generasimudaislam

Nurmayani Guru biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan, dipenjara karena mencubit murid didiknya. Kejadian ini bermula saat Agustus 2015 silam, Nurmayani memanggil dua orang siswi bernama Tiara dan Virgin ke ruangan Bimbingan Konseling karena bermain air sisa pel lantai.

Saat berada di ruang BK, Nurmayani langsung menghukum keduanya. Ia lantas mencubit kedua paha Tiara. Namun Tiara mengaku guru biologi itu tak hanya mencubit, tetapi juga memukul dada dan pipi Tiara. Nurmayani juga menyebut Tiara sebagai anak setan.

Tak terima dengan hukuman sang guru, Tiara pun mengadu kepada ayahnya yang merupakan anggota polisi.  Akhirnya ayah Tiara, Ipda Irwan Efendi melaporkan perbuatan Nurmayani kepada Polres Bantaeng.

Pihak Kepolisian awalnya sudah mengupayakan mediasi namun keduanya menolak dengan cara damai sehingga kasus ini dilanjutkan sampai ke jaksa. Sang guru akhirnya menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri Bantaeng di rutan sejak Kamis (12/5), sambil menunggu kasusnya disidangkan di pengadilan.


4. Pak Guru Arsal masuk jeruji besi akibat menghukum muridnya.

kasus sepele guru vs murid yang berakhir miris © 2016 brilio.net foto: tpqalistiqomah.blogspot.com

 

Setelah Nurmayani dipenjara, kini giliran guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Bantaeng, Muhammad Arsal masuk ke jeruji besi. Kasus Arsal, sama dengan Nurmayani, sama-sama diduga melakukan tindak kekerasan terhadap anak didik di sekolah.

Kejadiannya bermula pada Februari 2016 lalu, ketika itu Arsal mengajari siswanya tata cara salat termasuk siswa bernama Israq. Namun Israq membuat ulah yang menimbulkan kegaduhan dan mengganggu siswa lainnya. Akibatnya sang guru kesal dan menghukum Israq dengan cara memukulnya.

Tak terima, orangtua Israq akhirnya melaporkan perbuatan Arsal kepada pihak berwajib. Pasalnya dari hasil visum, membuktikan jika terjadi pemukulan yang membuat luka di bagian mulut.

Berbagai upaya mediasi sudah dilakukan pihak kepolisian, namun pihak orangtua siswa Israq tetap menolak. Pak guru Arsal pun kini harus tetap menjalani proses hukum.

Gimana guys, menurutmu apakah sekarang hukuman fisik di sekolah sudah tidak dapat dibenarkan?